Chapter 31

1.7K 202 25
                                    

I hate Mondays.

Aku mengunci pintu rumah dan memastikan tidak ada yang tertinggal sebelum berangkat kerja. Aku mampir menjemput Yulia yang tempat tinggalnya searah menuju kantor dan tidak terlalu jauh dari kediamanku. Aku mendapati dia sudah siap dan bergegas masuk ke dalam mobilku begitu aku tiba di depan kontrakannya. Aku segera menjalanku mobilku menuju kantor dan berharap semoga hari ini berjalan seperti biasanya.

Biasanya berisik dengan gosip dari rekan kerja.

Biasanya banyak kerjaan.

Biasanya bos ngomel melulu.

"Ta, jadi Sabtu nanti ke Jakarta menemani Nuga?"

"Iya jadi. Aku menginap di tempat temanku, kebetulan rumahnya tidak terlalu jauh dari hotel tempat acara."

"Kenapa tidak menginap di hotel saja?"

"Malas, Yul. Keluarga Nuga juga ada yang menginap di sana."

"Iya juga. Pasti bakalan ditanyain macam-macam padahal kalian berdua sih seperti kucing sama anjing. Udah pasti si Nuga yang anjing," ucapnya sambil tertawa. Tanpa bermaksud menghina namun terdengar seperti hinaan. Aku ikutan tertawa dan membayangkan ekspresi Nuga setiap kali Yulia berkata seperti itu di depannya. Candaan yang tidak pernah dimasukkan ke dalam hati.

Begitu tiba di kantor, aku dan Yulia segera menuju meja kerja masing-masing dan bersiap memulai hari. Aku duduk di kursiku seraya menyalakan perangkat komputerku dan memerhatikan jam di dinding. Masih ada waktu sekitar lima belas menit lagi sebelum berjibaku dengan berbagai laporan. Aku beranjak dari kursiku dan menghampiri Ika yang datang berbarengan denganku dan Yulia tadi.

"Ika, kado yang pas untuk orang yang baru nikah apa, ya?" tanyaku sembari bersandar di mejanya.

"Form surat cerai," sahutnya sambil tertawa pelan.

"Si bego," ucapku sambil tertawa, "seriusan ah. Aku bingung mau kasih kado apa untuk sepupunya Nuga," imbuhku seraya menyilangkan tangan di depan dadaku, bukan dada Ika. Enak itu sih jadinya.

"Kamu ingin kasih kado karena itu keharusan atau merasa tidak enak kalau tidak memberikan kado padahal kamu juga tidak kenal dengan mempelainya?"

"Karena dia sepupu Nuga."

"Biar Nuga yang mikir, Ta. Aku rasa dia juga tidak berniat untuk memberikan kado apapun. Please, Ta, kalian cuma pasangan pura-pura. Jangan terlalu mendalami karakter ah."

Iya juga, ya. Kenapa aku repot mikirin untuk kasih kado? Aku segera beranjak pergi menuju mejaku kembali dan mendapati kopi yang dijanjikan Nuga telah tersedia lengkap dengan Nuga yang duduk sambil tersenyum di kursinya menungguku. Kesurupan apa lagi nih orang? Biasanya kayak reog tiap pagi.

Aku segera duduk dan menyeruput kopiku dengan nikmat sembari mengetikkan password untuk login di komputerku. Aku melirik Nuga yang kini mendekatkan kursinya ke arahku masih dengan senyumannya yang kini terkesan creepy. Aku berusaha mengabaikannya dan menyiapkan apapun yang aku butuhkan untuk memulai pekerjaanku hari ini. Namun, senyuman dan tangannya yang kini juga beranjak menarik pelan lengan bajuku berkali-kali membuatku menyerah dan akhirnya memalingkan wajahku ke arahnya tanpa ekspresi apapun.

"Ta, beli baju batik couple yuk untuk hari Minggu nanti. Aku yang bayar deh. Biar kita kelihatan lebih meyakinkan sebagai sepasang kekasih," bisiknya pelan untuk menghindari ada yang menguping pembicaraan kami karena dapat menimbulkan gosip yang bisa sampai ke gedung sebelah. Oh trust me, kami di sini pun bisa tahu gosip yang ada di gedung sebelah.

"What the?? Niat banget sih, Nu," protesku dengan suara berbisik.

"Please. Setidaknya aku juga kasih kamu pengalaman untuk pergi ke sebuah acara dengan pakaian couple. Ya ya, mau, ya," bujuknya dengan senyuman dan mata yang mengedip berkali-kali dengan cepat. Cacingan nih orang?

Denial (GXG)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang