[ ARCHIGÓS LM - 23 ]

14.2K 2.5K 26K
                                    




Hai, jangan lupa follow wattpad Buna dulu yaps.

Sorry banget telat update, baca note Buna di bawah ya🥺

Meet gala author di IG :

@shnard994_

@alphaaword

Or ALL RP ARCHIGOS :

@archigos_ofc
@terjagad_jagad





SPAM KOMEN TIAP PARAGRAF JUSEYO🥰

CHAPTER 23 - L





“Enggak, papa saya enggak mukul saya.”

Sulham tidak tahu ruangan apa yang ia tempati kini. Di depannya tumpukan kertas hasil pemeriksaan dokter, vidio yang berhasil di tangkap cctv, rekaman berbentuk pena, serta penggaris besi yang masih memiliki bekas bercak darah menjadi barang bukti.

Kepala detektif yang menerima kasus kekerasan anak di bawah umur itu mengembuskan napas kasar. Sudah lebih dari dua jam, Sulham masih keukeuh mempertahankan bahwa dirinya bukan korban kekerasan. Padahal, seluruh bukti sudah mengarah padanya.

Kalimatnya tetap lugas, berkata; ia tidak dipukuli. Terus berulang sampai si kepala detektif merasa telah terucap ratusan kali.

“Mama kamu pengen ngelindungin kamu dengan ngumpulin semua bukti ini. Kenapa kamu enggak mau bilang? Kamu korbannya,” terang si detektif.

Sulham tidak paham, mengapa kasus sesederhana ini perlu posisi tinggi untuk ditangani?

“Enggak, papa saya enggak mukulin saya.”

“Papa kamu mengaku.”

Kelopak mata Sulham bergerak ke atas memandang si detektif. Pandangannya kosong bak tengah menerawang ruangan putih tanpa dekorasi.

“Kalau papa saya masuk penjara karena kasus ini. Saya akan menuntut orang-orang yang memenjarakan papa saya atas dugaan tuduhan palsu,” terang Sulham.

“Bapak tahu kamu mau melindungi papa kamu. Tapi, gimana sama mama kamu yang nungguin di luar?”

Sulham menelan saliva, binarnya masih begitu kosong untuk dapat diterjemahkan orang-orang. Namun, perlahan air mata meleleh di pipinya. Ia mengepalkan tangan.

“Setiap orang tua, punya cara mendidik anak-anak mereka. Saya yang salah pergaulan, maka dari itu papa saya ngasih saya sedikit hukuman.”

“Begini—” Si detektif menggantung kata. “Setiap anak punya hak dan kewajiban yang diatur oleh penegak hukum negara. Tidak ada satu pun di antara hak-hak anak mendapat pukulan fisik sebagai konsekuensi kesalahan mereka.”

Sulham tertawa kecil. Terkesan meledek, “Saya bukan warga negara Indonesia.”

“Kelahiran kamu memang bukan di negara Indonesia. Cuma, seluruh dokumen kamu menyatakan bahwa kamu warga negara Indonesia.”

Sulham bungkam, ia tidak memiliki cara lagi untuk membalas kalimat tersebut. Ia bangkit, lalu menatap ke daun pintu ruangan itu.

“Kamu mau istirahat?” tanya si detektif.

Pemuda di depannya mengangguk, sosok yang lebih dewasa tersebut mengantar Sulham keluar ruangan. Di luar ruangan— Sulham disambut oleh Morthen dan ibunya.

ARCHIGOS LAST MISSIONWhere stories live. Discover now