Chapter 4

3.8K 360 3
                                    

"Ta, nanti latihan basket kan?" tanyaku sembari mengerjakan tugas Sejarah yang diberikan Bu Emi.

"Iya, seperti biasa. Temani aku latihan, ya," sahutnya sambil menoleh ke arahku.

"Boleh menolak tidak?" tanyaku iseng. Raut wajahnya seketika berubah.

"Kamu tidak mau menemani aku latihan lagi, Ca?" ucapnya sembari mengernyitkan keningnya, "aku ada salah sama kamu?" imbuhnya.

"Bercanda, Ta. Ya pastilah aku mau temanin kamu latihan," ucapku sambil menahan ketawa.

"Memangnya kamu tidak bosan cuma duduk diam di pinggir lapangan memperhatikan dia latihan, Ca?" tanya Renata dari arah belakangku. Aku sontak balik badan menghadap Renata yang menunggu jawabanku begitupun Tara.

"Tidak, Tara mainnya jago sih. Apalagi kalau lagi tanding, seru nontonnya. Coba deh nanti sore kamu ikut nonton Tara latihan, kebetulan sore ini ada sparing dengan SMA lain. Ya kan, Ta?"

"Iya, nonton saja kalau mau. Kan Ocha juga anggota tim inti," jawab Tara sambil mengingatkan kalau Ocha, sahabat Renata, juga anak ekskul basket seperti dirinya.

"Oke, nanti sore aku nonton. Jam berapa?"

"Jam 4 sore."

"Oke," sahut Renata dan mengakhiri percakapan singkat kami karena kembali fokus menekuni tugas yang harus dikumpulkan sebelum bel pulang berbunyi.

~

Aku dan Tara tiba di sekolah jam 3 lewat sedikit, kami agak terlambat karena ada kecelakaan di jalan menuju sekolah yang menyebabkan lalu lintas sedikit terhambat. Aku segera menuju bangku tempat aku biasa duduk sambil menyapa beberapa anak ekskul basket lain yang telah mengenalku karena aku yang selalu menemani Tara latihan. Mereka juga berkali-kali menawariku untuk ikut ekskul basket tapi aku selalu menolak karena aku memang tidak suka kegiatan yang melibatkan fisik. Aku lebih suka jadi penonton dan penyemangat sekalian cuci mata karena banyak anak ekskul lainnya.

Tara melepas jaketnya dan menyerahkannya padaku. Aku langsung melipat dan meletakkan di bawah tasnya. Dia sedang memakai sepatunya saat aku mengeluarkan handuk kecil dari dalam tasnya bersamaan dengan air minum yang selalu disiapkannya setiap kali latihan. Setelah selesai memakai sepatu, dia segera berdiri, berlari di tempat sejenak untuk memastikan sepatunya sudah nyaman untuk digunakan. Karena hari ini sparing, mereka memakai jersey sekolah yang digunakan khusus untuk sparing. Jersey basket warna hitam dengan aksen putih, dan nomor punggung yang tercetak dengan warna putih. Jersey milik Tara bernomor punggung 9, angka kesayangannya.

"Aku pemanasan dulu. Titip, ya," ucapnya seraya melangkahkan kakinya menuju ke pinggir lapangan, tempat teman-temannya sudah berkumpul. Mereka sedang bersiap untuk pemanasan, sementara di seberang lapangan sana lawan tanding mereka juga sedang melakukan pemanasan.

Aku merapikan sandalnya yang berantakan dan menyimpannya di bawah bangku yang aku duduki. Aku kembali memperhatikan tim basket sekolahku yang sedang melakukan pemanasan dipimpin oleh kapten tim. Tidak lama Renata datang sesuai janjinya tadi siang saat di kelas, sepertinya dia tidak datang bersamaan dengan Ocha. Mereka bersahabat sejak kecil, setidaknya itu yang Renata pernah sampaikan, dan sangat akrab meskipun berbeda kelas. Sifat mereka pun berbeda, Renata sosok yang pendiam, persis Tara, sedangkan Ocha sangat periang dan mudah akrab dengan siapapun.

"Hai," sapaku pada Renata yang langsung duduk di dekatku. Dia mengenakan celana pendek selutut, hoodie, dan sandal. Sungguh sangat santai penampilannya.

"Hai," sahutnya sambil menyandarkan punggungnya ke bangku, "kata Ocha kamu selalu menemani Tara latihan dan duduk diam di bangku yang sama, tidak pernah kemana-mana," imbuhnya.

Denial (GXG)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang