19. Alasan Mama

1.4K 106 10
                                    

Ace sama Alice ngga berani ngomong.
Kuping mereka pengeng dibentak-bentak Ray sama Sarah.
Diomelinnya 1 jam ada dan selama itu Nola masih terus pingsan

Akhirnya
Ray bawa Nola ke kamarnya, sekalian dia beberes diri.
Sedangkan Sarah ke kamar lain buat nasehatin cucunya, juga ngebersihin mereka yang udah dicoret-coret darah palsu

Nah...
Tinggal Zac, Ace dan Alice di ruang tamu

Ace Alice nelen ludah ngeliatin bapaknya yang berdiri diam, tersenyum ramah. Kalo Ray diginiin mah udah gemeteran dia

"Hei...gimana kalo kita jalan-jalan sebentar?", ajaknya sambil tetap tersenyum.

Ace Alice saling menatap sebentar, sebelum kembali menatap ayahnya
_________________________________________
Di malam yang dingin, mereka berjalan kaki, menanjaki jalanan di bukit

"Dingin njir. Padahal gw udah pake jaket", keluh Alice mengigil

"Iyalah ini bukit! Ngapain juga lu pake celana pendek?", samber Ace melototin Alice, masukin tangan ke jaket hitamnya

Alice menghela nafas yang langsung mengeluarkan asap dingin. "Kita ngapain malem-malem keluar sih Pa?!"

"Udah ikut aja", kata Zac bodo amat anak-anaknya menggigil

Ace ngelirik Alice yang mulai pucat. Badan Alice berusaha untuk beradaptasi terlihat dari pipinya yang memerah, dikarenakan pembuluh darahnya melebar agar oksigen bisa mengalir lebih cepat. Kok tiba-tiba oksigen? Karena semakin naik, semakin sedikit oksigennya dan u know lah tubuh perlu oksigen.

Anak kembar itu masih diam mengikuti ayahnya dari belakang.

"Ini bapak-bapak mau apa sih?", gumam Alice pelan

"Gatau. Isi otaknya apapun udah jadi misteri dunia", bales Ace

"Mama marah-marah mulu juga misteri dunia kok"

"Lebih misteri lagi kenapa kita ga pernah biru-biru atau berdarah kalo ditabok Mama?"

Alice menghela nafas,
"Karena kita hidup di dunia fiksi"

Zac tiba-tiba menunjuk ke arah jam 10, "Kalian liat tuh"

Otomatis mereka ikut nengok.

Reruntuhan villa yang terbakar.

Dindingnya hangus dan dijalari tanaman rambat, kayu-kayunya hitam habis dilalap api namun ditumbuhi lumut, atapnya ambruk. Namun villa itu masih memiliki bentuk dan bisa dimasuki

Benar saja, Zac berbelok dan membuka pagar yang tidak terkunci.

"Pa. Ini trespassing lho!", bisik Ace tapi tidak dijawab, padahal ujung-ujungnya dia juga ikut masuk.

Alice tiba-tiba nyengkram tangannya Ace.

"ANJIR! Apaan sih!", jerit Ace kesakitan dan menarik tangannya dari Alice.

"Gw takut gelap...", bisik Alice ketakutan.

Ace terdiam, merasa bersalah berlaku kasar ke Alice. Dia lupa kalo Alice juga gadis yang bisa takut terhadap sesuatu. Dalam diam, Ace mengambil tangan Alice dan mulai berjalan mengikuti Zac

Bapak-bapak itu berjalan melewati reruntuhan itu, menuju halaman belakangnya yang tidak berpagar, melainkan ujung dari sebuah tebing

"Wow...", gumam Alice terpukau

Mereka disuguhkan dengan pemandangan menakjubkan.
Bintang bertaburan di langit dengan cantiknya, ditambah dengan warna ungu dan biru yang memukau.

"Papa...tempat ini?", gumam Ace bertanya ke Zac yang duduk di ujung tebing itu, kemudian menepuk-nepuk rumput disebelahnya memanggil Ace dan Alice

Dalam diam, mereka duduk disebelah ayahnya, menatap danau besar yang dikelilingi hutan dibawah mereka

WE ARE TWINS : ACE & ALICETempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang