XII

23 0 0
                                    

"Aku udah kapok, ya, suka sama orang."

Fla membanting tasnya ke atas meja dengan napas mendengus kesal. Wia dan Cita yang pagi itu sedang makan cimol di bangku Fla terbengong-bengong sesaat. Fla duduk menggeser Wia sampai mepet ke tengah bangku dan merebut tangkai tusuk satenya untuk menusuk camilan aci bulat-bulat itu.

"Ye! Kaya pernah suka sama banyak orang aja!" Wia berusaha merebut kembali tusukan cimolnya tapi Fla menghindar.

"Serius, deh! Kenapa, sih, maneh? Kayanya keluar bioskop kemaren malah merenung kaya orang banyak utang?" Cita menatap Fla.

"Kalian, siah, ih!" Fla mengembalikan tusuk cimol pada Wia sambil mencibir.

"Naon (apa)?" Wia balas mencibir.

"Gara-gara kalian ngemeng-ngemeng Haikal suka juga sama aku, jadi aku berharap banyak!"

"Eh, kita gak ngomong gitu, ya! Kamu yang asumsi!" Cita tertawa.

"Kata-kata kalian itu menggiring menuju kesimpulan!" Tandas Fla.

Setelah menceritakan betapa cantik dan sempurnanya Andah di mata Haikal (menyandingkan Andah dengan Rivalina Trina), Fla mendengus kesal.

"Kirain, kemarin bener-bener dia suka sama aku." Fla mengeluh sebal.

"Seriusan ya, Fla. Bukan cuma kita yang tau kalian, orang lain aja bakal ngira kalian pacaran!" Cita menunjuk-nunjuk dirinya dan Wia bergantian sambil bicara. "Kemarin si Adhan nanya, si Yus nanya, si Resky nanya. Dinita aja sampe bilang kayanya Haikal beneran suka sama kamu!"

Fla tertegun sejenak. "Terus apa yang salah? Apa ada detil kelewat? Jangan-jangan dia memang sebenernya gak pernah berenti ngomongin Andah?"

"Jangan nyari yang salah, kamu gak salah. Wajar ge-er karena cowok itu baik, bela-belain, perhatian, ngomong kangen, usap-usap kepala, pegangan tangan! Haikal juga gak salah kalau dia melakukan hal itu sama semua temennya. Nah, pertanyaannya, dia gitu juga gak sama semua temennya?" Wia berteori panjang lebar.

"Gak tau juga, sih! Jarang juga liat dia interaksi sama cewek lain." Fla berpikir.

"Sama kita?" Wia memiringkan kepalanya. "Dia gak gitu sama kita." Dia menunjuk dirinya dan Cita. Cita ikut memiringkan kepalanya sambil mengangkat alis.

"Kalau dia gitu sama semua cewek menurutku malah jadinya dia kayak playboy gitu gak, sih? Masa semua cewek digituin? Masa dia gak tau kalau kayak gitu tuh bikin orang baper?" Cita menatap Wia serius.

"Bener oge (bener juga)." Wia bergumam.

"Jadi gimana, sih?" Fla protes dengan teori plin-plan mereka.

"Yaaaaa kata aku mah ya, tanya. Kamu gak akan berenti nebak-nebak kalau kamu udah nanya. Gak nembak, Fla. Nanya aja." Cita menghela napas. "Gak ada salahnya, tau! Dari pada bingung gini. Mau move-on atau enggak kan jadi gak jelas, kan?"

Fla mengusap dagunya. Berpikir keras. Dia bukan orang yang bisa santainya menyatakan cinta pada orang lain. Sewaktu pacaran dengan Reyhan, pemuda itu duluan yang menyatakan cinta, yang bilang sayang, yang bilang kangen, yang melakukan segalanya untuk membuktikan kalau Fla memang satu-satunya cewek yang dia perlakukan layaknya tuan puteri. Dengan Haikal juga pemuda itu yang duluan mengajak pulang bareng, makan bareng, nonton, mengusap kepalanya, mengatakan kangen... Apa yang salah?

Pulang sekolah, Haikal menjemputnya ke kelas seperti biasa. Sambil menyapa teman-teman cowok sekelas Fla seakan-akan ini kelasnya juga, Haikal menghmpiri Fla di mejanya. Senyumnya lebar, menatap Fla dengan ceria.

"Pulang?" Tanyanya.

"Engga. Kabur!" Fla memasukkan bukunya ke dalam tas. Dia heran, kenapa anak IPA satu ini bisa keluar kelas cepat sekali dibanding yang lain?

"Ih, kok galak?" Haikal tertawa sambil menjembel pipi Fla.

"Ya kamu, iyalah aku mau pulang."Fla menepis tangan Haikal sambil tertawa sekenanya.

"Yuk!" Haikal berdiri tegak dan mengacungkan helmnya.

Fla menatap Haikal selama satu detik lebih lama sebelum akhirnya mengikuti pemuda itu keluar kelas. Ia bisa merasakan tatapan Wia dan Cita di belakang kepalanya. Jantungnya lagi-lagi berdebar. Ia harus berani bertanya. Berani. Nyatain. Tanya. Nyatain. Tanya.

Fla sibuk dengan pikirannya sendiri sampai tanpa sadar mereka sudah berjalan melewati kantin sekolah. Haikal berjalan agak lebih depan darinya dan tiba-tiba dia berhenti ketika Fani, teman sekelas Haikal yang juga salah satu teman Fla, menyapa mereka. Ah, lebih tepatnya menyapa Haikal.

"Eh, ada Oppa!" Fani tertawa. "Oppa mau pulang?"

"Eh, Fani-ya! Oppa pulang dulu, ya!" Haikal mengulurkan tangannya dan menyentuh kepala Fani!

Fla tertegun. Oppa? Fani-ya? DAN TANGAN ITU!

"Dah, Oppa! Pyong! Pyong!" Fani menirukan aegyo idol Korea.

Fla berjalan kaku di sebelah Haikal. Bahkan Fani tidak menatapnya, padahal kalau bertemu mereka selalu, SELALU, saling menyapa dengan akrab. Bukan hanya tukar senyum, bukan hanya hai hambar. Tapi kali ini gadis itu bahkan mengabaikannya yang ada di sebelah Haikal, yang disapanya dengan begitu manja dan mesra.

"Kamu temennya Fani, kan?" Haikal menoleh padanya ketika mereka sudah keluar di pelataran parkir sekolah.

"Eh, iya..." Fla menjawab kaku.

"Kok tadi enggak nyapa?" Tanya Haikal.

"Dia kan nyapanya kamu." Jawab Fla sambil merogoh sakunya, mencari-cari ponselnya.

"Oh. Ahaha! Iya tadi di kelas pada sok-sok-an cover dance Red Velvet atau apa gitu. Jadi mendadak Korean-Koreaan." Haikal mengeluarkan ponselnya. "Nih, dia save nomor hapeku jadinya Kal Oppa. Trus dia ganti namanya di hapeku jadi siapa nih...? Irene-ah?"

Fla melihat ponsel Haikal yang tiba-tiba ditunjukkannya pada Fla. Wajahnya seketika memanas. Chat macam apa itu?

"Tadi jadi seharian chat sok-sok-an jadi idol." Haikal menyimpan kembali ponselnya dan Fla semakin terpaku. Dia mungkin memang salah sangka. Haikal tidak menyukainya. Dia hanya terlalu akrab dengan semua teman ceweknya. "Trus sekarang jadi manggil Oppa-Faniya kaya orang Korea."

Fla tertawa dan berhasil mengeluarkan ponselnya dari sakunya. Dia menatap layarnya dan mengabaikan Haikal yang sudah mengulurkan helmnya pada Fla. Tidak bisa. Sedetik lebih lama ada di hadapan Haikal bisa-bisa Fla meledak tangisnya.

"Kal," Fla mendongak, "ini Wia sama Cita baru chat. Katanya aku harus balik lagi ke kelas. Dicariin Bu Susi, wali kelas."

"Eh? Aku tungguin, deh!" Haikal menyimpan kembali helmnya, siap turun dari motor.

"Gak, gak usah. Aku nanti pulang sendiri aja. Kayanya urusannya bakal lama, kemarin kan ada duit kas dipake urunan nobar buat yang pingin ikut tapi gak ada duit." Bohong. "Jadi aku harus bahas sama Bu Susi." Bohong. Fla bohong.

"Beneran? Aku bisa kok, nunggu sampai sore." Haikal mencoba memaksa.

"Beneran, deh! Gak usah! Aku gak enak kalau ditungguin. Dah!" Fla segera berbalik dan meninggalkan Haikal di atas motornya. Dia yakin Cita dan Wia belum pulang, mereka hobi sekali nongkrong di sekre OSIS sebelum pulang. Sampai sering dibilang kuncen sekre.

Dan ke sanalah Fla melangkahkan kakinya, hampir berlari. Setelah melewati kantin, ia berbelok ke kiri dan langsung menuju pintu kedua dari kanan. Sepatu-sepatu di luar ruangan menunjukkan penghuni di dalam sana hanya Wia, Cita, dan mungkin dua teman Cita dari kelas lain. Bodo amat! Fla kenal juga teman-teman Cita dari kelas lain!

Fla mendobrak pintu OSIS, baru satu detik sampai, air matanya mengalir. Ia berlari memeluk Cita dan menangis sepuasnya di sana.

Way Back to YouWhere stories live. Discover now