LX

2 0 0
                                    

Fla tertegun karena Reyhan menatapnya dengan serius dan ia melangkah mendekat dengan perlahan. Untuk sekadar membicarakan buku mana yang mau Fla beli, ini terlalu serius. Dan sekali lagi dadanya berdegup kencang. Tapi kali ini setiap detaknya terasa perih. Entah kenapa ia mendadak ingin menangis.

Kalau endingnya sedih lagi gimana? Kalau akhirnya berpisah lagi gimana? Kalau ternyata orang baru lebih baik dari pada orang lama gimana? Kalau akhirnya orang lama akan kembali bosan dan membuangnya lagi gimana?

Fla mengambil buku hitam dari Reyhan dengan cepat, membuat Reyhan sedikit tersentak kaget.

"Aku mau baca buku dari penulis baru." Fla mengatakannya dengan mantap. "Dan gak apa-apa, aku bisa bayar sendiri."

Fla mengambil isi pensil, pulpen warna dan isi binder dari tangan Reyhan dengan segera dan menyunggingkan senyumnya. Menyembunyikan sebuah kalimat menusuk yang pernah Reyhan katakan padanya berbulan-bulan lalu, ketika mereka putus.

"Apa-apa aku yang bayar! Kalau makan pasti harus makan di luar, gak mau makan di rumah kamu! Kenapa? Kamu mau morotin aku karna aku tajir?!"

Fla berjalan meninggalkan Reyhan dan masih terpaku kaget karena Fla mengambil buku hitam itu dari tangannya. Ketika ia sampai di kasir dengan segera dia mengeluarkan sejumlah uang, ia tidak mau Reyhan tiba-tiba muncul dan mengulurkan kartu debitnya. Walau pun Fla masih tidak mengerti, tetapi ia masih ingat ketika mereka masih bersama.

"Pake ini." Reyhan menyodorkan kartu debitnya dengan segera ke pelayan di kasir ketika Fla mengulurkan uang tunai.

"Ih, gak usah." Fla menarik lengan Reyhan dan otomatis pelayan kasir pun bingung mana yang harus diambilnya.

"Kan tadi aku yang bilang bukunya pasti kamu suka, aku yang nawarin bukunya." Reyhan menatap Fla dengan senyum salesmannya.

"Tapi kan emang aku kayanya bakal suka," Fla tertawa.

"Mbak, ini aja pokoknya ambilnya. Pasti Mbak lebih mendukung cowok yang bayarin ceweknya kan?" Reyhan menyingkirkan tangan Fla dan mengulurkan kartunya lebih jauh pada pelayan kasir yang kini sedang senyum-senyum dan menerima kartu itu dengan dua tangan. "Kalau sayang mah, apa aja pasti dibeliin ya kan, Mbak ya? Wajar pacarnya yang bayarin." Reyhan mengoceh membuat pelayan kasir itu pun tertawa dan setuju dengan Reyhan.

"La!" Reyhan menyusul Fla yang sudah keluar toko buku dengan belanjaannya. "Kok ninggalin, sih?"

Fla menoleh dan berhenti. Ia menatap Reyhan dan menghela napas ketika ia akhirnya mengganti rasa herannya dengan senyuman. "Maaf. Lupa. Tadi kan aku sendirian."

"Makan, yuk?" Reyhan menarik bahu Fla dan Fla tidak mengikuti Reyhan yang mulai melangkah. "Kenapa?"

"Re... aku gak apa-apa sendirian." Fla berkata lirih.

"Kamu ditinggal terus sama Helqi, mana bisa aku cuek?"

"Emang kenapa kalau aku engga sama Helqi?"

"..."

"Re... bukan salah kamu kalau aku sendiri lagi. Dan aku juga gak apa-apa sendiri lagi." Fla melangkah maju dan memegang pergelangan tangan Reyhan dengan lembut. "Kamu juga sakit lho, gara-gara Rena."

"Aku gak kasihan sama kamu," Reyhan meraih tangan Fla dari pergelangan tangannya. "Aku rindu kamu."

Tiba-tiba dada Fla terasa seperti balon yang bocor. Jantungnya seperti anjlok sampai lantai basement Mall. Ia melangkah mundur tapi Reyhan melangkah maju, tangannya menggenggam tangan Fla dengan erat seakan-akan takut gadis itu akan terbang tiba-tiba. Fla menunduk, hatinya sangat kacau.

"Maksudnya, Re?" tanya Fla pelan.

"Aku..." Reyhan terbata, bingung. Kali ini ia benar-benar tidak bisa menahan diri. Setiap memori yang hadir, yang buruk mau pun buruk, mendadak ia sangat merindukan Fla dalam hidupnya. "... aku gak pernah berenti sayang kamu. Dan aku rindu kamu."

Way Back to YouWhere stories live. Discover now