Chapter 21

1.9K 236 23
                                    

Begitu bel istirahat berdentang aku segera keluar dari kelas dengan tergesa-gesa menuju kelas Caca. Aku berusaha untuk tetap terlihat tenang di hadapan yang lain namun aku tidak bisa menyembunyikan perasaanku saat melihat dia berjalan menghampiriku dengan senyuman yang membuat jantungku berdegup lebih cepat dari biasanya. I really like this girl. Aku tersenyum di hadapannya dan hampir saja aku melonjak kegirangan kalau saja aku tidak menahan diri. Dia tertawa saat aku meraih tangannya dan langsung menariknya untuk berjalan bersamaku menuju kantin.

Aku mengabaikan Ocha yang menatapku tajam. Aku mengabaikan Rain yang berdiri bersandar di depan kelasnya menunggu Ocha. Aku mengabaikan Cindy yang berdiri di samping Rain dan menatapku tanpa ekspresi. Aku mengabaikan mereka semua dan hanya peduli dengan seseorang yang kini ada di sampingku. Aku tidak pernah merasa sebahagia ini lagi sejak dia mengabaikanku untuk orang lain.

"Kamu mau makan apa?" tanyaku seraya tersenyum padanya. Aku sepertinya tidak menanggalkan senyuman ini dari wajahku sejak tadi.

"Makan bakso, yuk. Sudah lama kita tidak makan bakso bareng," sahutnya sembari menggandeng tanganku dan mendongak untuk menatapku. Don't look at me with those puppy eyes, you know that I can't say no to you.

"Oke. Yuk makan."

"Kamu berantem dengan Ocha?" tanyanya saat kami duduk menikmati semangkok bakso, "sepertinya kalian tidak saling tegur beberapa hari ini," imbuhnya seraya menuangkan tiga sendok sambal ke dalam mangkuknya. Aku bergidik melihatnya.

"Nggak berantem, kok. Kami baik-baik saja," jawabku seraya menatap mangkok bakso milikku yang kuahnya bening karena tidak tercampur apapun.

"Kamu dekat lagi dengan Caca, Ta?" tanya Ocha saat kami istirahat setelah selesai latihan basket.

"Cuma ngobrol, Ocha. Dia kesepian karena tidak ada pacarnya dan dia tidak punya teman."

"Bagi dia mungkin kamu cuma teman, tapi aku tahu kamu memandangnya berbeda."

"What is your problem?!" sahutku sedikit tidak senang. Aku tahu maksud ucapannya, dia tidak perlu mengingatkanku.

"I had no problem with that. The problem is you and your head."

"What??"

"Ta, aku tahu bagaimana perasaanmu dengannya. Tapi ingat, Ta, dia punya pacar. Dia tidak punya perasaan apapun padamu. Kalau kamu berpikir bisa kembali bersamanya karena pacarnya sudah tidak di sini, kamu terlalu naif."

"Setidaknya aku bisa dekat dengannya lagi."

"Lantas apa, Ta? Kamu tahu tidak ada kesempatan sedikitpun untukmu bisa mendapatkan hatinya. Kamu lupa pembicaraan Rain dan Caca?"

Aku ingat dan aku tahu kalau aku tidak punya kesempatan untuk memilikinya lebih dari teman. Tapi, aku kangen dengan kebersamaanku dengannya. Saat ada kesempatan, kenapa aku harus melewatkannya? Setelah lulus nanti, kami mungkin akan berpisah. Aku mungkin akan menyesalinya nanti.

"Aku hanya ingin bersama dengannya lagi seperti dulu."

"Ta, aku senang melihatmu dulu bahagia saat bersamanya. Tapi, aku, kami teman-temanmu, tahu bagaimana kamu saat dia mulai menjauhimu. Sekarang kamu sudah terbiasa tanpa dia, bahkan kamu sendiri yang bilang akan menjauh dan mencoba menghapus rasamu padanya."

"Lantas? Kamu melarangku berteman dengannya? Kamu tidak punya hak untuk menentukan dengan siapa aku berteman, Rossaline!!"

"Aku tidak melarangmu berteman dengannya! Aku mengingatkan untuk kamu tidak melibatkan perasaanmu saat bersamanya."

Denial (GXG)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang