Chapter 1

15.1K 579 18
                                    

Hari pertama sekolah. Apa yang lebih membosankan dari hari pertama? MOS alias Masa Orientasi Siswa. Beberapa minggu sebelum masuk sekolah aku membayangkan MOS akan diisi dengan kakak kelas yang sok senior, sok galak, sok jago, sok cantik, sok ganteng, dan sok-sok lainnya. MOS yang nantinya pasti akan diisi dengan perintah-perintah aneh para panitia, disuruh bawa ini-itu, pakai ini-itu. Ternyata, aku salah. Iya, sekolah ini terlalu malas untuk masa orientasi seperti itu. Kami hanya disuruh bawa papan nama dari karton yang bertuliskan nama, tanggal lahir, dan nama kelompok. Rambut dikepang 2 untuk perempuan dengan pita merah-putih dan ikat kepala merah-putih untuk laki-laki. Sudah. Begitu saja. Dan ternyata ini lebih membosankan.

Kegiatan MOS kali ini hanyalah pengenalan lingkungan sekolah, sejarah sekolah, semacam promosi ekskul yang diwakili masing-masing anggota ekskulnya. Mereka berkeliling tiap kelas, berusaha untuk menampilkan yang terbaik untuk menarik minat para siswa baru bergabung dengan mereka. Ada yang berusaha sok asik, berusaha melucu namun jadinya malah garing, ada pula yang grogi sehingga membuatnya kebingungan sendiri di depan sana saat menjelaskan tentang kegiatan ekskulnya. Juga perkenalan para panitia dan anggota OSIS yang sepertinya lebih memilih bersantai di kantin ketimbang keliling kelas untuk perkenalan berkali-kali.

Pastinya di setiap sekolah ada primadonanya. Dari hasil pengamatanku, untuk angkatanku ini primadonanya ada 3 orang, yaitu Renata Alexandra, Rosaline Mahessa, dan Indriani Pratiwi. Mereka bertiga seringkali dibicarakan oleh teman-teman sesama siswa baru ataupun oleh para panitia. Aku sendiri berada dalam kelompok yang sama dengan Rosaline Mahessa, namun katanya panggil saja Ocha. Kami tertawa saat mengetahui kalau nama panggilan kami hampir sama.

Untuk laki-lakinya, aku tidak tahu siapa yang diidolakan oleh para junior maupun senior. Namun, beberapa siswi di dekatku seringkali kasak kusuk tidak karuan tiap kali berhubungan dengan nama Daniel dan Andre. Jujur saja aku tidak tahu seperti apa rupa 2 orang tersebut. Entahlah, aku sama sekali tidak tertarik untuk mencari tahu.

Namaku Alisha Az-zahra, panggil saja Caca. Aku kelahiran 11 Agustus tahun sekian. Aku salah satu siswi baru di sekolah ini dan sedang mengikuti MOS seperti siswa(i) senasib lainnya. Aku duduk di lantai kelas mendengarkan guru di depan yang entah sedang mengoceh apa, aku tidak bisa konsentrasi karena mengantuk dan bosan. Aku mengedarkan pandanganku ke sekitar dan mendapati perempuan 2 baris di depan sisi kananku sedang berusaha untuk tetap konsentrasi meski nampak sekali kalau dia juga sama mengantuknya denganku. Terkadang dia menutupi mulutnya kala dia menguap. Mungkin dia sadar kalau sedang diperhatikan, dia memalingkan wajahnya ke arahku dan tersenyum seraya mengedipkan matanya kemudian kembali menghadap ke depan. Aku tidak dapat menyembunyikan senyumku.

~

MOS selama 3 hari akhirnya berlalu juga dan tibalah pembagian kelas dan perebutan posisi duduk di kelas. Posisi menentukan prestasi, entah siapa yang mengutarakan demikian. Aku dan beberapa siswa lain datang lebih pagi ke sekolah untuk mencari posisi duduk yang strategis di kelas yang sudah ditentukan oleh pihak sekolah. Aku melihat kertas yang sepertinya ditempelkan di tiap kelas X. Aku mencari namaku hingga kelas X-3 dan di sana tertulislah namaku dan beberapa teman sekolompokku kemarin. Aku segera masuk ke kelas yang untungnya baru diisi oleh 5 siswa dan aku segera menuju barisan ke-4, meja ke-3 dari depan. Tidak ada yang menempatinya, syukurlah. Aku melemparkan tasku ke atas meja, kemudian duduk bersandar ke tembok. Entah siapa yang akan menjadi teman semejaku nanti.

"Hei, kamu sendirian?" tanya seorang perempuan dengan potongan rambut sebahu yang kini berdiri di dekat mejaku. Aku ingat dia, Tara Adrianna. Teman sekelompokku sewaktu MOS selama beberapa hari kemarin. Aku mengingatnya karena badannya sangat tinggi, aku saja harus mendongak sampai pegal saat berbicara dengannya.

"Iya. Kenapa? Kamu mau duduk denganku?" sahutku sambil menatapnya.

"Kalau kamu tidak keberatan," ucapnya datar.

"Silahkan," ucapku mempersilahkan dia untuk duduk di bangku yang kosong.

"Thank you," ucapnya sembari menganggukkan kepala. Dia segera duduk kemudian mengeluarkan buku dan alat tulis lainnya, "menurutmu hari ini kita akan langsung belajar?" imbuhnya seraya memalingkan wajahnya ke arahku.

"Mungkin. Sepertinya wali kelas yang akan pertama kali masuk, untuk menentukan kepengurusan kelas, jadwal piket," sahutku seraya mengeluarkan buku dan menata alat tulisku di atas meja.

"Kamu sudah menentukan ekskul yang akan diikuti?"

"Belum. Yah sejujurnya aku tidak berminat untuk mengikuti ekskul apapun."

"Kenapa?"

"Aku malas saja. Aku takut tidak bisa membagi waktu antara kegiatan ekskul dan waktu belajar, waktu istirahat, waktu santai, waktu memanjakan diri."

"Hmm oke," sahutnya singkat.

Dalam waktu yang singkat kelas sudah terisi penuh oleh teman-teman yang akan belajar bersama dalam 1 kelas selama 1 tahun ke depan. Aku berkenalan dengan teman-teman yang duduk di depan kami, Amelia dan Miranda. Sedangkan yang duduk di belakang kami ada Renata dan Rendy. Semuanya nampak normal, semuanya nampak biasa saja. Masa SMA yang katanya masa yang paling indah akan segera dimulai.

~

"Kamu mau ke kantin bersamaku?" tanya Tara saat bel istirahat baru saja berdentang. Guru saja belum keluar kelas, pikirannya sudah tiba di kantin duluan.

"Yuk deh, aku lapar. Tadi pagi tidak sempat sarapan," sahutku sembari memasukkan semua buku dan alat tulisku ke dalam tas. Aku mengambil dompetku dan menyusul Tara yang berjalan perlahan ke arah pintu kelas.

"Kenapa tidak sarapan?" tanya Tara sembari mengiringi langkahku bersisian menuju kantin.

"Aku seringkali tidak sempat sarapan karena sering bangun kesiangan, rebutan kamar mandi dengan kakakku tapi tadi pagi sih tidak karena dia sudah tidak tinggal di rumah lagi," sahutku.

"Lantas, apa alasan tadi pagi tidak sarapan?"

"Buru-buru berangkat ke sekolah supaya bisa mendapatkan tempat duduk yang strategis."

"Kenapa tadi pagi tidak ke kantin setelah mendapatkan bangku?"

"Takut ada yang memindahkan tasku," sahutku seraya menaikki anak tangga menuju kantin Bunda, "lagipula kalau tadi aku ke kantin, belum tentu kamu yang akan duduk di sampingku," imbuhku.

"Hmmm oke, sebagai ucapan terima kasih karena kamu tadi pagi tidak ke kantin dan duka cita karena kamu kelaparan, aku traktir kamu makan kali ini."

"Hah? Seriusan?"

"Iya, hayuk. Nanti aku berubah pikiran nih, kamu yang harus traktir karena kita tidak kebagian tempat duduk," ucap Tara seraya menarik tanganku masuk ke kantin yang sudah mulai penuh, "kamu duduk duluan saja, biar aku yang pesan. Kamu mau makan apa?" imbuhnya.

"Nasi goreng, minumnya es teh manis," jawabku setelah melihat menu yang tersedia, "makasih, Tara," imbuhku saat dia beranjak pergi untuk memesan makanan.

Aku memperhatikan sekitarku dan mendapati di kantin ini banyak diisi oleh para siswi, hanya beberapa siswa saja yang ada di sini. Sepertinya sudah jadi ketentuan tidak tertulis di sekolah ini, kalau kantin ujung diperuntukkan bagi para siswa dan yang lainnya untuk para siswi. Tidak jauh dariku duduk 2 orang primadona baru di sekolah ini, Renata dan Ocha. Ocha melihat ke arahku dan dia menyapaku sambil melambaikan tangan, aku balas melambaikan tanganku sambil tersenyum. Sepertinya mereka berteman sejak lama. Dua orang dengan sikap dan pembawaan yang berbeda. Aku jadi iri dengan mereka, karena aku tidak pernah punya teman yang sangat dekat denganku. Semoga saja Tara bisa menjadi temanku walau mukanya jutek sekali, seperti Renata.

~

Hari pertama sekolah terasa melelahkan dengan 3 jam mata pelajaran untuk Fisika. Terima kasih, guruku.

Denial (GXG)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang