=52= The Sibling Problems

1.5K 348 39
                                    

Brugh

Sosok tinggi berambut kehitaman itu memukul kepala seseorang dengan keras hingga lawannya terjatuh.

Mengetatkan rahangnya, Deux kembali memukuli orang-orang yang menyergap kelompoknya itu.

"Lapor, Kapten. Gerombolan misterius itu berhasil kita kalahkan." salah satu anggota dari geng tanpa nama milik Deux muncul.

"Sou ...?" sahut Deux dengan seringai kecil.

Pemuda berambut hitam dengan mata kemerahan itu menyipit, ia meludah ke samping, lalu meninggalkan tubuh yang ia pukuli tadi untuk mengikuti bawahannya.

Ia membenarkan letak kacamata, lalu berjalan ke ujung gang gelap dekat tempat Deux dan kelompoknya bergerak. Di sana, terdapat Tetra yang duduk di tanah, bergetar dengan bercak darah pada beberapa bagian tubuhnya.

Deux berjongkok untuk memeluk Tetra. "Kau tidak apa-apa?" bisiknya lembut. Sebelah tangan Deux mengelus kepala adiknya dengan pelan. "Tenanglah ... sekarang kau aman. Aku sudah datang ke sini."

Kini Deux tengah dalam misi penjemputan Tetra yang diculik dari apartemennya oleh seseorang.

"N-nii-chan!" Tetra membalas pelukan kakaknya erat. Tubuhnya masih bergetar, sepertinya pemuda 15 tahun itu ketakutan.

Teror jelas masih terlukis di wajah Tetra. "Nii-chan! Mereka ... o-orang itu ... Dia ...!" ia seolah tak bisa melanjutkan kalimatnya.

"Ssshh," desis Deux menenangkan. Pemuda itu menenggelamkan kepala Tetra ke dadanya. "Aku tahu," bisiknya. Ketika sang adik kini menangis keras-keras, sepasang netra kemerahan Deux hanya menatap tajam ke arah depan.

"Aku tahu siapa itu," ulang Deux menggeram penuh amarah.

***

Sepasang mata sayu dengan netra merah yang dilapisi softlens hitam itu kini tersenyum tipis. Seseorang berbaju serba hitam berdiri di sampingnya yang tengah duduk melihat pemandangan dari gedung pencakar langit.

"Maafkan kami. Kami gagal membawa Tuan Muda Sanjiro." orang itu menunduk dalam-dalam. Tak berani menatap bayangan tuannya yang tercermin pada kaca tembus pandang yang menayangkan pemandangan malam Kota Tokyo.

"Heeee," sahut One menggosok dagunya. "Jadi, kau mau bilang kalau sekelompok orang bodoh yang dipimpin adik kembarku itu lebih kuat dari pasukan elitmu?" sarkas pemuda itu dengan ekspresi datar. Ia sesekali mengangguk-anggukkan kepalanya.

Mendengar itu, tentu sang bawahan hanya semakin menundukkan kepala. "Ma-Maafkan kami, Tuan. Kami akan kembali menyerang mereka dengan---"

Ucapan itu terpotong begitu One mengangkat telapak tangannya.

"Tidak perlu kok," ucap One dengan senyum. "Kalian istirahat saja. Biar aku yang bereskan selanjutnya."

"Sekarang, lebih baik kau keluar dan ajak para bawahanmu itu makan malam," sambung si sulung dari empat bersaudara itu ramah.

Keramahan One yang tulus membuat hati bawahannya terketuk. Pria tinggi itu membungkuk dalam-dalam. "Sekali lagi maafkan kami, Tuan. Setelah ini kami akan berusaha keras menangkap dua tuan muda."

One hanya berdehem sebagai jawaban. Sekeluarnya bawahan itu, One mengambil ponsel genggam miliknya di meja kerja. "Penta," panggilnya begitu panggilan tersambung.

"Ya, nii-san?" Sosok muda 10 tahun itu terdengar suaranya.

"Kau lihat orang yang barusan keluar dari ruanganku?" pemuda bersurai kehitaman itu duduk di ujung mejanya. Sepasang netranya menatap ke arah kaca besar dengan view langit malam.

𝙁𝙇𝙊𝙒 2 [Tokyo Revengers] -𝚅𝙴𝚁𝚈 𝚂𝙻𝙾𝚆 𝚄𝙿-Where stories live. Discover now