Bab 4 || Salah Lihat?

28 18 8
                                    

Sapu yang disebut Akmal sebagai sapu nenek sihir masih  dipegang dan digerakkan menyapu daun-daun yang berserakan di atas rumput serta cor  semen sekitar taman belakang sekolah yang sepi karena semua murid sedang berada di kelas melakukan kegiatan...

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Sapu yang disebut Akmal sebagai sapu nenek sihir masih  dipegang dan digerakkan menyapu daun-daun yang berserakan di atas rumput serta cor  semen sekitar taman belakang sekolah yang sepi karena semua murid sedang berada di kelas melakukan kegiatan belajar.

Mengumpulkan daun-daun berwarna cokelat yang kering menjadi satu di pojok taman dekat tong sampah besar di bawah pohon rindang yang berjajar. Embus angin cukup kencang membuat daun-daun yang sudah terkumpul berterbangan lagi. Hal itu mengundang decak kesal disusul gerutuaan dari mulut pemuda yang keningnya mulai dibasahi butiran keringat akibat lama terlena sinar matahari sembari menyapou daun yang terus berguguran.

"Ck, ini kenape daun terus jatuh? Mana yang tadi ditiup angin, kan, gue cape tau!" Itulah gerutuaan Akmal di saat menyapu daun yang baru saja jatuh akibat tertiup angin dengan malas dan asal-asalan.

Memilih mendudukan diri di bangku panjang yang tersedia diantara pohon rindang, membuat siapapun yang duduk di sana akan mereda sejuk dan tak terpapar panasnya sinar matahari secara langsung.  Sepasang kaki yang terbalut sepatu ia selonjorkan, sedang punggungnya disandarkan pada badan kursi. Merasa tak nyaman dengan posisi itu, Akmal mengubah posisi menjadi berbaring  dengan satu tangan menutupi  mata.

Teriknya matahari serta heningnya suasana menemani istirahat Akmal dari hukumannya akibat terlambat masuk kelas. untung Bu Wiwi, guru BK sudah tak mengawasinya. Jika masih, mungkin ia sudah mendapat ceramah kembali di hari yang masih pagi ini. Menarik napas dalam, lalu mengembuskannya perlahan. Pemuda yang matanya terpejam itu sedang meratapi nasibnya hari ini.

"Padahal gue kagak telat, eh malah kena hukum Bu Wiuw Wiuw." Mulutnya mengeluarkan unek-unek dalam hati. "Kan, tadi gue abis makan."

"Masih mending kalo dihukumnya lari, kan, sekalian olahraga. Lha, ini disuruh nyapu mana daun kering keropos pada rese!" Embusan napas berat ia keluarkan.  "Besok-besok gue sarapan di rumah aja, nurut sama Emak biar gak kualat." Akmal terus berguman. Perlahan lengan yang menutupi kedua mata mulai diangkat disusul kedua kelopak mata yang terbuka.

Melirik arloji yang melingkar di pergelangan tangan kanan yang masih terangkat, Akmal beringsut mengubah posisi menjadi duduk. Lima menit lagi, bel tanda istirahat berbunyi. Pemuda itu bangkit merapikan seragam, menyugar rambut ke belakang karena rambut depan sedikit menutupi satu matanya.

Akmal membawa langkah meninggalkan kawasan taman belakang sekolah, setelah sebelumnya menaruh sapu nenek sihir sembarangan, yang penting tugasnya sudah selesai. Kedua telapak tangan terbenam di saku celana abu, sesekali pemuda itu bersenandung diiring siulan kecil.

***

Bel tanda istirahat baru saja berbunyi, para murid berbondong-bondong keluar kelas sesaat setelah sang guru meninggalkan kelas. Sepertinya perut mereka sudah meronta ingin diisi makanan, terlebih mata pelajaran di jam ketiga dan empat cukup menguras isi kepala.

Unjuk Rasa ✔️Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang