Chapter 19

2.1K 239 5
                                    

"Selamat ulang tahun, Nak," ucap Mama pagi ini sembari mencium kedua pipiku. Mama masuk ke kamarku sembari membangunkanku. Tercium wangi shampo saat rambut hitamnya yang basah menyapu wajahku dan sedikit membuat hidungku terasa gatal. Aku segera bangun dan duduk di tepi tempat tidurku.

"Terima kasih, Ma," sahutku seraya memeluknya, "kadonya mana?" imbuhku sambil tersenyum dan mengerjapkan mataku.

"Masih di toko. Sudah besar kok minta kado?!"

"Ya biarin, kan aku tetap saja masih anak Mama."

"Kado dari Mama sama Papa nanti, ya."

"Tara bercanda doang kok, Ma. Tapi kalau beneran ada ya boleh juga."

"Hmmm maunya. Yuk bangun, sebentar lagi adzan shubuh."

"Iya, Ma."

"Selamat ulang tahun, adikku tersayang!" seru Kak Amel seraya masuk ke kamarku bersama Andra. Mereka berdua masih memakai baju tidur saat memasuki kamarku, kemungkinan besar mereka juga baru bangun tidur dan hanya cuci muka saja.

"Aku tidak disayang nih, Kak?" protes Andra sembari memalingkan wajahnya menatap Kak Amel dengan raut wajah seolah terluka.

"Kamu kesayangannya Tara," ucap Kak Amel seraya mengacak rambut Andra. Aku dan Mama cuma tertawa melihat mereka berdua. Mama segera keluar dari kamarku setelah menciumi satu persatu anak-anaknya yang pagi ini berkumpul di kamarku.

"Selamat ulang tahun, Kakakku tersayang tercinta terbaik," ucap Andra seraya memeluk dan mencium pipiku. Dia menyikut pelan Kak Amel untuk mendahuluinya.

"Terima kasih, saudara-saudaraku tersayang. Aku sayang kalian sama rata," ucapku seraya memeluk Andra sambil tersenyum pada mereka berdua.

"Nih kado buat Kakak," ucap Andra seraya menyerahkan bingkisan kado padaku. Aku mengguncangkan kado berbungkus kertas warna hitam yang cukup berat ini.

"Apa ini?" tanyaku.

"Buka saja," ucapnya sambil duduk di sampingku seraya tersenyum ke arahku.

Aku membuka kado dari Andra dengan antusias di atas tempat tidurku. Andra memberiku sepatu namun cuma sebelah kiri saja. "Nice," ucapku sambil tertawa.

"Ini kado dari Kakak buat kamu," ucap Kak Amel seraya menyerahkan bungkusan kado yang sama beratnya. Aku langsung membukanya dan mendapatkan sepatu sebelah kanan, berpasangan dengan kado dari Andra. Rupanya mereka patungan membelinya dan memutuskan untuk memberikannya masing-masing satu.

"Thank you. Kalian masih ingat saja kalau aku naksir dengan sepatu ini saat kita jalan-jalan kemarin. I love you so much, My beloved siblings," ucapku seraya memeluk dan menciumi mereka.

"Oke, oke, cukup. Yuk shalat shubuh dulu, sudah adzan. Nanti dimarahin Mama," ucap Kak Amel seraya membuka pintu kamarku. Aku dan Andra mengikutinya keluar kamar dan segera mengambil wudhu untuk shalat. Andra segera menyusul Papa untuk shalat berjamaah di mesjid dekat rumah.

Setelah mandi, aku membuka ponselku dan mendapati beberapa chat dari teman-teman yang mengucapkan selamat ulang tahun untukku. Namun tidak ada satupun yang aku baca, nanti saja sekalian aku membalasnya dengan ucapan terima kasih. Aku membawa ponselku turun ke bawah dan meletakkannya di atas meja ruang tengah. Papa yang sudah pulang dari mesjid duduk di sofa sambil menonton TV yang menyiarkan acara dakwah.

"Pagi, Pa," ucapku seraya duduk di sampingnya.

"Pagi, Nak. Selamat ulang tahun, ya. Kadonya menyusul," ucap Papa seraya mencium keningku. Aku tersenyum dan mengucapkan terima kasih pada orang terhebat dalam hidupku ini. Meski jarang memiliki waktu bersama kecuali pagi dan malam hari saja, tapi beliau sangat peduli dan perhatian dengan keluarga kecilnya ini.

Denial (GXG)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang