7 - Tiefschlaf

52 7 4
                                    

Beberapa menit kemudian Petra kembali dari kenangan pertama kali bertemu yang kini sudah ia ketahui namanya, tertera di ujung kertas sketsanya dengan tulisan yang rapi.

Memberanikan diri menyebut namanya dengan suara pelan "Levi". Nama yang membuat ada sesuatu yang aneh di dadanya meski si pemilik nama sedang terlelap berkat senandung yang ia lantunkan.

Tubuh Petra yang kerdil, kalau diukur dengan penggaris yang digunakan Levi mungkin hanya berukuran sepuluh sentimeter lebih. Terpikir mengapa dia jadi tertarik ingin menjadi manusia. Ia hanyalah peri hutan yang terbuat dari kelopak bunga yang rapuh. Meski namanya Petra yang bermakna batu, karena peri hidup abadi selayaknya sebongkah batu.

Petra berkeliling melihat-lihat buku yang berada di lemari dan membaca buku yang dirasa memiliki judul yang menarik. Tak terasa sang fajar mulai menyingsing, sudah waktunya ia harus pergi karena kekuatannya pada manusia hanya sampai pada fajar tiba.

Petra buru-buru keluar melalui jendela. Tak disangka dengan sebuah pemandangan indah di jendela tempat Levi bekerja terhampar bunga matahari yang ia rawat. Semoga Levi menyukai pemandangan ini, Petra pun membatin tersenyum dan terbang pulang ke rumah.

**

Levi membuka matanya perlahan, kali ini ia terbangun dengan suara sibuk di dapur. Levi keheranan untuk kedua kalinya, ia tertidur seperti ini. Tidurnya sangat pulas dan nyenyak padahal tadi berniat untuk tidak tidur menyelesaikan sketsanya tapi mungkin karena kelelahan. Kalau dipikir lagi tidak juga, tak ada kata lelah baginya saat terfokus pada pekerjaan.

Kuchel yang melihatnya tersenyum, di kedua tangan sudah ada piring dengan ayam panggang yang masih mengepulkan asap. Kuchel senang melihat anaknya bisa tidur lelap seperti tadi bahkan sampai tidak mendengar kesibukannya di dapur.

"Ayo kita sarapan" ajak Kuchel. Levi mengangguk dan berjalan ikut duduk di meja makan.

"Sudah lama ibu tidak melihatmu tidur sepulas ini. Sedang bermimpi apa?" tanya Kuchel sambil memotong daging ayam menjadi beberapa bagian.

Levi hanya diam karena dirinya bermimpi ada seorang wanita yang memanggil namanya, juga gemerincing bel. Tapi ia yakin itu bukan sebuah mimpi.

Kuchel melanjutkan ucapannya, "Ibu merasa semenjak kita tinggal disini, ibu jadi mudah tertidur. Entah karena apa tapi ibu pernah membaca kalau di hutan ini ada penjaganya"

'Mungkin itu benar' batin Levi yang sependapat dengan ibunya sambil mengiris bauernbrot, roti pendamping rinder gulasch suppe.

**

"Aku akan menjemput Erwin" pamit Levi pada ibunya. Kuchel mengangguk, duduk di beranda memandangi bunga matahari yang indah. Kata Levi ia tak pernah merawatnya, tapi Kuchel tau bagaimana bunga-bunga matahari itu bisa tumbuh subur dan cantik.

Tak lama Levi dan Erwin sudah datang, rupanya Erwin hanya tersesat sedikit di dalam hutan. Peta buatan Levi terbilang bagus dan jelas jadi tak sulit untuk menemukan poin-poin yang ditunjukkan. Hanya saja Erwin menangkap bayangan sesuatu yang membuatnya harus menghindar.

"Selamat datang Erwin, kau pasti lelah ya?" sapa Kuchel saat Erwin sudah sampai. "Tidak, bu. Mari kita cek kondisi ibu sekarang"

Kuchel mengangguk menurut, tapi sebelum berdiri dari duduknya. Kuchel melihat sesuatu diantara bunga matahari.

"Ada apa bu?" Levi bertanya penasaran.

"Ah tidak. Ibu melihat sesuatu disitu" ucap Kuchel jujur sambil menunjuk dengan dagunya.

"Masuklah bu" Levi merentangkan tangannya mengamit bahu dan tangan ibunya mengajak Kuchel masuk.

Kuchel tersenyum cerah sambil menerima ajakan Levi, "Bunga mataharinya cantik" Kuchel sebenarnya ingin Levi memerhatikan bunga matahari yang tadi sedang bergerak. Juga sedikit iseng pada anaknya agar tidak gugup dengan hasil pemeriksaan, tapi Levi hanya memasang wajah datar.

The Wind at DawnTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang