107 - Verhovensky.

878 123 42
                                    

"Feng Bin mati!"

"Apa? Bagaimana dia mati? Ya Tuhan!"

"Mungkinkah itu karena ... Sst!"

Berita online telah menyebar dengan kecepatan gelombang elektromagnetik, menutupi sebagian besar layar ponsel hampir seketika. Di pagi hari, kelas bahasa Inggris Ge Ni diambil alih oleh seorang guru pengganti. Kursi kosong milik para siswa yang tidak hadir sangat mencolok mata. Di tengah pelajaran, suasana di sekolah terasa sangat aneh.

Bangunan ruang kelas Sekolah Menengah Yufen ditata dengan mewah, cerah dan bersih, lantai marmernya sejernih cermin. Di setiap lantai ada penjaga sekolah yang mengenakan seragam standar, siap menyapu kapan saja. Bau cairan pembersih beraroma anggrek menyebar ke setiap sudut.

Siswa perempuan itu mengenakan sweter dan rok pendek, dan memakai seragam sekolahnya dengan asal, berpura-pura mematuhi aturan berpakaian sekolah. Ia menginjak lantai yang baru saja dibersihkan penjaga sekolah, kakinya tertutupi lumpur yang entah didapat dari mana, meninggalkan jejak kaki yang kotor. Penjaga sekolah tidak bisa memarahinya dan hanya bisa mendesahkan keluhan.

Mendengarnya, langkah gadis itu terhenti. Kemudian, ia meludahkan permen karet yang terlapisi lip gloss bening ke lantai yang bersih dan menginjaknya, melangkah pergi tanpa menoleh ke belakang.

Ia menampakkan diri di pintu setiap kelas, tidak mengucapkan sepatah kata pun, tidak memanggil siapa pun, tetapi di setiap kelas, seseorang bergegas keluar dengan pemahaman dalam diam. Tampaknya ada kesepakatan tak terucapkan yang aneh di antara anak laki-laki dan perempuan ini; mereka saling bertukar pandang tanpa suara dan pergi bersama-sama ke ruang kelas 1-2.

Ruang kelas 1-2 memiliki kursi yang paling banyak kosong. Tokoh utama dari kasus pelarian diri yang telah membuat kehebohan ini semuanya ada di kelas tersebut. Seorang siswa pria monitor kelas berdiri di papan tulis memegang sebuah spidol. Ia tinggi, kurus, dan tegak, dengan satu tangan dimasukkan dengan santai di dalam saku, menulis sebuah pemberitahuan di papan tulis bahwa kegiatan Natal telah ditangguhkan. Ia memiliki sikap yang sangat tenang dan elegan.

Gadis yang memakai rok pendek itu menunggu beberapa saat. Melihat bahwa ia tidak menoleh, gadis itu menjulurkan kepala ke dalam dan berteriak, "Wei Wenchuan!"

Semua siswa yang membaringkan kepala di meja pun tersentak oleh teriakannya, tetapi melihat siapa dia, tidak ada yang berani mengatakan apa-apa.

Si monitor kelas mendengar; ujung spidolnya berhenti. Tapi ia tidak memperhatikan, dengan tidak tergesa-gesa menuliskan beberapa kata terakhir dengan hati-hati. Kemudian ia berbalik dan menatap tanpa ekspresi pada para siswa yang berkerumun di pintu kelas. Ia meletakkan spidol itu ke meja teman sekelasnya yang duduk di barisan depan, lalu berjalan keluar kelas.

Kelompok yang agak resah itu sepertinya menemukan tulang punggung seketika, secara spontans mengelilingi bocah lelaki bernama Wei Wenchuan. Wei Wenchuan mendorong menjauh permen karet yang disodorkan oleh salah satu dari mereka dan mengangguk singkat kepada kerumunan. "Ini bukan tempat yang baik untuk berbicara. Ikut aku."

Gadis yang mengenakan rok pendek itu memakai eyeshadow berwarna merah; kesombongan yang ia gunakan untuk meludahkan permen karetnya telah hilang. Ia mengekorinya, menurut.

Wei Wenchuan membawa mereka ke lantai atas ke 'ruang serbaguna' yang terkunci. Ia mengeluarkan seikat kunci dari sakunya dan—sefamilier ia pulang ke rumah—membuka pintu dan mengajak kelompok itu masuk, memerintahkan, "Tutup pintunya."

Suara klik dari pintu yang terkunci pun terdengar. Gadis dengan rok pendek itu tidak bisa menahan lagi. "Feng Bin mati. Apa yang terjadi di sini? Kenapa Feng Bin mati?"

[end] Silent ReadingWhere stories live. Discover now