40. Cruauté

649 72 5
                                    

Jari Clement berhenti mengetik, mematung setelah menekan enter.

Entah sudah berapa lama dia bekerja di Indonesia, mengumpulkan uang untuk menikahi pujaan hatinya di kantor besar ini. Tapi yang bikin dia ga habis pikir adalah dia akan menikahi putri CEO, dan ia mengumpulkan uangnya dari si CEO itu.

"Kenapa?", tanya Abqari. Ia mengunjungi kantor CEO, dimana hanya ada Clement yang duduk di meja seorang diri.

Clement menyisir rambutnya kebelakang dengan jemari sembari menghela nafas.

"Aku mulai mempertanyakan ini...", jawab Clement dengan bahasa Indonesia, namun aksen Perancisnya masih sangat kental.

"Apa aku benar-benar layak mendapatkan Alice? Duduk di bangku ini?", tanya Clement memandangi meja, apalagi di depannya memiliki plakat CEO yang terbuat dari kaca. Walaupun hanya pengganti, duduk di meja ini terasa penuh dengan kekuasaan.

"Kalau kau bertanya padaku. Aku menjawab iya", respon Abqari menyesap kopi panas, kemudian melanjutkan, "Alice terlihat sangat bahagia denganmu. Banyak lho pria lain yang mau, tapi ia tolak. Alasannyapun simple, karena kamu berhasil membuatnya nyaman lebih dari siapapun"

Jawaban itu tidak meredakan pertanyaan di kepala Clement, ia masih ingin tau kenapa. Padahal seharusnya dia cukup menerima nasibnya yang kian membaik ini, tapi perasaan tidak layak itu tetap berenang di hatinya.

"Kalau misalnya aku menanyakan ini ke Monsieur...apa dia mau menjawab?", tanya Clement lagi.

"Saya rasa iya", jawab Abqari menyodorkan kertas berisi dokumen ke meja, Clement lantas menarik kertas itu dan segera menandatanganinya.

"Saya rasa sih begitu...Buktinya dia membiarkanmu mempelajari tanda tangannya", sambung Abqari menunjuk ke tanda tangan Zac, padahal yang menandatangani itu adalah Clement.

Hal itu membuat Clement tersadar, kalau dia sudah diberi banyak kesempatan. Bahkan dia yang memegang kekuasaan kantor saat calon mertuanya tidak ada. Ia pun menghela nafas dan menyimpan keraguannya itu dan berusaha fokus

Untuk mengumpulkan duit demi cintanya
_________________________________________
"Monsieur, yang ini tolong dibaca dulu", pinta Clement memberikan secarik kertas ke Zac yang duduk di meja CEO, seberangnya. Pria itu membacanya, kemudian manggut-manggut,

"Terima aja, emang kenapa?", jawabnya santai. "Maaf tapi bukankah ini bisa merugikan kantor?", balas Clement.

Zac terkekeh, "Yahhh, bisa jadi. Tapi semua bisnis baru awalnya bakal rugi kok. Kalo terus-terusan rugi bisa dihapus"

Clement menerima kertas itu kembali, lalu kembali duduk. Clement tidak memiliki meja sendiri, ia duduk di depan Zac, di meja yang sama. Jadi jika ada urusan apa-apa atau ada pertanyaan, ia tidak perlu bolak-balik. Awalnya Clement mau meja yang ada di depan pintu, tapi dengan cepat Zac menolaknya,

"Saya mengajari kamu gimana kerjanya CEO, bukan asistennya CEO. Memang sekarang ini kamu apprentice saya tapi kamu jauh diatas asisten"

Clement menandatangani dalam diam, tapi ia tidak tahan untuk melirik orang di depannya. Entah apa yang ada di pikirannya, apa yang dipandang oleh mata dibalik kacamata itu, apa yang dia inginkan dengan dunia ini. Apa Clement bisa memegang kantor ini dengan pemikiran yang sangat berbeda? Orang yang lemah itu?

"Gimana keluarga kamu?", tanya Zac di tengah keheningan, namun tangannya tidak berhenti bergerak dengan pekerjaannya. Ia kemudian mendorong beberapa berkas ke Clement.

Clement membuka berkas itu dan segera mengerjakannya di laptop.
Jemarinya bergerak cepat,

"Keluargaku...aku pernah berusaha mengontak mereka 8 tahun yang lalu. Tapi mereka benar-benar tidak merespon. Mungkin...itulah alasan mereka membuangku. Bukan karena kemiskinan tapi karena memang tidak mau memilikku", jawab Clement dengan ekspresi terluka, mengenang kepahitan masa lalu. Tentang bagaimana keluarganya tidak mau meliriknya sedikitpun.

WE ARE TWINS : ACE & ALICEDove le storie prendono vita. Scoprilo ora