102 - Verhovensky.

871 125 51
                                    

Fei Du mendongak dengan terkejut. "Ada apa?"

Pada saat itu, tubuh Luo Wenzhou telah bertindak lebih cepat dari pikirannya.

Sejak Tao Ran mulai berbicara tentang keluarga Xia Xiaonan, ia telah memikirkan Fei Du, memikirkan akhir pekan musim panas tujuh tahun yang lalu, saat ia membuka pintu ruangan yang penuh dengan bunga layu, dengan lagu yang diputar di lantai atas tanpa henti. Rumah besar yang tenang dan kosong itu penuh dengan debu yang mengambang. Saat ia tiba, ada 'upacara besar' yang menunggunya.

Ia telah kembali ke sana berkali-kali dalam mimpinya. Apa Fei Du mengingatnya berkali-kali?

Apa yang ia pikirkan saat mimpinya itu berakhir?

Luo Wenzhou tidak tahu apa yang ingin ia katakan saat ia secara impulsif meraih tangan Fei Du.

Apa yang bisa ia katakan?

Bagaimanapun, ini adalah sebuah kenangan yang menyakitkan, sebuah goresan di hati. Ia tidak bisa membuatnya sembuh hanya dengan beberapa kata.

"Jangan takut." Fei Du menepuk tangannya. "Kecuali sesuatu yang tidak terduga terjadi, aku menebak bahkan jika dia berdiri di atap, dia tidak akan melompat pada akhirnya."

"Aku berpikir, kau tidak berpakaian dengan cukup sekarang. Ada mantel kapas di bagasi." Luo Wenzhou memeras otaknya untuk mengatakan sesuatu. "Ambil dan pakailah."

Fei Du telah mengemudikan mobilnya selama beberapa hari dan tidak pernah menyadari bahwa gumpalan di bagasi itu adalah pakaian—ia mengira itu adalah potongan kain yang digunakan untuk membersihkan mobil. Mendengar kata-kata ini, Presiden Fei merasa bahwa jiwa dan matanya telah disiksa, seperti kekerasan dalam rumah tangga yang tidak biasa.

Ia melepaskan tangan Luo Wenzhou tanpa sepatah kata pun dan bergegas pergi dengan pakaiannya yang sangat rapi.

Luo Wenzhou berkata, "Tunggu sebentar, aku belum selesai. Bagaimana kau tahu dia tidak akan melompat pada akhirnya?

Suara rekannya terdengar melalui earpiece. "Kapten Luo, gadis itu benar-benar ada di atap gedung administrasi!"

***

Di ketinggian, angin bahkan lebih dingin, menusuk ke tulang, membuat suara gemerisik saat berembus.

Baju rumah sakit Xia Xiaonan tipis. Kulitnya sudah kehilangan sensasi. Ia menunduk di ketinggian memandang gedung kelas yang gelap di dekatnya.

Ia ingat ia sedang mengerjakan soal fisika saat itu, memeras otaknya untuk membedakan konsep yang sulit diuraikan, mengunyah ujung tutup penanya. Tiba-tiba kelas menjadi heboh. Teman satu mejanya menyodoknya dengan siku, berteriak ke telinganya, "Lihat, ada orang akan melompat!"

Ujung penanya membuat sayatan tajam di kertas. Jantung Xia Xiaonan berdegup kencang. Ia menoleh dan melihat seseorang melompat dari gedung administrasi di seberang mereka, seperti tumpukan debu yang muncul entah dari mana.

Separuh kelas berdiri, saling berlomba untuk mencapai jendela dan melihat, berkerumun di samping Xia Xiaonan, yang sejak awal berada di sebelah jendela. Semua orang melihat; hanya ia yang tidak berani.

Sampai polisi datang hingga selesai membersihkan tempat kejadian, Xia Xiaonan tidak tahu siapa yang melompat, dan ia tidak sempat melihatnya untuk terakhir kalinya.

Selama lima belas tahun sejak ia lahir, gadis muda berwajah lembut ini telah menghayati kata-kata 'tidak berani' yang ditulis dalam ukuran besar. Ia tidak berani melangkah maju dengan gagah, tidak berani membuka mulutnya untuk mengambil bagian dalam mengurangi beban keluarganya; ia selalu ingin berpura-pura menjadi gadis biasa seperti yang lain, yang bisa menutup telinga dan belajar, mengabaikan apa yang terjadi di luar jendela.

[end] Silent Readingحيث تعيش القصص. اكتشف الآن