Bab 10 || Lho, Kok, Ada Dua?

22 17 14
                                    

Menghindari sosok pengacau hidupnya, Akmal berangkat lebih pagi dari biasanya

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.

Menghindari sosok pengacau hidupnya, Akmal berangkat lebih pagi dari biasanya. Pukul enam lebih delapan belas menit ia sampai di parkiran sekolah. Hal ini, dilakukan untuk menjalankan agenda yang sempat tertenda, yaitu mengunjungi Afiqa.

Memperhatikan wajah dari pantulan spion motor, pemuda itu merapikan raambut yang sedikit acak-acakan akibat memakai helm.

Sesuai tips dari Dafa kemarin, Akmal mengikutinya untuk menggunakan motor Vespa milik papanya dulu. "Mungkin si Afiqa gak mau karena elo pake motor gede. Kan, susah naiknya." Itulah yang dikatakan oleh Dafa.

Pagi ini, Akmal sudah sarapan di rumah. Mamanya sampai kaget karena ia yang sarapan lebih dulu dan berangkat cepat, mungkin merasa aneh.

Menyampirkan ransel di pundak kanan, pemuda itu berjalan santai sambil sesekali  bersiul-siul, kedua tangan masuk ke dalam saku celana.

Baru ada beberapa saja murid yang datang, membuat suasana koridor terlihat lengang. Seorang Bapak petugas kebersihan sekolah tengah memungut sampah di koridor, langkahnya membawa mendekat pada Pak oji, begitu beliau disapa.

"Saya bantu angkut ke belakang, ya, Pak." Akmal mengangkat tempat sampah berukuran cukup besar untuk dibawa ke belakang sekolah.

"Eh, Nak Akmal, gak usah. Nanti bajunya kotor," cegah Pak Oji. Akmal hanya balas tersenyum lalu berjalan membawa tempat sampah yang terisi hampir setengahnya.

Saat berbalik badan usai menaruh tempat sampah tersebut, Akmal mendapati Pak Oji tengah menyapu.

"Pak, saya gak bantu nyapu, ya. Males kalo nyapu daun gitu, kapok," katanya. Ia jadi teringat kejadian tempo hari saat menyapu di taman belakang. "Saya duluan, Pak."

"Terima kasih, Nak."

Sebelum menuju kelas, Akmal lebih dulu memasuki kamar mandi untuk mencuci tangan di wastafel sambil memperhatikan wajahnya lagi di cermin.

"Heran, kenapa takut sama yang ganteng?"

***

Sampai di kelas, Alfira langsung ditarik oleh Amel agar menemani perempuan  berambut panjang itu sarapan di kantin lantai dua.

"Fiqa ... aku dipaksa ini," adunya pada Afiqa membuat Amel berdecak.

"Ayolah, bentaran, Fir." Mau tak mau, Alfira pun menurut saja apalagi Afiqa juga menangguk.

Sepeninggal dua temannya, Afiqa membuka novel yang belum selesai dibacanya. Tak memperdulikan teman-teman yang masuk, perempuan itu asik dalam lautan fiksi. Bahkan kehadiran seseorang di sisinya, tak membuat perempuan berpipi chubby itu menoleh.

Unjuk Rasa ✔️Where stories live. Discover now