23/9/21

4 3 0
                                    

Seorang pria muda kini sudah siap dengan koper di sampingnya.
Masih sangat dini hari untuk beraktivitas.

Namun mengingat ini adalah kepergian dengan diam diam maka mau tak mau harus berangkat pagi.

Dirinya sudah sampai di bandara internasional. Siap untuk pergi atas rujukan dokter nya.

Pergi untuk berjuang agar tetap kembali hidup dan bisa pertama orang yang dirinya sayangi.

Seorang pria berjalan memasuki bandara. Sudah pukul 03.00 pagi, dirinya akan take off tepat di jam 5 subuh.

Keputusan untuk pergi ke Singapura sudah dirinya pikirkan secara matang. Tidak rela sebenarnya karna cukup lama dirinya di Singapura.

Namun mau Bagaimanapun dirinya harus bisa bertahan setidaknya untuk sahabatnya dan orang yang dirinya sayangi.

Mengingat mereka semua membuat dadanya merasa nyeri.

Pria muda tersebut memilih untuk duduk di sebuah kursi, masih dua jam lagi menuju keberangkatannya.

Di sampingnya ada Gery. Salah seorang bodyguard yang selalu di sampingnya.

Pria itu sedari tadi me-non aktifkan hp nya agar tidak ada yang bisa menghubungi nya terlebih untuk melacaknya.

Satu jam lamanya dirinya menunggu. Hanya diam dan mendengarkan musik. Sesekali bergumam tak jelas, mengetukkan jarinya di atas paha.

Rasa kantuk mulai menghampiri. Namun dirinya tahan agar tak tertinggal pesawat.

Ketika pengumuman untuk check in sudah di buka, dirinya lantas berjalan. Sesekali menghela nafas memantapkan hatinya.

Dirinya merasakan perasaan tak mengenakkan entah mengapa.

•••

"GIO!"

Teriakan seseorang menggema di sepanjang koridor kelas 10. Yang di panggil hanya menampilkan raut lempeng saja.

Terlihat Vano, Rain dan Aycel yang di samping Vano. Tangan gadis itu di genggam erat oleh Vano.

Aycel menatap ke arah Gio dalam diam. Perasaan ini kembali. Perasaan tak mengenakkan yang membawanya ke dalam memori di mana saat dirinya di Bandung.

Aycel menatap Lamat pria di depannya. Hingga matanya menatap mata langsung Gio.

Gio tersenyum tipis, namun ada yang beda. Tidak jangan lagi!

Gio memutuskan kontak matanya, lantas menatap ke arah sahabatnya.

"Kenapa?"

"Gak papa, tumben gak mau bareng,"

"Oh, gue semalem tinggal di apartemen,"

Rain dan Vano saling melirik. Merasa aneh dengan orang di depannya.

Vano menatap ke arah genggaman tangannya terhadap Aycel. Genggaman gadis itu kian mengerat, lantas dirinya mengelus lembut tangan itu.

Aycel tersentak lantas menatap ke arah Vano. Matanya seolah ingin memberitahukan sesuatu namun tak dapat di keluarkan.

Vano menangkapnya. Jelas, amat jelas ada sesuatu yang ingin di katakan.

"Nanti kita bicarakan, masuk ke kelas dulu sama Gio okay?"

Aycel yang mendengar bisikan Vano lantas mengangguk. Lalu menghampiri Gio untuk pergi ke kelas bersama.

Vano dam Rain kembali saling menatap. Seolah sedang berbicara satu sama lain.

"Gak beres,"

•••

Gio dan Aycel berjalan dalam diam. Tak ada yang mengeluarkan suara.

Aycel terlalu takut untuk memulai padahal di sampingnya adalah Gio.
Perasaan ini, sungguh membuatnya bingung.

Mereka sampai di kelas lantas duduk di tempatnya masing-masing.

Melden yang melihat Gio masuk, lantas menghampiri pria itu.

"Gio,"

Gio menoleh dan mendapati seseornag dengan senyuman lembut. Lantas mengelus pelan rambut gadis depannya.

"Jangan di gituin,"

Gio terkekeh ketika mendengar nada sinis dari gadis di depannya.

"Kenapa Hm?"

Baiklah, ini tak aman untuk jantung nya. Rasanya sedang berdiskotik ria.

"I-itu apa mm yang di pasar malem mau balikin jaket,"

Memang saat dimana keduanya bertemu, Gio meminjamkan jaketnya kepada Melden mengingat gadis itu hanya memakai pakaian panjang namun sedikit tipis.

"Ah iya, makasih,"

"Kok? Gue dong yang harusnya bilang makasih,"

"Hahahahaha iya iya,"

Aycel terdiam menatap interaksi antara Gio dan Melden. Dirinya iri entah kenapa namun jika di perhatikan ada seperti tato di leher pria itu.

Tato berbentuk seperti kupu-kupu mungkin.

Aycel mengambil ponselnya lantas membuka room chat nya dengan Vano.

To Vano babu ku
Van

From Vano babu ku
Kenapa Hm?

To Vano babu ku
Gio punya tato kupu-kupu di leher?"

From Vano babu ku
Tato? Di leher? Warna hitam bukan?

To Vano babu ku

Iya item, Aycel liat di lehernya ada

From Vano babu ku
Bukannya itu tanda lahir dia yah. Emang kenapa?

To Vano babu ku
Ah iya, lupa hehehe
Gak papa kok

Aycel mematikan ponselnya. Dirinya yang memang tidak menyadari atau sebenarnya itu memang tato.

Aycel kembali menatap interaksi antara Gio dan Melden. Matanya tak dapat terlepas antara mereka berdua.

Sesekali menatap ponselnya menampilkan notif dari Vano.

Beneran tanda lahir yah?

1/10/21 (Revisi)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang