[ ARCHIGÓS LM- 21 ]

10.8K 2.4K 21K
                                    

Hai, jangan lupa follow wattpad Buna dulu yaps.


Meet gala author di IG :

@shnard994_

@alphaaword

Or ALL RP ARCHIGOS :

@archigos_ofc
@terjagad_jagad

SPAM KOMEN TIAP PARAGRAF JUSEYO🥰

CHAPTER 21 - SILENT 2




“Setelah proses pemeriksaan lebih dalam mengenai keluhan yang dirasakan, saya menyimpulkan pasien atas nama Jagad Raya mengalami Profound Hearing Loss, penyebabnya digolongkan ke dalam tipe kondusif.”

Raga mengerutkan kening mendengar penjelasan dokter perihal kondisi putra semata wayangnya. Dirinya terdiam sejenak, mencoba mencerna kalimat tersebut.

“Anak anda dipastikan tidak dapat mendengar lebih dari 90dB. Kami sudah mengetes kemampuan mendengarnya melalui audiometer. Kedepannya, saudara Jagad mungkin akan lebih banyak mengandalkan indera pengelihatan.”

“Maksud Dokter anak saya tunarungu?”

Dokter laki-laki itu menautkan jari-jarinya. Turut berduka cita akan pengalaman yang dialami oleh orangtua pasien di hadapannya.

“Benar, itu termasuk tuna rungu yang sangat berat. Akibat adanya tindakan ruda paksa. Dari penjelasan saudara Jagad, kemungkinan besar earplug yang ia gunakan adalah penyebab utama. Tapi, ada kemungkinan lain, yakni benturan antar helm ke helm yang hebat, juga bisa berpotensi sebagai penyebab.”

Raga mengepalkan tangan kuat-kuat. Ia mengalihkan pandangan dari Dokter. Sedetik kemudian, tanpa sadar air mata mengalir di kedua pipinya.

“S-saya mengerti,” balas Raga. “Apa enggak ada tindakan yang bisa dilakuin buat itu, Dok?”

“Sayang sekali, karena benturan kuat yang dialami saudara Jagad, mengakibatkan terjadinya perforasi membran timpani juga lepasnya rangkaian tulang pendengaran. Membuat kami pihak medis tidak dapat melakukan apa-apa kepada pasien.”

Bibir Raga bergetar, ia mencoba menetralkan deru napasnya. Begitu dirinya berdiri, tubuhnya nyaris limbung kembali, beruntung Dokter dengan sigap menolong.

“Saya bayar berapapun, Dokter— saya bisa lakuin apa, aja. Tolong— bagaimana dengan masa depan anak saya? Anak saya ingin menjadi Jaksa. Bagaimana bisa anak saya mendengar suara korban jika ia divonis tunarungu?”

“Maafkan kami.”

Raga mengangguk paham. Merasa tidak bisa menuntut lebih banyak. Ia berjalan linglung keluar dari ruangan dokter.

Pemandangan pertama yang ia saksikan merupakan wajah khawatir Romeo.

“Rom—” panggil Raga. “Gue mesti gimana?”

“Kenapa? Jagad enggak apa-apa, 'kan?” tanya Romeo.

Tubuh Raga luruh, ia tak kuasa lagi berdiri tegap. Di depan Romeo ia menundukkan kepala kemudian menangis sejadi-jadinya.

“Jagad enggak bisa mendengar lagi,” tutur Raga.

Deg.

Jantung Romeo seolah berhenti sesaat. Anak yang selama ini selalu menemani dirinya, yang selalu menyusahkan setiap langkahnya karena celotehan serta protesan tiada henti kini tak bisa lagi mendengar apa-apa.

ARCHIGOS LAST MISSIONDonde viven las historias. Descúbrelo ahora