31 - der Wind im Morgengrauen

93 11 0
                                    

Levi mengernyit saat matahari pagi menyinari sebelah matanya yang langsung membuatnya terbangun. Rupanya ia tertidur, di pelukannya Petra sudah tidak ada. Levi langsung bangkit dari tidur dan berjalan mencapai pintu untuk keluar rumah. Menangkap sosok Petra di dekat sungai yang sedang berbicara dengan teman-teman elf untuk mengucapkan perpisahan.

"Petra" Levi memanggilnya dengan lirih. Bagaimana Petra mendengar panggilan itu karena Petra menoleh padanya dan berjalan ke hadapannya namun ada jarak diantara mereka. Petra nampak cantik, sama seperti biasanya.

"Petra". Levi berjalan mendekat ke arah Petra namun Petra menyuruhnya untuk berhenti. Petra tersenyum dan berbalik. Punggungnya kini tidak ada luka bahkan sayap elfnya. Petra menoleh ke arahnya seperti berpamitan kemudian kabut tebal perlahan menutupi pandangannya. Levi berlari, mencari-cari. Ternyata Petra tidak ada disana.

Petra sudah tidak ada. Petra menghilang bersamaan dengan kabut yang sirna.

Levi jatuh bersimpuh. Lututnya basah merasakan embun pagi dari rerumputan. Pertemuan pada Petra dirasakannya begitu bahagia, tidak ada penyesalan hanya pertemuan itu menyisakan perihnya perpisahan.

Levi kembali ke dalam rumahnya, ada sisa keberadaan Petra. Ruang penyimpanan peralatan kebersihan bisa ia ganti menjadi kamar milik Petra dalam semalam. Aroma tubuhnya juga masih tersisa, tidak ada yang bisa menyamakan. Bunga hanya miliknya.

Berjalan ke arah ruang makan, cangkir teh yang belum sempat ia dan atau Petra yang mencucinya. Kini ia biarkan bekasnya dan menaruhnya di atas meja kerjanya. Hanya ada gulungan kertas dan beberapa buku yang menumpuk.

Tunggu, letak buku ini berubah. Levi mengambil lipatan kertas yang mengganjal di sampul bukunya. Levi membukanya, tulisan tangan Petra.

Aku tak bisa mengucapkan salam perpisahan karena aku masih yakin bisa bertemu denganmu lagi.

Sulit menjadi manusia, aku masih belum bisa mengerti semua perasaan tapi aku melihatmu dan selalu tersenyum dibuatnya.
Kau yang tertidur dengan damai setelah lantunan senandungku.
Kau yang dengan wajah cemberut membelikanku cangkir dari pilihanku.
Kau yang diam seribu kata namun tetap memperhatikan.
Kau yang malu mengalihkan pandangan untuk mengungkapkan perasaan sebentuk cinta.

Terimakasih atas sebentuk cinta yang kau berikan. Aku menyukainya.
Bukan, aku menyukaimu Levi.

-Petra

Levi menatap samar tulisan itu yang tertutup oleh air matanya. Ia tak bisa memendam dan mengungkapkan perasaan lagi pada seseorang.

Melihat bunga matahari di pekarangan rumah yang layu, akan ia rawat dengan baik.
Akan ada dia diantara kelopak bunga itu. Lagi, dan aku akan jatuh cinta padanya.

**

"Tidak buruk" Levi menutup situs yang menjadi Petra selalu berjam-jam berkutat di dalamnya, selingan dari kesibukannya sebagai mahasiswi master.

Petra cemberut, jawaban Levi tidak sesuai dengan ekspektasi, "Berikan aku masukan. Membosankan ya?"

"Iya, kenapa kau harus menghilang?"

"Karena fansmu di dunia nyata masih tidak terima kalau aku menikah denganmu" Petra masih cemberut menundukkan kepala dan memainkan kedua jempolnya yang bertaut.

"Malah kau memberikan mereka fan service. Tidak masuk akal" Levi melipat tangannya. Petra mengangkat kepala.

"Baiklah, karya ini kuakui tidak berhasil" Petra mendesah pelan dengan pernyataannya sendiri. Percuma saja ia memikirkan dan mencari tau seluk beluk sejarah dari negara yang belum pernah ia kunjungi. Juga meluangkan waktu mempelajari bahasanya sedikit agar paham dengan teksnya. Ya, dirinya dari keturunan Eropa tapi tak pernah menginjakkan kaki di sana. Mengecewakan.

"Tak usah dipikirkan, Petra. Kau hanya ahli dalam fan service kepadaku" imbuh Levi sembari membuka kado ulangtahun dari Petra. Levi melewatkan hari ulangtahun Petra, ulangtahunnya dan natal bersama Petra dengan karantina sehabis perjalanan bisnisnya di luar negeri. Merayakan ulangtahun, natal dan tahun baru bersamaan membuat Petra dan Levi tidak perlu kerepotan merayakannya karena Desember adalah bulan khusus bagi mereka.

Levi terkejut dengan isi kado Petra, tiga test pack yang bergaris dua. Petra tersenyum pura-pura tidak tau. Levi langsung berlari memeluk Petra.
"Terimakasih, Petra" dengan titik air mata yang samar dirasakan di pundak Petra.
"Menangislah, tak perlu malu" tepuk Petra di punggung Levi.
"Seperti bagian akhir ceritamu tadi"
Petra terkekeh, "Jangan bahas cerita itu lagi"

Salju mulai turun perlahan di kaca jendela besar rumah Levi, yang disana terpantul samar hiasan lampu pohon dan pemandangan lampu perkotaan Los Angeles di bawah. Menjadi penutup tahun yang menenangkan, semoga esok dunia akan lebih baik.

•end•

_____


Nggak terasa bulan Desember sudah berakhir, I mean RivetraMonth. Ini adalah goresan terakhir dariku untuk dua karakter yang aku baru ngerasa deep melihatnya.

Petra, sosok wanita yang patutnya menjadi contoh. Dia kuat dan masuk di squad khusus yang artinya kelas tertinggi di medan perang. Di dalam markas dia bisa menjadi sosok ibu, adik, kakak bahkan kekasih. Lembut, penyayang, marah-marah. Ya, Petra adalah rumah dengan suasana rumah yang hangat.

Levi, aku melihatnya sebagai pasangan Petra. Sebenarnya males aku lihat Levi yang overrated bahkan diluar ship ini dipasangkan dengan pasangan yang nggak masuk akal cuma karena Petra tidak melihatnya begitu. Kalau di dunia nyata ada nih Petra, aku jadi heran kenapa Petra bisa segitunya sama Levi. Tapi aku seneng melihat HC Levi dari beberapa wawancara Yams. Ya, dia ternyata sosok penyayang dan tidak aneh dalam memilih pasangan.

Jujur cerita ini mungkin banyak kesalahan dari belum matangnya konsep, alur lambat tapi dipertengahan terburu-buru. Sudah drop saja keluh kesahmu disini. Saran dan kritik akan pasti diterima.

Terimakasih sudah baca sampai akhir dan selamat tahun baru 2022 🖤🧡🖤🧡

The Wind at DawnWhere stories live. Discover now