XVIII

1.5K 81 0
                                    

Setelah mendapatkan Elena, Dax merayakan keberhasilannya dengan mencari dan membuat 'mahakarya' baru. Sudah 9 korban 'The Red Heels Murder' dan Dax akan menggenapkannya malam ini. Ia menghubungi Lucas untuk mencarikan mangsa lagi untuknya.

Saat ini, Lucas sedang menemani Ibunya mengumpulkan barang bekas. Ketika sibuk mengumpulkan, ponselnya bergetar lama, menandakan adanya telpon masuk. Lucas lalu, mengambil ponsel di sakunya. Melihat nama Dax tertera di layar, Lucas spontan membuang ponselnya, membuat Amber menoleh ke arahnya.

"Ada apa Nak?" Tanya Amber dengan wajah yang khawatir melihat perubahan ekspresi Lucas yang sangat drastis. Lucas yang awalnya terlihat sangat tenang, kini mulai memasang wajah khawatir dan ketakutan. Tangannya pun bergetar, namun ia segera memasukkan tangannya ke sakunya agar Amber tak tau.

"Tak ada apa-apa Bu, aku hanya terkejut." Jawab Lucas berbohong. Ia lalu meninggalkan Ibunya untuk mengangkat telpon dari Dax.

"Ha--"

"SHIT !! Dari mana saja kau?!"

Belum sempat menyapanya, Dax langsung mengumpatinya karena tak segera menjawab telponnya.

"M-maaf, aku sedang bersama Ibu ta--"

"Datanglah ke lokasi yang sudah kukirim dan carikan aku 'makanan'."

"A-apa?"

"Jangan buat aku mengulangi perkataanku."

Ucap Dax terakhir dan langsung menutup telponnya begitu saja.

Lucas hanya bisa mengumpat dan mengacak-acak rambutnya, frustasi dengan perintah yang diberikan Dax. Sungguh jika bisa memutar waktu, Lucas mungkin akan membiarkan Kevin menyakitinya dari pada menjadi budak Dax. Sekali lagi, jika bisa memutar waktu Lucas mungkin akan menolak bantuan Dax waktu itu.

Lucas kemudian, melihat lokasi yang dikirimkan Dax. Baru seminggu ini ia hidup tenang, kini sudah dihantui lagi dengan Dax. Ia lalu berpamitan kepada Ibunya dan menuju lokasi yang sudah Dax kirim.

Beberapa menit kemudian, Lucas sampai di lokasi yang dimaksud. Ternyata sebuah club malam. Seumur hidupnya, Lucas tak pernah mau menginjakkan kaki di tempat itu. Lagi-lagi, ia bimbang. Haruskah ia masuk atau pergi saja? Namun, sekali lagi ia jatuh di pilihan pertama. Dengan berat hati, ia pun masuk ke sana untuk mencari 'makanan'.

Sesampainya di dalam, Lucas disuguhi dengan kumpulan orang-orang yang sedang bergoyang dengan senangnya di bawah lampu kerlap-kerlip yang membuat Lucas pusing. Lucas tak tau bagaimana caranya dia mencari mangsa. Ia memutuskan untuk melewati kumpulan manusia itu dan memilih naik ke atas untuk duduk saja sembari mencari 'makan'.

Lucas melihat ke seluruh penjuru club itu, mencari heels merah yang sangat disukai Dax. Namun, terlalu banyak orang di sana, ia sampai tak bisa konsentrasi.

Saat sibuk mencari, seorang perempuan menghampiri Lucas dan duduk di sebelahnya. Lucas terkejut karena perempuan itu adalah teman sekelasnya, Grace.

"Lucas? Kukira kau tak suka tempat seperti ini." Ucap Grace dengan ramahnya. Dia memanglah perempuan yang sering membantu Lucas diam-diam di kelas. Ketika semua orang membencinya, Grace tetap menolongnya karena memang Grace sama sepertinya. Ia tumbuh dan besar di panti asuhan. Lalu, diadopsi oleh keluarga 'Williams'.

"Ah.. aku memang tak suka. Hanya..." Ucapan Lucas terhenti ketika melihat sepatu yang digunakan Grace adalah warna merah.

"Grace? Kenapa kau memakai heels merah?" Lanjut Lucas dengan wajah yang khawatir.

"Tak apa Lucas, lagi pula psycho itu tak akan tau keberadaanku." Ucap Grace dengan santai.

Tidak, kau salah Grace. Batin Lucas. Ia lagi-lagi merasa dilema. Apakah ia harus menyerahkan teman baiknya ini ke Dax?

Can You Find Me ? [COMPLETED]Where stories live. Discover now