Chapter 27

2K 239 29
                                    

Aku. Menyatakan. Perasaan. Pada. Tara.

Tarik nafas
Buang perlahan
Ulangi tiga kali

Aaaaaaaaaaaarrrrrggggggghhhhhhh !!!!!

Aku pasti sudah gila. Bagaimana mungkin aku bisa memiliki keberanian untuk menyatakan perasaanku padanya? Jantungku bahkan berdebar kencang setiap mengingat peristiwa tadi siang. Namun ada perasaan lega dan bahagia karena bisa mengungkapkan perasaanku padanya.

Aku harus bersikap bagaimana kalau bertemu dengan Tara lagi nanti? Kenapa aku tiba-tiba merasa malu? Apa aku harus menghindarinya? Aku takut dia marah karena aku tiba-tiba menyatakan perasaanku seperti itu.

Astaga, apa sih yang ada di pikiranku? Saat hubunganku dengan Tara sudah mulai membaik kembali, aku malah mengacaukannya. Bagaimana kalau malah setelah ini Tara yang menjauhiku? Aku harus bagaimana?

~

Kenapa libur sekolah sangat singkat?

Semester ini kelas XII akan ada bimbel pagi yang artinya nanti kami harus datang lebih pagi ke sekolah, sedangkan sore harinya mengikuti bimbel di luar sekolah bagi yang ikutan bimbel seperti di GO dan tempat bimbel lainnya. Tapi, udah sih GO yang paling terkenal. Aku ingin ikutan tapi lokasinya sangat jauh dari rumah dan tidak ada yang antar-jemput.

Aku bangun lebih pagi dari biasanya karena pagi ini aku punya misi. Misi menghindari Tara. Setelah selesai berpakaian, aku segera berangkat sekolah.

"Kok tumben jam segini sudah berangkat? Tidak kepagian? Tara juga sepertinya belum datang," tegur Mama saat melihat aku yang sudah siap berangkat.

"Caca hari ini berangkat sendiri, Ma. Sudah, ya, Ma. Berangkat dulu. Assalamu'alaikum," pamitku seraya mencium tangan Mama dan langsung kabur keluar rumah.

Aku berjalan agak cepat menuju gerbang komplek dan mencari ojek yang biasa mangkal di dekat sini. Untungnya ada ojek yang sedang mangkal dan aku minta segera diantarkan ke sekolah. Oke tahap pertama menghindari Tara dengan tidak berangkat sekolah bareng, selesai.
Begitu tiba di sekolah, aku jadi siswa pertama yang menginjakkan kaki di lingkungan sekolah. Sungguh sebuah pencapaian yang luar biasa di tahun terakhir aku sekolah di sini. Selamat Caca.

Sekarang aku harus ke mana? Diam di kelas? Di kantin? Perpustakaan? Tidak, perpus belum buka jam segini. Aku memutuskan untuk masuk kelas. Aku duduk di belakang kelas beralaskan karton bekas yang biasa dipakai teman-teman duduk kalau sedang jam kosong. Siapa bilang anak IPA tidak bisa bersenang-senang saat jam kosong? Setidaknya di kelasku tidak ubahnya seperti pasar malam.

Aku duduk sembari menyilangkan kakiku dengan buku di tanganku. Aku asyik membaca materi untuk hari ini tanpa menyadari ada seseorang yang bediri di hadapanku sampai dia mendendang pelan kakiku. Aku menengadahkan kepalaku dan mendapati Ocha berdiri seraya melipat tangan di atas perutnya.

"Tumben kamu duduk di sini. Kata Tara, kamu kabur ke sekolah duluan. Kenapa? Kalian berantem?" tanyanya seraya berjongkok di depanku.

"Hmm tidak berantem kok. Aku cuma ingin berangkat lebih pagi saja," jawabku seraya berpura-pura membaca kembali bukuku.

"Kok tidak mengabari Tara?"

"Kenapa harus mengabari dia?"

"Kan kalian biasa berangkat bareng."

"Aku tidak tahu dia akan menjemput tadi pagi."

"Serius deh, Ca. Kamu kenapa? Kamu tidak sedang sengaja menghindari dia kan?"

"Kenapa aku mesti sengaja menghindari dia?"

"Lah kok tanya aku?"

Aku diam menatap Ocha yang menunggu penjelasanku. Aku memerhatikan suasana kelas yang sepertinya tidak peduli denganku. Mereka sedang sibuk bersiap untuk upacara bendera, mencari topi, dasi, ikat pinggang. Aku menghela nafas menyerah dengan kegigihan Ocha menungguku. Aku menarik dasi Ocha pelan supaya dia mendekat ke arahku.

Denial (GXG)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang