Chapter 40

1.3K 132 44
                                    

Tara mengajakku pergi ke cafe yang sebelumnya pernah kami datangi saat Ocha ada di Bandung. Sama seperti sebelumnya, cafe ini tidak terlalu banyak pengunjungnya. Gak laku apa, ya?

Gak deng, becanda.

Mungkin cafe ini tidak seramai cafe lainnya karena letaknya yang tidak berada di pusat kota dan jauh dari kawasan ramai. Jadi mungkin yang tahu keberadaan cafe ini hanya orang-orang yang kerja di sekitar sini atau mereka yang melewati daerah sini. Tapi, biasanya kita memang tidak akan tertarik untuk mampir kalau cafe tersebut tidak terlihat ramai pengunjung. Mungkin, karena tampilan eksterior cafe ini tidak terlihat menarik. Aku bahkan tidak tahu kalau ini adalah cafe kalau hanya melihat dari tampilan luarnya.

Kami segera masuk dan memilih meja yang agak jauh di belakang agar sedikit privasi. Aku sudah mengabari Bima kalau akan pergi dengan Tara setelah pulang kerja namun aku tentu saja tidak mengatakan tujuan dari 'pertemuan' ini. Bima hanya akan menganggap ini kegiatan dua orang teman yang sedang melepaskan penat setelah seharian bekerja.

"Bagaimana kabar, Ocha?" tanyaku setelah selesai memesan minuman dan cemilan. Aku tentu saja berkabar dengan Ocha karena apa gunanya bertukar kontak kan? Ocha memberitahu nomor barunya segera setelah dia memilikinya.

"Baik. Kamu tahu kalau dia dan Rain sudah jadian?" ucap Tara sambil tertawa kecil.

"Oh ya? Kapan? Kok bisa?" tanyaku penasaran. Aku tidak heran kalau Ocha tidak cerita padaku karena kami memang tidak sedekat itu apalagi bertahun-tahun tanpa komunikasi.

"Di hari keberangkatan Ocha. Rain menyusul Ocha ke bandara dan sebelum Ocha sempat masuk untuk check-in, Rain berhasil menemuinya dan mengajaknya bicara. Mereka jadian di cafe bandara, tepat di hari Ocha pergi meninggalkan Indonesia. Baru jadian bukannya menikmati hari-hari bersama malah langsung LDR," jawab Tara sembari tersenyum dan menggelengkan kepalanya seolah tidak percaya dengan apa yang telah terjadi. Aku pun mungkin akan tidak akan percaya kalau saja aku tidak mengenal mereka.

"Bukannya Rain sudah punya pacar, ya?" tanyaku. Aku ingat Ocha cerita tentang hal itu dan itu juga salah satu alasan Ocha pergi tanpa mengabari Rain.

"Yup! Mereka putus sehari sebelumnya, bahkan dia yang hmm apa ya, bukan memberi semangat sih, tapi kayak dia yang membuka mata Rain dan meyakinkan Rain kalau dia tidak segera menyatakan perasaannya pada Ocha, dia akan kehilangan Ocha selamanya," jawab Tara seraya bersandar di kursinya, "dan Rain langsung menurutinya. Gila sih, sejak dulu sampai sekarang, semua orang bisa melihat dengan jelas perasaan mereka terhadap satu sama lain seperti apa, tapi merekanya seperti itu," imbuhnya.

"Wow! Mereka tinggal bersama selama di Jogja, kan? Rain dan Ocha maksudku."

"Iya. Kebayang bagaimana sepinya itu apartemen setelah Ocha di Aussie. Tapi, Rain juga sudah mulai sibuk bolak balik ke New York mengurus bisnisnya dengan Bunda di sana. Satu atau dua bulan lagi dia akan ke Aussie mengunjungi Ocha."

"Lantas bagaimana dengan mantan pacar Rain?"

"Yara? Kata Rain sih mereka tetap berteman walau jarang bertemu karena yah begitu lah, katakanlah masih butuh waktu untuk menyesuaikan diri. Daaan, ternyata Yara itu adiknya Ocha."

"Hah? Bukannya adiknya Ocha namanya Kinanti?"

"Long story short, Papinya Ocha dulu sempat selingkuh, nikah siri gitu walau akhirnya cerai. Ibunya Yara sudah kawin lagi," jawab Tara yang kemudian menceritakan secara singkat bagaimana akhirnya bisa ketahuan kalau Yara adalah adik Ocha dan bersamaan dengan pesanan kami diantarkan.

"Aku iri dengan kedekatan kalian. Kalian saling tahu kabar masing-masing meski berjauhan. Aku malah tidak lagi berhubungan dengan teman-teman sekolah dulu."

Denial (GXG)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang