*The One who Left behind

54 14 4
                                    

Tokoh :

Kevin ( 21 )
Mere ( Gausah lah yg penting mokad sekarang )
Belle ( 39 )
Abqari ( 23 )
_________________________________________

Pria dengan rambut hitam legam sedang mendaki jalanan di bukit dengan belanjaan di tangannya. Ia melewati toko kue yang dimiliki neneknya, melambai ke orang-orang yang memanggilnya.

"Hai Zac!", panggil mereka yang sedang menikmati cemilan sore hari.

Pria itu melanjutkan perjalanan kembali ke rumah neneknya, membungkam mulut saat ia membuka pagar rumah, melewati taman yang dipenuhi bunga lily of the valley. Ia memasuki rumah, menutup pintu di belakangnya. Suara neneknya bisa terdengar.

"Ada semua?", tanya wanita itu ke cucunya, membelakanginya di sofa, menyesap teh dengan kelopak mawar yang memperkaya rasa.

"Ada", jawab pria itu singkat. Tampang di wajahnya jelas menunjukan bahwa ia tertekan dengan situasi

"Bagus", jawab neneknya dingin. Meletakan tehnya ke atas piring kecil lagi. "Letakan belanjaannya di dapur", suruhnya tanpa nada simpati.

Pria itupun mengangguk, lalu beralih ke dapur. Dapur yang dulu terasa ramai dan hangat, sekarang terasa sepi dan menyedihkan. Dia hanya bisa diam menyimpan belanjaan sembari mendengarkan dengungan rendah dari kulkas. Setelah itu ia kembali ke ruang tamu, hendak menaiki tangga.

"Nanti sekitar jam 3 pergi antar kue ke keluarga Manuel di jalan Elang. Pergilah sebagai Kevin", ucap neneknya dingin.

Tanpa memperhatikan kesehatan mental cucunya yang sudah berulang kali disuruh.

"Baik", ucap pria itu, kembali menaiki tangga menuju kamarnya. Pertama ia mengambil handuk di balkoni, lalu menuju ke kamar mandi yang ada di kamarnya.

Ia memutar keran, membiarkan air membasahinya dari atas layaknya hujan.

Perlahan, rambut hitam legam itu terbawa oleh air, menunjukan warna rambut putih kekuningan yang disembunyikan sejak lama. Kevin hanya bisa menempelkan dahinya di keramik, membiarkan air terus menunjukan dirinya. Kepalanya terasa pusing, rasanya seperti ditekan-tekan oleh tuntutan yang tidak ada ujungnya. Ia berusaha mengatur nafasnya yang terasa berat, mendongak membiarkan air membersihkan sebagian dari maskara yang menyembunyikan bulu mata putihnya.

Setelah beberapa saat, ia mengopek bagian prostetik di pipi kanannya, menjatuhkan dan membiarkannya dilarutkan air, menunjukan luka yang dibuat oleh kakak kembarnya saat mereka masih 8 tahun.

Begitu ia mematikan airnya, ia mengeringkan diri. Belum selesai ia menghilangkan samarannya, ia harus membersihkan sisa-sisa make upnya dengan make up remover.

Ia duduk di depan kaca, menuangkan beberapa tetes air bening itu ke kapas, sebelum menyekanya ke bagian mata, alis, dan bibirnya. Menampilkan dirinya yang asli. Padahal mereka ini kembar identik, tapi hanya dengan warna saja, mereka tampak sangat berbeda.

Kevin hanya bisa meratapi diri di depan kaca, melihat bahwa sekarang ia sendirian. Sudah lebih dari 1 bulan kakaknya kabur dari pulau, menebar janji bahwa ia akan menikah dan memberi pewaris ke nenek gilanya itu, dan itu semua bohong. Tapi...banyak sekali hal yang berubah semenjak ia kabur.

Ibu mereka, Belle menjadi gila, dan Mere terus memaksa Kevin untuk mengikuti tuntutannya. Kevin tidak bisa protes demi keselamatannya sendiri. Tapi tak pernah ia bayangkan ruangan ini, dan kasur tingkat itu akan terasa sangat sepi.

Yah, lagipula mereka kembar.

Belum selesai Kevin mengeringkan rambutnya, Mere sudah memanggil dari bawah, "Kevin! Ambil ini makanan buat mama kamu!", jeritnya dari bawah.

WE ARE TWINS : ACE & ALICEWhere stories live. Discover now