XX

18 0 0
                                    

"Gak tau malu ya si Andah!" Cita mencibir ketika Fla menceritakan apa yang terjadi di rumah sakit kemarin. "Mana baru datang, bohong kegiatan OSIS, terus pengen langsung pulang!"

"Yakin urang mah, dia sengaja ngomong gitu biar disuruh pulang!" Wia menanggapi dengan menggebu-gebu.

"Hari ini aku pingin ke rumah sakit lagi, tapi alesannya apa ya?" Fla termanggu menatap piring batagor di atas mejanya dengan tatapan resah.

"Fla, menurut aku mah ibunya sebenerny udah terbiasa ada kamu, da! Kemarin yang nemenin siapa? Kan kamu sama Helqi." Cita mengedip-ngedipkan matanya dengan genit ketika menyebutkan nama kembaran Haikal.

"Keliatan banget maneh pingin bahas Helqi." Fla tertawa.

"Emang kamu gak penasaran? Kok si Haikal gak pernah bilang punya adik kembar?" Cita mencibir.

"Iya gak pernah! Gila kali ya tu orang nyembunyiin sodara kembarnya sendiri!" Fla tertawa.

"Tapi kok aku ngerasanya Helqi lebih ganteng ya dari Haikal?" Wia menerawang.

"Masa? Gantengan Haikal, deh, kayaknya! Dia auranya nyeremin!" Debat Cita.

Fla geleng-geleng sambil menyaksikan kedua sahabatnya berdebat tentang siapa yang lebih ganteng. Ia melanjutkan melahap batagornya, mengabaikan mereka berdua. Memangnya penting siapa yang lebih ganteng? Menurut Fla, Haikal lebih nyaman. Dia memiliki senyum hangat, sorotan mata lembut, sikap yang manis...

"Gantengan mana Fla?" Tanya Cita tiba-tiba.

"He?" Fla tersentak.

"CURANG! Ya menurut dia mah gantengan Haikal, dong!" Wia menunjukkan jempol ke bawah pada Cita.

Fla hanya tertawa-tawa. Ia menatap kedua sahabatnya dan semakin jelas bayangannya tentang Haikal, semakin yakin ia tidak butuh alasan untuk kembali ke rumah sakit untuk menjenguk Haikal sebelum pergi bimbel hari itu. Dia memang harus ada di sana.

Dan kejadian itu kembali berulang. Ketika Fla sampai, ia disambut Ibu Haikal yang sedang duduk sendirian. Menanyakan kabar Haikal dan Ibu Haikal mengatakan kalau hari ini Andah harus mengurus rapat kelas dulu sebelum ke rumah sakit. Mereka menunggu, Fla menemani Ibu Haikal yang dengan suka cita menceritakan masa-masa kecil Haikal dan Helqi.

"Mereka gak suka satu sekolah," mulai Ibu Haikal, "... katanya dibanding-badingin terus. Jadinya pas Haikal kelas 5, dia dipindahin sekolahnya. Padahal mereka sama-sama pinter, sebetulnya. Tapi Tanten sama Om mikir lagi, dari pada mereka jadi musuhan di rumah, mendingan ngikut aja maunya mereka, deh! Senyamannya mereka."

Fla tersenyum mendengar cerita itu. Beruntung sekali mereka berdua memiliki orang tua yang mau mendengarkan keinginan anak mereka. Lalu cerita-cerita itu terhenti dengan kedatangan Helqi, yang masih saja menatapnya penuh dendam. Fla tidak berusaha meramahinya, dia punya harga diri. Dia hanya bersikap ramah kalau Helqi juga mau ramah. Titik. Ibu Haikal justru yang berusaha membuat mereka berdua akrab, sekali lagi wanita itu menyuruh Helqi dan Fla makan siang. Untungnya sekali itu Fla benar-benar harus pergi ke tempat bimbel.

Tanpa menunggu Andah, terpaksa Fla harus pergi.

"Maaf ya Tante, gak bisa nemenin sampai Andah datang." Fla meraih tangan wanita itu dan mencium tangannya dengan sopan.

"Aduh, Tante tuh seneng kamu mau nemenin di sini sebelum Helqi datang. Udah dibawain minuman, cemilan,diajak ngobrol." Senyum Ibu Haikal sambil menepuk lembut bahu Fla.

"Ah, gak seberapa Tante." Fla tersenyum lagi dan sekali lagi pamitan.

"Hati-hati di jalan, ya!" Ibu Haikal lalu melirik anaknya satu lagi yang asik baca buku. "Heh! Kamu malah diem aja!"

"Iya denger." Helqi bergumam.

"Cepet sana anterin Fla ke bimbel." Ibu Haikal mengguncang tubuh anaknya dengan sebelah tangan.

"Eh, gak usah Tante!" Fla langsung menolak. "Jangan repot-repot. Kan saya ke sini mau bantuin Tante, bukan bikin repot."

"Aduh, Fla. Nganterin sedikit gitu gak apa-apa..."

"Jangan Tante, beneran. Saya bisa pake angkot atau ojol, kok!" Fla sekali lagi menolak. Malasnya kalau harus diantar Raja Eskimo. Lebi baik naik ojol cerewet dari pada jadi beku di jok belakang!

"Gak usah nolak-nolak lagi. Makin lama perginya." Helqi bangkit dari duduknya dan menarik Fla segera ke arah lift. Ibu Haikal tersenyum puas dan melambai kecil.

"Duuh, iya gak usah tarik-tarik!" Fla akhirnya mengempaskan tangan Helqi ketika pintu lift sudah menutup sempurna.

"Sebegitu gak sukanya ya dianter sampai nolaknya kebangetan?" Helqi bertanya dengan dingin tanpa menatap Fla.

"Ih! Yang gak suka sama aku kan situ!" Tukas Fla jutek. "Aku cuma menolong kamu untuk enggak terlibat sama aku lebih lama!"

Helqi tidak membalas, Fla juga jadi diam. Rencananya, dia mau kabur lagi seperti waktu itu dia mau kabur dari Helqi. Kali ini dia berlagak santai agar Helqi tidak bisa menebak apa yang ada di pikirannya. Tapi lagi-lagi pemuda itu menangkapnya ketika dia berusaha kabur.

"Kalau kubilang mau nganter, ya pasti aku anter." Helqi menatap Fla dengan seram.

"Kalau kubilang gak mau dianter, ya aku gak mau dianter!" Fla membalas lebih jutek.

"Hei, Helqi!"

Suara Andah membuat keduanya menoleh bersamaan. Gadis itu muncul sambil cengengesan dan langsung berdiri di sebelah Helqi dengan jarak yang sangat dekat. Fla dalam hati mengutuk sebal. Apa? Dia mau membuktikan kalau Helqi sudah dekat dengannya juga? Dia sudah bisa mengambil hati adik dan ibunya? Tetapi Fla jadi ingin ketawa ketika Helqi otomatis bergeser menjauh.

"Haia belum siuman juga?" Tanya Andah sok manis.

"Keliatannya?" Helqi balas bertanya.

"Ooh. Ya udah yuk, ke atas bareng. Aku bawa cronut buat makan bareng sama Tante." Andah menoleh menatap Fla. "Udah mau pulang, kan?"

"Bukan. Mau les. Yuk, Qi. Nanti aku telat bimbel." Fla meraih lengan Helqi dan menyeret pemuda itu menjauh dari Andah. Yang diseret manut, mereka berjalan beriringan menuju keluar. Fla puas sekali, pasti si Andah itu gendok banget gak bisa deketin adiknya Haikal!

Way Back to YouWhere stories live. Discover now