16/9/21

5 3 0
                                    

Gio berjalan di sepanjang lorong kelas 10. Dirinya berangkat terlalu pagi.

Memang sengaja untuk menghindari kontak mata dengan sang papah.

Semenjak kejadian dirinya dan sang papah berantem hebat, papah nya itu sering terlihat di rumah.

Beberapa kali memergoki sang papah yang memperhatikannya. Ada rasa tak nyaman jujur saja. Terlebih baru kali ini sang papah ada di rumah secara lama.

Sedari dulu, dirinya tumbuh seorang diri tanpa ada dampingan orang tua, hanya ada bibi yang merawatnya serta satu baby sitter.

Karna itu juga dirinya terbiasa sendiri, namun sampai dimana ketika dirinya pergi ke taman bertemu dengan Rain dan Vano serta baby sitter mereka masing-masing.

Dari situ mereka sering bertemu, lagipun para baby sitter berteman baik satu sama lain semakin mudah bertemu untuk ketiganya.

Dirinya berjalan sambil merapikan seragamnya, hingga seseorang menabraknya dan terjatuh.

Gio menatap seseorang yang jatuh. Kini orang itu juga menatap nya dengan pandangan ketakutan.

Gio mengernyitkan dahi nya. Menatap heran perempuan didepannya ini dengan pandangan aneh.

Jelas wanita di depannya menampilkan raut takut, terlihat dari matanya.

Gio mengulurkan tangannya, namun di abaikan begitu saja.
Perempuan yang tadi jatuh terduduk kini mulai sadar, dan bangun dari duduk nya.

Lantas menjalankan dirinya sambil menunduk.

"Misi,"

Gio menatap di mana gadis itu terus berjalan secara cepat. Seperti pernah melihat, namun siapa?

Dirinya lupa tapi hatinya mengatakan bahwa gadis itu dekat dengannya dulu.

Mengenyahkan pikirannya yang terus terpaku dengan wajah imut itu, Go melangkah menemui kedua sahabatnya yang ada di kantin.

Kedua sahabatnya itu mengabari bahwa mereka ada di kantin karna berangkat pagi dan akan ada rapat OSIS.

Sekolah nampak lenggang karna kini pukul 06.30 yang dimana masih ada satu jam lagi menuju bel berbunyi.

Gio berjalan di mana atau meja sudah terisi oleh kedua orang sahabatnya.

Terlihat nasi goreng di atas meja serta dua gelas teh hangat.

Gio menduduki salah satu kursi tepat di samping Vano yang tengah makan nasi goreng nya.

"Kenapa?"

Gio menatap ke arah Rain yang tengah memakan kacang kupas hingga banyak sampah kulit kacang berserakan.

"Lilin udah balik loh, baru tau kan Lo pada?"

Uhuk uhuk

Gio membantu Vano ketika pria itu tersedak oleh nasi goreng, memberikan teh hangat milik pria itu hingga di minum tandas.

"Serius?!"

"Emm, iya. Setau gue sih soalnya kemarin kan lagi ngecek nama anak baru, terus Nemu nama dia,"

"Kok gak ngabarin,"

Yang di tanya hanya mengangkat bahu nya acuh. Melanjutkan makan kacang nya yang tertunda.

Jujur saja Aycel itu menyebalkan, tidak akan ada hari tenang bagi Rain jika ada Aycel.

Meski begitu mereka berdua saling menyayangi satu sama lain. Bentuk keributan mereka semata mata karna menunjukkan rasa sayang agar menjadi dekat.

Vano terdiam membisu, sudah sejak lama dirinya tak dapat menghubungi gadis kecil itu.

Gadis kurus dengan warna pastel yang selalu melekat.

Semenjak kepindahannya ke Bandung, membuat mereka bertiga sudah tak dapat menghubungi. Bahkan tidak ada pembicaraan mengenai 'Lilin'

"Lilin siapa?"

Pertanyaan polos dari Gio membuat Rain dan Vano mendelik.

Padahal di antara mereka bertiga, Gio adalah orang yang paling dekat dengan Aycel. Lalu, apa-apaan ini?!

"Lo lupa? Aycel? Si cewek kecil kerempeng. Yang barangnya serba warna pastel. Gebetannya Vano tapi lebih Deket ke Lo.
Lo lupa?"

Vano mendengus, lantas melempar tumpukan kulit kacang ke arah Muka Rain.

Anak itu memang. Tak akan pernah bisa akur.
Yang satu jail yang satu suka ngejek.

Gak akan pernah bisa bersatu antara Rain dan Aycel.

Rain yang mendapatkan serangan tiba tiba langsung saja mendelik. Menatap Vano yang fokus kembali terhadap makanan nya.

Gio mencoba untuk mengingat kembali. Siapa itu Raycelyn dan bagaimana bentuknya.
Sepertinya dirinya ingat. Walau sedikit tak yakin bahwa tadi dirinya tabrak adalah Aycel.

"Kayaknya gue inget, t-tapi tadi ada cewek yang sama kayak Lo ciri-ciri. Tapi natap gw takut gitu,"

Rain mengerutkan dahinya. Aycel gak mungkin takut dengan Gio terkecuali ada satu hal yang gak beres, jika memang yang Gio tabrak tadi adalah Aycel.

Sudah di bilang, Aycel itu sangat dekat sama Gio di banding oleh Vano yang di mana gebetannya.

Gio itu Hero nya Aycel, jadi kecil kemungkinan jika gadis itu takut dengan Gio karna ada yang lebih di takutkan lagi oleh Aycel. Tentu saja si pemarah Vano.

"Kayaknya gak mungkin Aycel natap Lo takut. Salah orang kali,"

"Tapi sesuai kok sama ciri ciri yang Lo gambarin. Di make tas biru pastel, pake bando biru pastel juga. Kurus, tapi mukanya imut, rambutnya di ikat jadi satu,"

Rain menatap Vano yang diam terbengong. Menatap kedepannya dengan pandangan kosong.

Rasanya tidak mungkin sekali, kecuali...

"Ada yang gak beres,"

Rain mengangguk kepalanya. Benar kata Vano, ada yang gak berek ketika gadis itu pergi.

Terlebih sudah hampir 7 tahun gadis itu pergi, pasti banyak yang terlewati di antara mereka berempat.

1/10/21 (Revisi)Where stories live. Discover now