Chapter 23

1.8K 243 12
                                    

Guru yang seharusnya mengajar di kelasku hari ini meninggalkan kelas lebih awal karena katanya ada urusan mendadak. Beliau hanya meninggalkan tugas untuk kami kerjakan yang akan dikumpulkan saat jam pelajaran berakhir nanti. Rata-rata kami sudah selesai mengerjakan tugasnya dan sebagian siswa bersantai di tempat duduknya, sebagian keluar kelas, entah duduk di depan kelas atau nyasar ke kantin. Aku berjalan menghampiri meja Ocha yang posisinya tidak jauh dariku.

"Ocha, kamu sudah menyelesaikan tugas?" tanyaku basa-basi. Aku tahu dia sudah selesai karena saat ini dia sedang mencoret-coret kertas, bermain SOS bersama Leo yang duduk di depannya.

"Sudah. Memangnya kenapa?" sahutnya seraya menatapku heran.

"Aku bisa ngobrol sebentar sama kamu di luar?"

Dia diam sejenak menatapku kemudian mengendikkan bahunya, "Oke," sahutnya seraya beranjak dari tempat duduknya. Kami berjalan menuju depan kelas dan duduk di bangku yang kosong. Kami duduk diam beberapa saat. Aku bingung bagaimana memulainya.

"Ada apa?" tanyanya padaku memecah keheningan.

"Ehmm, Cha. Menurutmu, apakah Tara marah padaku karena aku yang dulu mengabaikannya saat, you know, aku pacaran dengan Adit?" tanyaku pelan. Aku tahu Ocha dan Renata berteman dekat dengan Tara, selain Cindy.

"Kenapa kamu menanyakan hal ini?"

"Aku hanya ingin tahu."

"Untuk apa?"

"Cha, aku tahu aku salah karena mengabaikannya seperti itu. Aku tidak seharusnya memperlakukan Tara begitu karena dia satu-satunya sahabatku. Aku berpikir dia pasti akan mengerti, dan dia memang mengerti, namun konsekuensi yang tidak aku pikirkan sebelumnya adalah aku kehilangan seorang sahabat.

"Aku ingin memperbaiki hal itu, Cha. Aku ingin bisa berteman lagi dengannya seperti dulu. Aku paham, keadaannya tidak akan mungkin bisa sama seperti dulu lagi tapi setidaknya aku ingin memperbaiki kesalahanku," jawabku seraya menundukkan kepalaku. Aku merasa sangat bersalah dengan Tara.

"Kamu ingin memperbaiki hubunganmu dengan Tara atau karena kamu tidak punya lagi seseorang yang memperhatikan dan memanjakanmu setelah Adit tidak lagi sekolah di sini?"

Aku tersentak kaget mendengar pertanyaannya. Aku seketika merasa gugup duduk di sampingnya. Aku bingung harus menjawab apa, karena apa yang dia tanyakan bukanlah sebuah pilihan untukku. Keduanya benar. Aku ingin memperbaiki hubunganku dengan Tara dan aku juga merasa kesepian karena tidak ada lagi yang memperhatikan dan menemaniku.

"Keduanya," jawabku pelan dan masih menundukkan kepalaku. Aku mendengarnya menghela nafas dan menyandarkan punggungnya di sampingku. Aku tidak tahu apakah jawabanku benar atau salah, aku hanya berusaha jujur.

"Aku tidak mau kamu memanfaatkan Tara. Dia itu teman yang baik meski menyebalkan. Menjawab pertanyaanmu yang tadi, Tara tidak marah denganmu karena hal itu. Dia memang kecewa tapi dia sudah melupakannya. Aku tidak akan membiarkan seorangpun menyakiti sahabatku," ucapnya pelan namun aku merasakan nada ancaman.

"Aku tahu, makanya aku bicara denganmu terlebih dahulu. Aku tahu kamu salah satu sahabatnya saat ini. Jujur saja terkadang aku merasakan aura permusuhan darimu," ucapku sambil tertawa pelan. Dia tersenyum dan menggumamkan maaf.

"It's okay, aku mengerti. Aku pernah mengecewakan sahabatmu, kamu pasti tidak akan mempercayaiku begitu saja. Jujur, Cha, saat dengan Tara, aku merasakan sesuatu hal yang berbeda. Aku merasa lebih nyaman dan aman saat bersama dia.

"Aku merasa memiliki Adit saja sudah cukup, tepatnya Adit yang membuatku berpikir bahwa aku tidak butuh orang lain, aku hanya butuh dia. Terkadang aku merasa tertekan dan tidak bebas saat bersama Adit. Aku harus mengikuti apa yang dia mau, apa yang dia katakan, kalau tidak, dia akan marah padaku. Aku menjadi apa yang Adit inginkan saat bersamanya meski aku tidak menginginkannya.

Denial (GXG)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang