Chapter 19

91 46 59
                                    

Aric dan Brian kini tengah berada di dalam ruang penyimpanan barang bukti, yakni ruang arsip. Ruangan itu seperti perpustakaan, di penuhi oleh rak-rak besar yang tersusun rapi. Tapi bedanya rak di perpustakaan di isi dengan buku-buku, sementara rak di ruang arsip di isi dengan box kardus berisi barang bukti dari setiap kasus kejahatan.

Setiap box kardus itu diberi tanda dengan tanggal kejahatan, pelaku kejahatan dan korban kejahatan. Tentunya agar memudahkan para polisi menemukan kasus yang pernah mereka tangani, jika suatu saat penyelidikan kasus itu di buka kembali.

Kedua detektif itu sedang duduk bersantai, merilekskan otak mereka dengan meminum secangkir kopi yang berada di atas meja. Aroma kopi itu sangat nikmat hingga mampu membuat kedua detektif itu merasa lebih rileks. Setidaknya sekarang mereka tidak terlalu stress memikirkan kasus yang sedang mereka tangani.

Bagaimana tidak stress? Kasus terus datang berturut-turut. Masyarakat juga terus mengecam mereka agar secepatnya menemukan pembunuh yang meresahkan seluruh negara Amerika.

"Hugo dibebaskan, ya?" Tanya Brian pada Aric sebelum dirinya menyeruput kopi.

Aric mengangkat alisnya, lalu ia menjawab pertanyaan Brian, "Ya, dia bebas kemarin karena Denzel bersaksi jika Hugo tidak melakukan kejahatan itu, Denzel berkata Hugo hanya berusaha melindungi ayahnya."

"Berarti... Ayahnya lah yang selalu membunuh hewan? Soal mayat kelinci itu, apa mungkin kelinci itu di bunuh oleh ayahnya Hugo?"

"Itu...Masuk akal! Tapi kenapa ayahnya Hugo juga meninggal? Jika memang dia dibunuh, apa motif pembunuhan itu?" Tanya Aric yang lalu menunjukan jika dirinya merasa amat bingung.

Saat mereka berdua tengah terhening, tiba-tiba saja pintu masuk ruang arsip di buka dengan kerasnya oleh seseorang, tentu saja kedua detektif itu terkejut mendengarnya. Mereka kemudian menoleh ke arah pintu, dan ternyata itu ulah Viny, tim forensik yang juga terlibat dalam kasus pembunuhan itu.

"Hei! Aku terus menelpon kalian berdua agar mengambil hasil sidik jari!" Kesal Viny.

Kedua detektif tampan itu hanya tersenyum melihat Viny yang dibuat kesal karena ulah mereka.

Viny lalu berjalan ke arah dua detektif itu sambil membawa berkas hasil sidik jari ditangannya. Begitu tiba dihadapan Aric dan Brian, Viny sontak melempar berkas itu di atas meja. "Aku sudah memberi tau kalian jika hasilnya keluar hari ini, tapi mengapa kalian tak mengambilnya?! Oh...pasti kalian malas mengambilnya dan sengaja membuatku harus mengantarkan berkas ini kemari, kan?!" Tanya Viny kesal.

"Tebakanmu tepat!" Jawab Brian yang mengolok-olok Viny. Melihat ekspresi Viny yang semakin kesal, lantas membuat kedua pemuda itu sedikit tertawa.

Viny duduk di kursi kosong di sebelah Aric sambil berkata, "Sudahlah! Lihat saja hasilnya, aku yakin kalian akan semakin bingung."

Aric kemudian membuka isi berkas yang di bawa Viny. Di kertas hasil sidik jari itu tertulis, jika terdapat sidik jari milik ayahnya Hugo di tubuh kelinci dengan luka sayatan, sementara di tubuh ayahnya Hugo tak di temukan sidik jari siapapun.

"Dugaan kita benar, Aric. Aku yakin jika kelinci itu di bunuh oleh ayahnya Hugo." Ucap Brian.

"Benar, terlebih lagi kita mendapatkan fakta bahwa ayahnya Hugo gemar menghabisi nyawa binatang," sahut Aric.

"Permisi Pak! Aku ingin mengantarkan paket untuk kalian." Kata seorang polisi di depan pintu, menunggu kedua atasnya mengijinkan ia untuk masuk.

Awalnya Aric dan Brian keheranan, mereka sama sekali tak merasa jika mereka memesan paket. Karena ingin tau isi barang di dalamnya dan siapa pengirimnya, Aric lantas menyuruh polisi muda itu untuk masuk ke dalam.

Polisi tersebut memberikan paket itu kepada Aric, lalu ia pergi setelah paket itu tiba di tangan penerimanya.

Ketiga orang yang berada di ruang arsip itu langsung saja membuka paket yang terbungkus oleh kotak kardus tersebut.

Aric membuka selatip yang merekatkan penutup kotak kardus itu. Setelah selatip itu terbuka, Aric langsung membentangkan kedua penutup kotak kardus tersebut, seketika isinya terlihat dengan jelas oleh ketiga orang di dalam ruangan itu. Isi paket itu adalah selembar kertas dengan kalimat yang di tulis dengan darah.

Do your job right!

I just killed a woman. If you're feeling great, find the body within 24 hours from now. If you guys fail I will kill two people at once!

I want you or your team to find the body. If someone else finds it, I will consider you a failure! I know you guys are great, so find the corpse of the woman I just killed!

-W

(Lakukan pekerjaan kalian dengan benar!

Aku baru saja membunuh seorang wanita. Jika kalian merasa hebat, temukan mayatnya dalam waktu 24 jam dari sekarang. Jika kalian gagal, maka aku akan membunuh dua orang sekaligus!

Aku ingin kalian atau tim kalian yang menemukan mayatnya. Jika orang lain menemukannya, aku akan menganggap kalian gagal! Aku tahu kalian hebat, jadi temukan mayat wanita yang baru saja aku bunuh!

-W)




Itulah kalimat yang tertulis di kertas itu. Merasa dirinya di permainkan oleh psikopat itu, Brian lantas merasa kesal.

"Kita harus menemukan mayat itu, jika tidak akan ada korban lainnya!" Ucap Aric.

"Viny, bisa selidiki sidik jari di kertas ini? Mungkin saja-"

Viny memotong kalimat Brian, "Tidak, dia seorang psikopat! Dia tak sebodoh itu hingga meninggalkan sidik jarinya di kertas yang sengaja dia kirim."

Brian dan Aric kini semakin merasa frustasi. Rasanya tak mungkin jika mereka dan timnya dapat menemukan mayat wanita yang psikopat itu maksud dalam waktu 24 jam. Kini Aric merasa ucapan Hugo itu benar, jika dirinya bukanlah detektif ahli, melainkan detektif amatir.

"W?" Tanya Viny penuh penasaran.

"Itu pasti inisial psikopat itu!" Ucap Brian.



































🔪☠️☠️🔪



























Saat itu Hugo, Denzel dan Aaron tengah berkumpul di apartemen Denzel. Mereka sedang merayakan kebebasan Hugo dari penjara secara sederhana. Kedua sahabat Hugo juga melakukan perayaan sederhana ini agar Hugo merasa terhibur setelah kematian ayahnya.

Terdapat 3 box pizza, cake, minuman bersoda dan lainnya. Semuanya terjejer di meja makan, mereka menikmati suasana itu layaknya anak muda pada umumnya yang sedang bersenang-senang.

Hugo juga kini telah pindah dari rumah lamanya. Ia berpikir untuk apa tinggal di hutan jika ayahnya telah meninggal. Selama ini alasan Hugo tinggal di hutan adalah karena ayahnya, Hugo tak ingin orang-orang tau kebiasaan buruk ayahnya, Hugo takut ayahnya membunuh manusia jika ia membiarkan ayahnya tinggal di perkotaan.

Ayah Hugo bukanlah seorang psikopat, hanya saja ayahnya mengalami gangguan kejiwaan sejak Hugo kecil. Hugo tak tau pasti penyebabnya karena dirinya tak bisa mengingat semua kejadian di masa kecilnya, pria yang memiliki sikap dingin itu juga tak tau kemana ibunya pergi.

Hugo tinggal di satu unit di apartemen yang sama dengan Denzel, mereka kini bertetangga. Hugo tinggal di unit 18 di lantai 7, sementara Denzel tinggal di unit 26 di lantai 8.

Sambil menyantap sepotong pizza, Hugo terus memperhatikan sekeliling rumah Denzel. Hugo merasa heran, mereka tinggal di apartemen yang sama tapi mengapa jumlah ruangannya berbeda. Di unit yang Hugo beli ruangannya berjumlah 4.

Saat Hugo membeli unit apartemen itu, pemiliknya juga berkata jika semua unit di apartemennya berjumlah 4 ruangan. Tapi mengapa jumlah ruangan di unit yang Denzel beli berjumlah 3?

Beheader Of Girls || Psikopat [ END✓]Where stories live. Discover now