Twenty Nine - Baby

6.4K 267 5
                                    

Di kegelapan malam kota Las Vegas, terdapat sepasang netra yang menatap sebuah gelas kaca dengan berisikan cairan yang dapat memabukkan. Terlihat dari sorot matanya yang tajam membuat siapapun akan bergidik ngeri melihatnya.

Namun, pikiran pria itu tidak sejalan dengan apa yang ia tunjukkan. Bahkan dalam diri pria itu terdapat sebuah beban yang bisa membuatnya tak berdaya. Entah apa yang sedang dipikirkan pria dewasa dengan sejuta pesona.

Prang!!

Gelas yang semula di genggam dengan erat, kini sudah tak berbentuk lagi. Seakan-akan ia sedang menyalurkan hasratnya melalui gelas sialan itu. Lagi-lagi pria itu tidak cukup hanya dengan satu gelas. Ia pun kembali meraih botol kaca dan menghantamkan ke dinding kamarnya. Serpihan demi serpihan kaca bercecer di lantai.

Masih tidak puas dengan apa yang dilakukan, pria itu membuang dan membanting apapun yang berada di dekatnya, tatkala sebuah cermin yang menggantung di dinding harus menjadi korban kekejamannya.

Dia benar-benar frustasi, kepalanya terasa ingin meledak. Jikalau dirinya pria lemah, sudah dapat dipastikan ia kan menjadi orang gila yang sesungguhnya.

*-*-*-*

"Maaf nyonya Fonsi, sepertinya aku izin untuk tidak datang ke kantormu." Terdengar suara Ella yang serak dan bergetar membuat orang di seberang telepon bertanya-tanya.

"Apa kau sedang sakit, Ella?"

"Iya, Nyonya. Aku sedari tadi mual-mual."

"Baiklah Ella, kau bisa istirahat. Kau tidak harus berangkat kerja untuk hari ini."

Astaga padahal ini hari pertama Ella bekerja, tetapi ia sudah meminta izin. Apa nyonya Fonsi akan mengecap Ella dengan tindakan tidak disiplin?

Setelah panggilan telepon dimatikan, Ella pun berpikir bahwa dirinya sangat tidak enak hati pada nyonya Fonsi. Meski nyonya Fonsi tidak memikirkan itu, tetapi ada saja rasa yang membuatnya sedikit mengganjal.

Gadis itu sempat termenung sejenak sambil memikirkan apa yang selanjutnya akan ia lakukan dengan tubuh yang lemah dan tak berdaya. Ingin rasanya ia menghubungi orangtuanya, tetapi ia tidak ingin merepotkan mereka.

Jalan satu-satunya yaitu menghubungi Joe. Bagaimanapun Joe adalah kekasihnya. Untuk kali ini Ella membuang jauh dulu egonya. Ia benar-benar membutuhkan bantuan.

Harusnya Ella bersyukur memiliki kekasih seperti Joe, ia begitu perhatian dan selalu menyempatkan dirinya untuk bertemu sang kekasih. Namun, hati Ella masih belum sepenuhnya untuk Joe. Gadis itu mulai sekarang akan berusaha melupakan kenangan yang sebelumnya telah terjadi dengan pria kejam seperti Lucas.

Terlalu lama memikirkan hal bodoh, hingga Ella tak menyadari bahwa Joe sudah datang dan kini Joe terlihat sangat khawatir dengan keadaan Ella yang masih terbaring di atas ranjang.

"Ella, apa kau sakit lagi?" Tanya Joe yang telapak tangannya terulur untuk menyentuh kening Ella yang memanas.

Gadis itu masih belum berekasi apapun, hingga mulutnya yang mungil berusaha untuk mengucapkan kalimat yang membuatnya sedikit malu. "Joe bisakah antar aku ke kamar mandi?"

Lantas Joe mengangguk dan membantu Ella menuju kamar mandi dengan membolongnya.

"Apa perlu ku bantu melepas pakaian?" Tanya Joe yang langsung mendapat pelototan dari Ella. Bagaimanapun Ella masih waras dan mengingat Joe bukan suaminya.

"Aku bisa melepasnya sendiri, kau tunggu saja di depan pintu." Maksud Ella, Joe diminta untuk menunggunya di depan pintu kamar mandi.

Ella hanya berniat untuk buang air kecil saja, ia tidak ingin mandi karena tubuhnya sangat menggigil jika langsung bersentuhan dengan air.

Joe kembali membantu Ella, setelah gadis itu menyelesaikan hajatnya. Dengan perlahan pria itu membaringkan tubuh ringkih Ella ke kasur yang ukurannya tidak terlalu besar. Dirasa-rasa Joe sudah seperti suami yang sangat perhatian pada istrinya.

Detik selanjutnya, Joe duduk di tepi ranjang milik Ella. "Ella, aku akan membawamu ke rumah sakit. Aku tak bisa melihat keadaanmu yang seperti ini."

Awalnya Ella menggeleng, tapi bukan Joe namanya yang tidak memaksa kehendak. Tanpa berganti pakaian pun, Ella langsung di ajak ke oleh Joe menuju rumah sakit.

*-*-*-*

Joe terdiam sejenak saat melihat hasil pemeriksaan dokter tentang Ella dinyatakan kini sedang mengandung buah hati. Jujur di dalam lubuk hati Joe ia sangat kecewa dengan adanya bayi Lucas di dalam perut Ella. Ingin rasanya Joe memukul wajah Lucas sekarang juga. Mengingat tentang Lucas, justru membuat amarah pria itu menjadi-jadi.

Tiba-tiba tatapan mata Joe jatuh pada Ella yang masih terbaring di ranjang pasien. Gadis itu terlihat sedang menangis dan meratapi kesedihannya. Untungnya, di ruangan itu tinggal mereka berdua karena dokter sudah lebih dulu keluar ruangan.

Joe menghampiri Ella yang terisak dengan tubuhnya yang bergetar. Pemandangan seperti ini yang membuat Joe ingin terus melindungi Ella. Ella benar-benar sangat rapuh. Semua ini gara-gara pria brengsek seperti Lucas.

Entah sudah berapa lama Ella menangis hingga tertidur ditempat. Dengan sigap Joe kembali membawa pulang gadis yang sedang mengandung itu dengan hati-hati.

Sesampainya di rumah, Ella kembali menangis Joe pun langsung membawa Ella ke dalam pelukannya.

"Hiks Joe, bagaimana kalau ayahku tahu?" Tanya Ella.

"Kita harus terus terang Ella, merahasiakan ini semua tidak dapat membuat ayahmu tenang. Justru akan sebaliknya," titahnya.

"Tapi aku takut, ayahku begitu membenci Lucas. Apa jadinya bayiku nanti?" Tanpa sengaja telapak tangan Ella mengelus perutnya sendiri.

Di situasi seperti ini pun Ella masih ingin mempertahankan bayi yang ia kandung dengan Lucas. Padahal belum tentu pria brengsek itu memikirkan hal yang sama.

Joe menghela napas sebentar, "kau tak perlu khawatir Ella, aku siap menjadi ayah dari bayi yang kau kandung."

Sontak Ella menatap lekat ke dalam manik mata Joe, di sana Ella dapat melihat tawaran tulus dari pria di depannya. "Apa kau yakin dengan perkataanmu, Joe?"

"Aku selalu yakin dengan apa yang aku katakan. Kau tak perlu bersedih seperti ini."

Bukannya senang, justru Ella kembali menangis sejadi-jadinya. "Aku tidak tahu lagi apa yang harus aku lakukan untuk mebalasmu Joe. Bahkan di situasi seperti ini kau mau mengorbankan dirimu sendiri."

"Karena aku bukan pria bodoh yang hanya mencari kesenangan semata, Ella. Tanggungjawab dari seorang lelaki pun harus dibuktikan." Sebenarnya kalimat Joe lebih untuk Lucas.

Tapi mau bagaimana lagi, Lucas tidak akan menyadari kesalahannya sedikit pun. Mungkin saja ia masih sibuk bersenang-senang dengan wanita lain. Begitulah kurang lebih pikiran Ella.

Takdir masih berpihak pada Ella, ia tidak tahu jikalau Joe tidak sepeka ini. Mungkin saja Ella akan mati bunuh diri karena tidak bisa menanggung depresi yang membelenggu pikirannya.

Bahkan Ella sudah bertekad kuat untuk tidak mengatakan kehamilannya kepada siapapun termasuk Lucas sendiri.

"Sekali lagi, terima kasih, Joe."

"Pernikahan kita akan secepatnya dilaksanakan. Biarpun orangtuamu tak menyetujuinya," pungkas Joe dengan raut wajah serius.

*-*-*-*


A Mafia Da Costa [TAMAT] Where stories live. Discover now