22. Family

481 72 22
                                    

Seharian Krist mengurung dirinya didalam kamar dan tidak ingin menemui siapapun, menyalakan dirinya sendiri atas kejadian yang dialaminya. Ia duduk sambil memeluk lututnya sendiri, menangis dalam diam hingga matanya sangat bengkak. Entah berapa banyak air mata yang telah di keluarkan olehnya, jika air matanya berubah menjadi mutiara seperti di negeri dongeng, mungkin Krist akan mengalahkan kekayaan Elon Musk.

Suara ketukan pintu tidak henti-henti berbunyi, namun Krist anggap itu sebuah musik yang mengalun mengiringi suasana hatinya yang kacau. Krist tentu tau siapa yang mengetuk, namun saat ini ia tidak berminat untuk menemui siapapun. Kecuali, jika kekasih dan bayinya yang menemuinya.

"Krist buka. Jangan seperti ini nak, biarkan papa menemanimu."

"Krist, papi membelikan makanan kesukaanmu, buka pintunya."

Itu kata yang sedari tadi Krist dengar namun tak pernah ditanggapi olehnya. Krist hanya fokus mendengarkan apa yang dikatakan oleh pikirannya, merutuk dirinya sendiri dengan berbagai macam kata hinaan, terkadang memukul dirinya sendiri karena kalah dengan keadaan. Lihat, bagaimana takdir mempermainkan dirinya. Saat dulu ia sangat ingin kembali, takdir malah menahannya, namun saat ia ingin tetap tinggal, takdir mengembalikannya.

Krist tau, semua yang ada didunia ini hanyalah titipan. Tapi ia tidak menyangka semuanya akan diambil secepat ini. Baru saja ia merasakan cinta yang begitu tulus, namun tidak lama semuanya terenggut oleh waktu, bagai pasir yang hilang tertiup angin.

Ada bagian yang hilang dari dirinya, yang mungkin tidak akan bisa digantikan oleh apapun. Setengah dari dirinya, bukan, bukan setengah, melainkan seluruh jiwanya tertinggal di masa lalu, bersama dengan orang yang dicintainya dan juga buah hati mereka.

Krist tengah ribut bersama hati dan pikirannya sendiri, hingga samar-samar ia mendengar suara yang membuat seluruh keributan dalam dirinya musnah.

🎶🎶
I wasn't ready then, I'm ready now
I'm heading straight for you
You will only be eternally
The one that I belong to
The sweetest devotion
Hitting me like an explosion
All of my life, I've been frozen
The sweetest devotion I've known
I'll forever be whatever you want me to be
I'll go under and all over for your clarity
When you wonder if I'm gonna lose my way home
Just remember, that come whatever, I'll be yours all alone

Krist berjalan mendekati pintu agar lebih jelas mendengar suara itu. Lagu itu, lagu yang biasa Krist nyanyikan saat bersama dengan Fiat kecilnya. Jantungnya semakin memburu, dadanya terasa begitu sesak, air matanya keluar sendiri tanpa diinginkan. Perlahan Krist membuka pintunya, melihat seseorang berdiri didepannya dengan gitar ditangannya. Orang itu tersenyum, senyum yang masih sama seperti terakhir kali Krist lihat.

"Papa."

Satu kata yang membuat tangis Krist semakin pecah. Kata yang sangat ia idam-idamkan keluar dari mulut kecil buah hatinya saat itu, kata yang selalu ia ajarkan meskipun sang empunya tidak merespon, kata yang membuat seluruh dunianya berubah.

Fiat, orang yang membuat rasa bersalah Krist semakin membuncah, membayangkan betapa susahnya hidup anak itu tanpa dirinya, saat semua orang mendapatkan kasih sayang dari kedua orang tuanya, dia tidak. Krist tidak pernah ada dalam setiap pertumbuhannya, tidak bisa mengajarkannya berbagai hal, tidak merayakan setiap hari pertama dalam hidupnya.

"Maaf..."

Hanya itu kata yang sanggup Krist ucapkan. Bahunya terus bergetar karena menangis, semua orang melihat betapa hancurnya Krist saat ini, sangat memilukan. Fiat tak kuasa, ia melepaskan gitarnya dan berjalan memeluk tubuh Krist dengan erat.

Same but Different [Singto X Krist]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang