25/9/21

5 2 0
                                    

Pagi ini suasana berkabung meliputi 10 MIPA 2. Salah satu teman mereka di kabarkan meninggal karna luka tusuk tepat di jantung nya.

Namun ada satu hal yang menarik perhatian. Tepat di paha nya terdapat ukiran yang di sengaja.

22.00

Pagi itu setelah Jabar mengenai Sisil Maladewi meninggal, seluruh penghuni kelas 10 MIPA 2 langsung berangkat menuju rumah Sisil.

5 menit yang lalu, baru saja di selesaikan prosesi pemakaman. Terlihat 2 gadis serta 3 pria yang tengah menatap gundukan tanah yang masih baru itu.

Melden kini menangis di pelukan Aycel. Sisil adalah sahabatnya dari SMP, dan baru saja kemarin dirinya bermain. Namun sekarang kenapa?!

Kenapa secepat itu. Melden tidak terima akan kematian sahabatnya.

Sedangkan para pria hanya diam menatap ke dua gadis di depan mereka.

Jari Rain terlihat bergerak tak beraturan. Mengepal lalu terbuka, terus begitu. Matanya menjelajahi area pemakaman.

Telinganya fokus pada satu titik. Ada yang salah.

Sisil di kenal sebagai gadis yang baik hati dah tidak punya musuh. Namun?

Terlebih huruf G terngiang-ngiang dalam pikirannya. Matanya melirik ke arah Gio yang nampak tenang.

Pria itu sedari tadi diam, tak ada niatan untuk menenangkan gadis yang dirinya sukai. Cukup aneh bagi Rain yang terbiasa dengan sifat Gio yang lemah lembut.

Namun kini sifatnya terlihat acuh tak Acuh.
Matanya melirik ke arah Vano.

Di dapati nya raut wajah kebingungan. Ada yang ganjal. Hanya ada satu orang yang di curigai, namun sepertinya mustahil.

Vano menatap ke arah Rain yang masih menatapnya juga. Lantas menaiki sebelah alisnya.

Rain tau, percuma dirinya memberi kode. Kecil kemungkinan Vano mengerti karna pria itu yang benar tak peka.

Vano terus menatap, mengerutkan keningnya samar lalu kembali menatap Aycel yang masih memeluk Melden.

"Pulang,"

Aycel menoleh, lalu mengangguk kepala nya. Matanya beralih ke arah Melden yang masih menangis.

"Kita pulang dulu yah Mel, udah mau hujan,"

"T-tapi,"

"Shtt gak papa. Sisil udah tenang, melden harus ikhlas,"

Gio menatap sekilas, lalu menatap sekitar. Dirinya jelas tau apa yang terjadi, gerak gerik nya sedang di perhatikan.

"Ayok pulang Mel,"

Gio memeluk tubuh Melden, lantas langsung menggendong nya
Segala gerak gerik gio di perhatikan oleh Rain dan Vano.

Seperti ada unsur pemaksaan di sana.

Vano mengalihkan matanya, menatap Aycel yang sudah berdiri di sampingnya.

"Pulang?"

Aycel menatap Vano lantas mengangguk. Matanya menatap ke arah Rain yang masih menatap Gio.

"Babu! Gendong Aycel!"

Rain yang merasakan tepukan di pundaknya menoleh. Mendapati wajah Aycel yang tengah tersenyum.

Tunggu, seperti ada yang aneh. Namun apa?

"Tadi Lo manggil gue apa?"

Aycel terdiam, lantas tersenyum. Dirinya sudah siap untuk meloncat. Rain sudah menatap was was ke arah Aycel.

Aycel meloncat ke arah Rain yang sudah siap dengan kewaspadaannya.
Jika saja tak memiliki reflek bagus, sudah pasti mereka akan terjatuh.

"Babu,"

"Heh! Tau dari mana babu?!"

"Udah lama ih. Ayok babu jalan! Go!"

Rain mendelik namun tak lantas dirinya berjalan ke arah mobil mereka terparkir. Sedangkan Vano menatap diam namun ada senyuman tipis di bibirnya.

Dirinya mengikuti dimana dua orang di depannya berjalan. Namun saat berhenti dan menoleh, dirinya tersenyum miring.

Biarkan ini menjadi misteri hingga waktunya tiba.

•••

Di sebuah mobil, terolah sepasang manusia yang sedang menuju suatu tempat.

Terlihat Melden sedang tertidur. Gio menggeram tertahan. Mencekam Stir mobil erat. Menahan emosi yang siap meledek.

Dirinya menghela nafas perlahan. Menatap ke arah jalanan yang nampak lenggang. Emosinya memuncak begitu saja ketika melihat gadis di sampingnya menangis.

Cengkraman nya mengendur. Lantas sebelah tangannya di gunakan untuk mengelus kepala Melden yang tertidur karna lelah menangis.

Dirinya akan pergi ke rumah milik Melden untuk mengantarkan gadis itu.

Benaknya kembali memutar kejadian yang baru saja terjadi. Kecenderungan dirinya di curigai membuatnya menggeram marah.

Memang siapa mereka hingga lancang untuk berfikir terkait dirinya.
Gio menjalankan mobil nya dengan menambahkan kecepatannya. Biarkan dirinya berfikir tenang.

•••

Percayalah bagi seseorang yang mengenal jelas, maka tau ada sesuatu berbeda.

"Dia Gio,dalam wujudnya. Namun tidak dengan dalamnya" -Raindza Egnio Gemano

1/10/21 (Revisi)Where stories live. Discover now