Chapter 25

1.9K 248 23
                                    

Aku menatap ke arah lapangan basket, memerhatikan tim basket sekolahku yang sedang bersiap untuk tanding persahabatan dengan sekolah lain. Tara, Ocha, dan Cindy tidak ikut bermain karena mereka sudah memutuskan untuk mundur dari tim inti. Tapi mereka tetap duduk di bangku pemain untuk memberikan dukungan pada pemain lainnya. Aku sedikit kecewa karena aku ingin melihat Tara kembali bertanding di lapangan. Aku menatap ke arah Tara yang tertawa bersama Ocha karena sesuatu yang Cindy ucapkan, entah apa, aku tidak tahu. Aku merasa ada rasa sesak di dadaku melihatnya tertawa karena orang lain. Cemburu.

"Menatapnya biasa aja dong, Ca. Kamu seolah ingin membunuh seseorang dengan tatapan seperti itu," ucap Rain mengagetkanku. Hmm ya, aku juga ikut memanggilnya Rain karena kata Tara mereka semua memanggilnya begitu. Aku seketika merasa malu karena terpergok. Aku bahkan tidak menyadari kalau aku menatap ke arah Tara sejak tadi.

"Eh? A-aku biasa aja kok," kilahku seraya mengalihkan pandanganku namun tanpa sadar aku kembali menatap Tara yang sedang fokus dengan pertandingan di lapangan sambil sesekali bicara dengan Ocha dengan raut serius.

"Ah-ha. Kamu cemburu, Ca?"

"Tidak! Aku tidak cemburu dengan Tara!" kilahku cepat dan menyesalinya dalam sekejap. Shit! Aku kelepasan. Aku terdengar sangat defensif.

"Aku tidak menyebutkan nama loh, Ca," ucapnya sambil menahan tawa. Aku makin merasa malu. Rasanya aku ingin ada lubang besar yang bisa menenggelamkanku dan menyelamatkanku dari rasa malu.

"Sejak kapan, Ca?"

"Hmm?"

"Sejak kapan kamu suka dengan Tara?"

Aku kaget dengan pertanyaannya dan sontak memalingkan wajahku ke arahnya. Aku tidak bisa berkata apa-apa meski mulutku terbuka namun aku menutup rapat kembali mulutku dan mengalihkan pandanganku ke lantai.

"Sikapmu cukup menunjukkan kalau kamu suka dengannya. Aku rasa kamu pun menyadarinya, itu makanya kamu bersikap aneh saat di dekatnya," ucap Rain yang langsung membuatku merasa takut.

Apakah Tara juga menyadarinya?

Rain diam menungguku bicara. Aku memukul pelan kedua pahaku karena gugup. Aku menarik nafas dalam kemudian menghembuskannya, aku ulangi beberapa kali hingga aku merasa sedikit tenang. Aku bersandar di bangku yang kami tempati seraya menatap ke arah Rain yang tersenyum padaku. Aku tersenyum canggung padanya. This is so embarassing.

"Aku tidak tahu sejak kapan. Mungkin sejak lama namun aku baru menyadarinya sekarang. Mungkin sejak kita masih sekelas, namun aku mengabaikannya dan menganggap itu hanyalah rasa posesifku terhadap seorang sahabat," sahutku yang membuat wajah Rain menunjukkan ekspresi terkejut. Well, aku pun akan bereaksi yang sama kalau ada di posisinya. Aku memutuskan untuk tidak menyembunyikannya dari Rain. Meski aku tidak terlalu dekat dengannya tapi aku tahu dia bisa aku percaya. Bukankah dia yang tadi menyatakan bahwa dia bisa mengetahui perasaanku pada Tara, sahabatku, hanya dengan memerhatikan sikapku?

"Aku tahu ini salah. Tidak seharusnya aku memiliki perasaan seperti ini pada sahabatku sendiri. Aku bahkan pernah bilang padamu kalau aku tidak menyukai hubungan sejenis seperti ini. Yeah, call me homophobic, but here I am, has a feeling for her own bestfriend. Apakah ini karma?" ucapku sambil tertawa miris. Rain hanya diam mendengarkanku sambil tersenyum menatapku. Dia telah mengubah posisi duduknya ke arahku dan menyandarkan kepalanya di tangannya yang bertumpu pada sandaran bangku.

"Tidak ada yang salah dengan menyukai seseorang, Ca. Love is love. Kamu bisa menyukai dan mencintai siapapun tanpa peduli gender, selama kamu bahagia dengan hal itu. Meskipun itu sahabatmu sendiri," ucapnya tanpa menghakimi.

Denial (GXG)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang