*Pendendam

78 12 0
                                    

Tokoh :

Zac ( 53 )
Desi ( 44 )
Abqari ( 55 )
Sarah ( 44 )
_________________________________________

Ruangan ini terasa begitu sepi, hanya terdengar dengungan rendah dari AC yang ada di dinding.

Di ruangan itu sebenarnya ada 2 orang, tapi tidak ada percakapan yang bisa berjalan diantara mereka.

Seluruh anggota keluarga sudah tau bahwa pemimpin keluarga Vane itu membenci satu orang saja. Dan sayangnya orang itu adalah besan, dan istri dari sahabatnya. Tapi dia bahkan tidak mau melihat ke arahnya.

Desi, ibu dari menantunya hanya bisa diam memainkan jari, berharap agar 2 orang itu cepat datang. Mereka awalnya janjian untuk mengobrol bersama di salah satu ruang tamu di kantor karena terkesan lebih privat saja, dan mereka bisa mengeluarkan isi hati tanpa didengar siapapun. Tapi Abqari maupun Sarah belum muncul.

Sarah bilang ia akan datang sehabis mengantar bekal untuk anak-anaknya, dan Abqari sedang mengikuti rapat yang seharusnya selesai semenjak 10 menit lalu.

Maka itu ia terjebak dengannya berdua saja.

Orang yang jelas sangat membencinya.

Desi menelan ludah, mengumpulkan keberaniannya.

"Kira-kira cucu kita lagi apa ya?", tanya Desi memancing percakapan, hanya untuk dijawab secara dingin,

"Entah", ucapnya tanpa menatap wanita itu, masih membuang muka.

Desi terdiam, mengulum bibir berpikir apa yang harus ia lakukan agar percakapan bisa terus berlanjut.

"G-gimana kabar Sarah?", tanya Desi yang memang sudah lama tidak berkontak dengan sahabat lamanya. Tapi lagi-lagi pria itu menjawab dengan tidak ramah,

"Lebih bahagia di banding sama lu"

"Jahat sekali...", gumam Desi yang tidak bisa menyimpan kata-kata dalam hatinya, "Sepertinya anda benar-benar membenciku"

"Betul", jawab pria itu menyesap teh dari cangkir masih melihat ke pemandangan luar.

"Tapi kenapa? Kenapa membenciku sampai sebegitunya?", tanya Desi tidak habis pikir, merasa semakin sedih karena berpikir bahwa ia tidak pernah mendapat hubungan yang tenang dengan siapapun.

Zac menghembuskan nafas seusai menyesap tehnya, enggan menjawab wanita itu.

"Sepertinya anda akan sangat senang jika melihat namaku di batu nisan ya", tuduh Desi dengan rasa sesak di dada.

"Batu nisan? Batu yang nandain lu pernah hidup? Itupun kayaknya lu ga layak", jawab Zac semakin dingin, seolah tidak menghargai Desi sebagai mahluk hidup.

Air matanya mulai menggenang, "Tolong jawab kenapa susah banget buat maafin say-",

"Karena lu bikin hidup Sarah menderita!", jawab Zac kasar, akhirnya menoleh ke wanita itu dengan tatapan garang seolah ingin menghabisinya saat itu juga. Desi mulai menangis, menunduk sembari bertanya tersedu-sedu,

"Saya sudah meminta maaf soal itu! Apa seburuk itu perbuatanku sampai kamu membenciku sebesar itu?!",

"Sangat, sangat, buruk! Bahkan lebih buruk dari perbuatan gue sendiri! Engga itu doang, pas hidup Sarah tenang, lu balik lagi ga ada angin ga ada ujan ngungkit-ngungkit crimes gue!", marah Zac, "Doyan ya lu rusak hidup Sarah!",

Air mata Desi tidak bisa berhenti mengalir, tapi ia memiliki keberanian untuk membalas orang ini, "Gue disuruh Abqari astaga! Kenapa lu bisa maafin Abqari tapi ga bisa maafin gue?! Abqari berusaha racun anak-anak lu, berusaha ngerusak hidup lu, sama Sarah juga. Tapi kenapa gue aja yang ga bisa dimaafin?!", ulang Desi lagi menangis meraung-raung sampai menunduk-nunduk meminta maaf.

WE ARE TWINS : ACE & ALICEWhere stories live. Discover now