LXII

3 0 0
                                    

"Wow, Fla... bener-bener... wow." Cita dan Wia terpana mendengarkan cerita Fla ketika mereka sedang pelajaran seni rupa di studio Life Skill. Fla mengaduk-aduk kuasnya di atas palet yang terbuat dari cetakan es batu. Mereka sedang membuat lukisan untuk latihan ujian praktek nanti. Studio Life Skill memang kelas yang cocok untuk sesi curhat, karena guru mereka hanya memberikan tugas dan menyetel radio, lalu asyik sendiri dengan lukisannya. Anak-anak sekelas juga jadi lebih suka bekerja sambil makan atau bahkan main kartu. Jangan tanya bagaimana caranya melukis sambil main kartu, karena itu rahasia para anak-anak cowok di belakang kelas.

"Gak nyangka, kamu bisa nolak Reyhan." Cita menggeleng-geleng sambil mengambil paletnya sendiri dan berusaha menggambar sesuatu di kanvasnya.

"Dia gak nembak ya," Fla mendengus sambil mengambil warna lain untuk dicampur.

"Dia bilang sayang dan nanya kamu ada rasa gak sama dia, haloooo? Apa namanya kalau bukan nembak?" Wia melambai-lambaikan tangannya yang sedang memegang kuas.

"Jadi beneran udah gak ada rasa apa gimana, La?" Cita melirik sekilas.

"Gak tahu, Cit. Kayaknya ada, kadang emang masih suka deg-degan deket dia tuh. Tapi kalau emang masih suka perasaan aku sama si Helqi sama Haikal apa dong?"

"Pelarian lah!" Cita dan Wia menjawab bareng-bareng.

Fla menciprat air pembersih kuas ke arah mereka berdua dengan gemas.

"Terus pangeran kesiangan apa kabar?" Wia mencibir sambil terus fokus pada lukisannya sendiri. "Jadi sama sekali enggak datang dia?"

"Enggak tau." Fla ikutan manyun.

"EH GIMANA?!" Cita mendelik sebal.

"Ya enggak tahu. Ngabarin enggak, datang enggak. Sampai detik ini." Fla mengangkat bahu.

"Putus kata aku mah, da!" Wia nimbrung. "Kita udah kelas tiga, udah mau lulus, kamu lagi persiapan portfolio masuk ITB. Kata aku mah mendingan tinggalin yang gak pasti."

"Jadi mendingan balik sama Reyhan?" Cita menyerang Wia.

"Ya kan enggak mesti punya pacar. Gak akan mati!" Wia melirik Cita dari balik kanvasnya dan menunjuknya dengan kuasnya. "Kita? Masih idup ampe sekarang! Sehat wal afiat!"

"Gak jamin ya.. sehat wal afiat gak?" Fla tergelak dan disusul dengan tawa kedua sahabatnya. Lalu sejenak hening karena Fla pun mulai melanjutkan melukis.

"Kata aku yaaa, Fla. Sendirian gak apa-apa. Kenapa juga harus punya pacar? Pengen disayang? Kita sayang kamuuuuu unch!" Wia melemparkan simbol hari sambil mengedipkan sebelah matanya dan tentu saja dibalas dengan cara yang sama oleh Fla. "Terus kan kita lagi siap-siap masuk kuliah. Pikiran kamu harus fokus sama yang penting dulu. Yang penting apa? Pendidikan. Kita itu beruntung, orang tua kita bisa nyekolahin kita sampai kuliah. Mendingan kita manfaatin itu semua, manfaatin keberuntungan kita. Helqi patah hati emang kenapa? Udah gede ini. Kamu juga pernah patah hati, emang Reyhan peduli? Enggak. Udah saatnya kamu mikirin diri sendiri. Egois itu gak selamanya buruk kalau dipake di waktu yang tepat."

Fla dan Cita terpana mendengar wejangan panjang lebar dari Wia.

"Dengerin gak, ih!" giliran Wia menyiprat keduanya dengan air dari kuas.

"Iyaaa mamah Wiaaaa!" Spontan Cita dan Fla menjawab sambil membuat simbol hati untuk Wia dan mereka semua tertawa-tawa girang. Bahkan Fla melupakan ponselnya sejak hari Sabtu itu dan ia memang merasa baik-baik saja.

Way Back to YouWhere stories live. Discover now