12

97 19 0
                                    

Pelan-pelan aja yah bacanya :)

Beberapa hal baik dan buruk terkadang terjadi secara bersamaan. Tergantung dari sisi mana kita memandang, maka hal itulah yang akan kita rasakan.

Hening.

Sepi.

Dingin.

Malam tidak akan penah jauh dengan kata itu. Bahkan kegelapan merupakan kata lain yang bisa menggambarkannya. Bagi sebagian orang malam terasa sangat menakutkan dan mencekam.

Namun, semua akan terasa berbeda dengan adanya cinta dan kasih sayang. Meski jika kau memiliki seseorang disampingmu yang selalu ada untuk memelukmu, semuanya akan terasa hambar tanpa adanya cinta.

Iya, itu yang yeji rasakan selama ini. Cinta. Kata yang tidak pernah terucap dari pria yang menikahinya beberapa waktu yang lalu, bahkan sikap yang ditujukan padanya menggambarkan jika tidak ada cinta di dalam dirinya.

Yeji memandang lekat pria yang kini berbaring di sampingnya, mengukir wajah tegas pria yang dulu di kiranya akan memperlakukannya dengan penuh cinta dan kasih sayang. Meski mereka berdua masih terjaga, hanya hening yang tercipta sekarang. Entah apa yang jeno pikirkan sehingga dia masih terdiam dan setia memandangi langit-langit kamar tempat dimana mereka berdua berbaring.

"Yang mulia" ucap yeji lirih. Agaknya dia tidak ingin mengganggu pria itu, tapi tidak bisakah jeno memalingkan wajahnya dan memandangnya sebentar. Melihatnya dengan senyum tipis yang hanya ditujukan padanya.

Meski tepat di hadapannya, berat bagi yeji untuk menggapai pria itu. Pria yang selalu bersikap dingin padanya, hatinya terasa teriris mengingat perlakuan pria itu padanya selama ini.

"Bisakah.. " ucapan yeji kembali tertelan saat wajah pria itu menoleh memandangnya dengan tajam. Bagus, keinginannya terwujud. Tapi bukan tatapan penuh amarah yang di inginkan yeji.

"Apa yang ingin kau katakan?" meski lirih, tetap terdengar ada penekanan di setiap perkataannya.

Yeji meneteskan bulir bening dari ujung matanya. Apa sesulit ini? Apa ini akan selalu terjadi padanya? Dia hanya ingin merasa bahagia. Dia hanya ingin diperlakukan sebagaimana seorang istri yang sangat dicintai suaminya. Tapi itu mungkin hanya akan terwujud jika pria itu buka jeno.

"Bisakah anda melupakan jisu dan hanya memandang saya saja? Bisakah anda membiarkan saya membantu anda menyembuhkan luka dihati anda?" dengan tenang yeji mengucapkan semuanya yang selama ini dipendamnya. Semua yang ingin dia katakan pada jeno sejak mengetahui alasan yang membuat pria itu bersikap dingin padanya.

"Yang harus kau tahu luka di hatiku pada kakakku itu tidak akan pernah hilang" tangan jeno terulur meraih surai yeji. "Jika kau mencoba untuk menyentuhnya maka hanya akan membuat lukaku semakin parah. Jadi jangan pernah berfikir untuk melewati batas" jari jeno memainkan anak rambut yeji perlahan.

"Dan wanita itu, dia bahkan tidak bisa dibandingkan dengan dirimu, kau tetap Ratu di kerajaan jinhan ini. Mendiang Raja juga memiliki banyak selir bahkan sangat mencintai salah satu selirnya itu. Bukankah terlalu egois jika kau hanya ingin diriku menjadi milikmu saja?" senyum tipis terukir di wajah pria itu, terlihat meremehkan.

"Kau tenang saja, aku akan segera mendapatkan mereka dan menunjukan pada mereka apa itu cinta. Kau juga harus belajar tentang bagaimana cara mencintai itu, bagaimana kau bisa menghianati orang yang kau cintai ini hmm?" jari jeno berarih pada pipi wanita itu, mengusapnya lembut beberapa kali.

Tidak. Semua perlakuan jeno bukan karena dia mencintai istrinya itu. Yeji bisa merasakan kemarahan jeno dari ucapan pria itu. Yeji hanya bisa memejamkan matanya dan menangis, melihat betapa keras kepalanya pria yang ada di hadapannya ini.

"Kenapa menangis hmm? Aku tidak akan menyakitimu" jeno mengusap air mata yang lolos dari mata Indah yeji yang terpejam.

Jeno membalikan tubuhnya memunggungi wanita itu, matanya memerah menahan gejolak dihatinya. Tangannya mengepal erat tepat saat air matanya lolos dengan sendirinya.

🎎

Gelap. Itu yang lia lihat sejauh matanya memandang. Api yang menyala dan menemaninya sejak tadi di tengah dinginnya udara malam kini mulai redup.

Renjun mengambil tempatnya duduk tepat disamping wanita itu. "Sudah malam, kau tidak mengantuk?" tanya pria itu.

"Maafkan saya pangeran, kita tidak bisa menaiki kapal itu karena saya" ucap lia menyesal. Mereka semua gagal menaiki kapal untuk menuju negeri sebrang karena berita yang mereka dengar pagi tadi.

"Tidak masalah, yang terpenting kau sudah merasa lebih tenang sekarang" jawab renjun.

Sejak mendengar kabar tentang abeojinya, yang dilakukan lia hanya terisak dan melamun. Renjun dan ryujin berusaha menghiburnya dengan mengajaknya bicara tapi lia hanya mendiamkan mereka saja. Baru kali ini lia kembali mau berbicara dan menjawab pertanyaan yang ditujkan padanya.

"Pangeran, apa kita tidak bisa pergi dari sini?" tanya lia.

"Tentu saja bisa. Tapi kita harus menunggu beberapa bulan lagi saat kapal menuju negeri seberang kembali berlabuh di pelabuhan jinhan" jawab renjun sambil menambahkan kayu kering agar api tetap menyala.

Lia tertunduk, "saya benar-benar minta maaf pangeran, kita kehilangan kesempatan yang baik karena saya" lia benar-benar menyesal, dia tidak berfikir jika di tempat ini sangat berbeda dengan tempatnya tinggal dulu. Ditempatnya dulu dia bisa pergi kemanapun dengan cepat.

"Kita akan mencari tempat sembunyi agar adikku tidak bisa menemukan kita. Jaemin bisa diandalkan dengan baik soal ini, kau jangan khawatir" renjun tersenyum mencoba menenangkan lia.

"Boleh saya memeluk anda pangeran?" tanya lia.

"Mengapa tidak" renjun melebarkan lengannya dan memeluk wanita itu.

Lia terdiam, dia memikirkan bagaimana dirinya kini sangat bergantung pada renjun. Dia tidak bisa membayangkan jika tidak ada renjun di sampingnya sekarang. Meski dia merindukan kedua orang tuanya, tapi disisi lain lia merasa ingin tetap berada di samping pria ini, pria rapuh yang berusaha terlihat kuat untuk menjadi sandarannya. Sandaran jisu.

"Aduuh" rintih renjun.

"Anda kenapa pangeran?" tanya lia.

"Aku senang karena bisa memelukmu, tapi pelukanmu terlalu kencang, lukaku terasa sedikit sakit" ucap renjun terkekeh dan sedikit melepaskan pelukannya.

"Maafkan saya, apa lukanya baik-baik saja? Anda sudah mengganti kainnya?" tanya lia merasa khawatir.

"Sudah, aku baru saja menggantinya di bantu jaemin tadi" renjun menangkup wajah wanita itu yang masih terlihat khawatir. "Melihatmu menangis hari ini membuatku hatiku sangat sakit. Aku sadar jika aku tidak bisa selalu memberikan kebahagian padamu. Tapi aku mohon tetaplah disisiku seperti ini, apapun yang terjadi kita berdua akan melalui semua rintangan bersama-sama," ucap renjun.

Wajah lia memerah, hatinya tersentuh oleh ucapan renjun padanya. Pria ini, bagaimana bisa menggoyahkan hatinya secepat ini?

Lia kembali tenggelam di dalam pelukan renjun, berharap hanya akan ada kebahagiaan yang menanti mereka kedepannya.

Malam yang kini menggambarkan bagaimana perasaan setiap masusia sebenarnya. Air mata yang sama sama mengalir, tapi hanya hati yang merasakan apa yang menjadi alasan air mata itu mengalir. Kesedihan atau kebahagiaan.

Terlalu egois dan tidak pernah merasa cukup adalah sifat dasar manusia. Jika memaksa terlalu keras untuk mendapatkan apa yang kita inginkan, maka dengan tidak sadar akan ada hal berharga yang harus kita korbankan.

Penyesalan di akhir tidak bisa dihindarkan, itu merupakan siklus klasik yang menyebabkan manusia itu hancur dengan sendirinya. Entah siapa yang akan hancur, diri sendiri atau orang yang kita cintai.

🎎


Wuf you all...

🌵🌵🌵

WHO ARE YOU? [END]Where stories live. Discover now