XXV

22 0 0
                                    

Fla duduk di kursi penumpang sementara Reyhan duduk di balik stirnya sambil memandangi Fla dengan khawatir. Tangan kirinya memegang tempat tissue dan tangan kanannya siap mengulurkan lembaran tissue baru setiap Fla sudah selesai dengan tissuenya. Reyhan sesekali membantu Fla mengusap air matanya yang lolos sampai dagu. Isakan Fla sangat pelan, malah terasa sekali pilu. Reyhan entah mengapa ikut bersedih.

"Pulang atau balik ke tempat les?" tanya Reyhan pelan. Sepertinya Fla memang tidak dalam keadaan bisa kembali ke tempat les, mau pun ke rumah. Reyhan hanya ingin memastikan apa yang gadis itu inginkan. Kalau memang mau meneruskan menangis, lebih baik pergi dari parkiran rumah sakit ini. Rumah sakit membuatnya merinding.

"Aku gak bisa pulang," Fla menyahut pelan sambil melap hidungnya dengan tissue yang diberikan Reyhan.

"Oke, ikut aku aja pokoknya ya!" Reyhan mengusap kepala Fla, menyimpan kotak tissuenya di atas pangkuan Fla dan mulai menyalakan mesin mobilnya. "Kamu yakin itu cowok yang tadi enggak apa-apa ditinggal sendiri." Reyhan melirik sedikit ke arah Fla sambil berbelok ke arah yang akan ditujunya.

"Aku lagi gak mau mikirin orang lain." Fla menjawab pelan sambil membersihkan hidungnya, membuat Reyhan tertawa pelan sambil kembali mengelus kepala gadis itu dengan lembut.

Sepanjang perjalanan Reyhan hanya diam, ia tidak tahu apa yang terjadi pada Fla tapi juga tidak mau memaksa gadis itu bicara. Walau pun ia setengah mati penasaran, lebih baik menenangkan Fla dulu. Reyhan tahu, gadis itu akan selalu bercerita pada akhirnya. Jadi ketika Fla mengambil alih playlist lagu di mobilnya, Reyhan biarkan saja walau pilihan lagu Fla aneh.

"Ke mall?" Fla melirik Reyhan yang sedang membelokkan mobilnya ke parkiran Mall besar di Setia Budhi.

"Abis ke mana dong? Tempat sewa komik juga banyak orang." Reyhan tertawa.

"Emang Mall gak banyak orang ya, Re?"

"Kan kita bisa nonton bioskop."

"Aku lagi sedih, mana pengen nonton Rereeee!"

"Ya gak usah nonton doong, nangis aja di bioskop!"

"Buang-buang uang, ih!"

"Anggep aja aku nyewain bioskop biar kamu bisa nangis sepuasnya."

Reyhan selesai parkir dan mematikan mesin mobilnya sambil menghadap Fla. Bibirnya menyunggingkan senyum simpatik. Fla menghela napas, percuma mendebat Reyhan. Karena dia sendiri tidak tahu mereka harus ke mana dengan mata yang sembap.

"Mata aku tetep bengkak."

Reyhan membuka laci dashboard di hadapan Fla dan meraih kacamata hitam dari dalamnya. Alisnya diangkat seakan-akan mengatakan Fla tidak punya pilihan lain. Fla meraih kacamata itu dan menghela napas, pasrah. Lalu mereka berjalan beriringan menuju pintu masuk.

Ketika mereka sampai di bioskop, Reyhan mengajar Fla melihat-lihat poster film yang tayang sambil mengusap-usap dagunya serius. Fla yang canggung karena memakai kacamata hitam di dalam ruangan hanya mengikuti langkah Reyhan.

"Cari film apa emang?" tanya Fla akhirnya karena Reyhan hanya bergeser dari poster satu ke poster yang lain.

"Yang gak menarik."

"Lha?"

"Kan kamu mau nangis di dalem. Nanti malah gak jadi nangisnya, nanti nangis lagi di mobil, nanti gak pulang-pulang, nanti disangka diculik... a-aww!"

Reyhan mengaduh sambil menyusutkan pinggangnya di mana jari Fla bersarang. Mereka berdua bertatapan sambil tertawa pelan. Fla menggeleng-gelengkan kepalanya dan menunjuk sebuah poster.

"Film horor, La. Kamu ngajak aku..." Reyhan nyengir jail.

"Aku udah nonton film itu, dan gak horor sama sekali ya! Aneh. Endingnya juga aneh. Yaaa... emang horor di awal-awal. Tapi endingnya aneh. Kamu gak perlu nonton." Fla meringis gemas pada Reyhan yang dari tadi malah menggodanya.

Reyhan akhirnya setuju setelah Fla menceritakan spoiler penting film dan memutuskan memang filmnya kurang menarik dan membeli tiket di baris paling atas. Bahkan sebelum film mulai Fla sudah mulai menceritakan apa yang terjadi di rumah sakit. Tidak susah, karena teater saat itu kosong hanya ada beberapa orang yang jaraknya berjauhan. Membuktikan memang film yang mereka tonton memanglah tidak menarik.

"Cerita kamu kayak sinetron, sumpah. Pake tiba-tiba ada sodara kembar lah, cowok kamu kecelakaan lah, mantan cowok kamu manipulasi orangtua cowok kamu lah. Aku masih nunggu kapan cowok kamu dikutuk jadi batu." Reyhan tertawa pelan.

"Iya ya. Kayaknya lebih masuk akal sinetron hidayah dibanding kisah cinta aku ini." Fla akhirnya ikutan tertawa.

"Udahan ya nangisnya?" Reyhan tersenyum. "Udah gak sedih?"

"Masih. Tapi udah gak jelas aku sedih kenapa ya?" Fla menopang dagunya dengan telapak tangannya di tangan kursi di antara dirinya dan Reyhan. "Aku suka dia, jelas aku suka dia. Tapi bahkan aku lupa kenapa aku suka dia. Aku sakit hati karena dia tiba-tiba balikkan sama mantannya, atau aku cuma kesel usahaku gak dihargai orang? Aku cuma inget, aku sama dia teman yang baik."

"Jadi ngapain dong kamu nangis, Euis?!" Reyhan menjitak pelan jidat Fla dengan gemas.

"Sedih juga Reeeee. Tetep sedih lah! Mana usahaku gak dianggap, dia balik ama mantan pula. Double zonk!" Fla kembali mencubit pinggang Reyhan dengan gemas membuat Reyhan mengaduh tanpa suara sambil melepaskan cubitan Fla di pinggangnya.

"Iya, iya sedih juga sih emang, ngerti aku." Reyhan mengacungkan tangannya yang tadi melepaskan tangan Fla dari pinggangnya. Tapi pemuda itu tidak melepaskan genggaman tangannya. Mereka malah saling bertatapan dalam gelap dengan sinar redup dari layar di depan mereka.

Eh? Fla... lepasin tangannya Fla... Rere bukan pacar kamu lagi.

Way Back to YouWhere stories live. Discover now