XLII

4 0 0
                                    

Mendadak air mata Fla jatuh. Tanpa aba-aba. Tanpa persiapan. Air itu bergulir di pipi kirinya. Haikal yang melihat itu langsung panik. Ia menarik Fla berbelok menuju taman depan perpustakaan yang tentu saja masih sepi karena masih pagi. Hanya ada beberapa orang lalu lalang menuju kelas masing-masing mau pun membeli sarapan di kantin. Haikal mendudukkan Fla di bangku semen di bawah salah satu pohon dan dengan sigap mengusap pipi basah Fla, lembut dan senyumannya merebak.

"Aku cuma suka kamu." Haikal semakin merangsek maju, percaya dengan air mata Fla, bahwa itu adalah air mata kelegaan.

"Helqi bilang apa sama kamu?" Fla bertanya pelan.

"Bukan Helqi. Andah sendiri yang curhat sama temennya di chat kalau selama ini ternyata kamu yang selalu ada untuk aku waktu aku di rumah sakit." Haikal mengusap kepala Fla dengan penuh sayang. "Maafin aku yang buta ini, Fla. Dia memang gak baik buat aku. Cuma kamu."

"Baru tahu ya?" Fla bergumam pelan, nyaris berbisik.

"Maafin aku..."

"Ke mana aja kamu?" Fla menepis tangan Haikal yang ada di kepalanya. "Kamu pikir selama ini apa? Selingan doang kan? Kamu berharap balik sama Andah. Kamu berharap Andah sayang kamu kaya kamu sayang dia, kan? Dan sekarang pas kamu tahu ternyata enggak gitu baru kamu sadar kalau AKU itu ADA?"

Haikal menelan ludahnya, kaget. Ia terlalu syok untuk bereaksi karena tidak tahu ternyata sangkaannya salah. Fla bukan menangis bahagia karena dirinya.

"Helqi bilang apa?" desak Fla.

"Kamu... tau dia...?" Haikal bertanya pelan.

"Dia gak bikin aku bertanya-tanya dia nganterin aku ke sana sini buat apa. Dia langsung kasih tahu aku tujuan dia apa. Aku enggak harus bingung, apa artinya pegangan tangan itu? Apa artinya kata kangen kamu? Apa artinya nelpon setiap malem sampai ketiduran?" Fla menghapus lagi air matanya. "Aku gak usah nanya sama dia, dia kasih tahu duluan. Aku gak usah nunggu dia bener-bener putus sama pacarnya. Aku gak mesti menebak-nebak apa arti semua perhatiannya."

"Aku emang sayang kamu. Bukan karena Andah..."

"Tapi waktu ibu kamu bilang Andah yang terus jagain kamu, langsung percaya, kan? Langsung balikan, kan?" Fla memotong. "Kamu tahu Helqi sekarang deket sama aku, dan kamu masih berani ngomong suka?!"

"Dia bukan pacar kamu!"

"And so do you!"

Fla bangkit dari duduknya dan segera meninggalkan Haikal sendirian di bangku taman, tidak berusaha mengejarnya. Bagus! Karena setelah menghadapi Haikal, ia malah jadi semakin ingin bertemu Helqi. Fla tidak tahu apa yang dikatakan Haikal mau pun Helqi, tapi dengan keras kepalanya Haikal terus berusaha mendapatkan hatinya sepertinya Fla sudah bisa menebak apa yang terjadi. Mungkinkah itu alasan Helqi tiba-tiba menjauhinya?

Fla berlari keluar gerbang sekolah. Ia akan mendatangi sekolah Helqi, tidak terlalu jauh. Lima menit sampai kalau pakai angkutan umum. Jalan kaki lima belas menit juga sampai. Ia mau menekankan sesuatu pada Helqi, ternyata Fla nyaman berada di dekatnya bukan karena Helqi kembaran Haikal. Ternyata Helqi selalu muncul dalam pikirannya karena ia benar-benar memikirkan pemuda itu.

Tetapi langkahnya melambat ketika ia sudah sampai di gerbang sekolahnya.

Kalau memang dia suka sama aku... mau ngomong apa pun si Haikal, dia gak akan gitu aja pergi dong? Memangnya aku barang yang bisa dioper-oper seenaknya?

Lalu langkahnya berhenti di depan gang sekolahnya. Ia teringat Reyhan di masa lalu. Ia teringat kata-kata Reyhan.

"Kalau cowok udah suka banget, bakal dikejar sampai dapet, apa pun rintangannya."

Buat apa Fla mengemis cinta? Kalau cinta itu bukan miliknya, kenapa harus meminta? Fla menghela napas, menyadari hampir saja ia melakukan hal yang pasti akan disesalinya seumur hidup. Tetapi ketika ia berbalik mau kembali ke sekolah ia menangkap tatapan mata seseorang. Rambutnya kusut, wajahnya merah, napasnya terengah-engah.

"Ke... te... mu..." Helqi memegang kedua lututnya. "Huuufff!" Pemuda itu lalu berdiri tegak lagi sambil terus terengah-engah.

"Qi...?" Fla melangkah mendekat pelan-pelan.

"Motorku... stuck di.. parkiran... ga bisa..." engah Helqi sambil bersandar di tiang listrik di sebelahnya. Bulir keringat di belakang telingah terlihat menetes. "Kamuh...."

"..."

"... kakak..."

Fla tersenyum.

"Helqi..." Fla meraih lengan jaket Helqi. "Ayo cerita. Sejak kapan?"

Helqi menoleh. Wajah judesnya kini tersenyum.

Way Back to YouWhere stories live. Discover now