Bab 17 || Dalam Tiga Bait

19 14 10
                                    

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.






Pagi ini kediaman Akmal yang biasanya sepi, kini sudah heboh karena teriakan Akmal yang menggelegar seantero rumah besar itu. Pemuda itu berteriak mencari Mama untuk meminta bantuan mencari ikat pinggang dan sebelah kaus kaki.

"Mama, gesper sama kaus kaki kanan aku di mana?"

"Ma? Mama?"

Pemuda itu berteriak dari lantai dua. Penampilannya masih berantakan, memang sudah memakai kemeja putih lengan pendek dan celana abu, tetapi tanpa ikat pinggang dan satu kaki yang dibalut kaus kaki putih, dan rambut belum disisir. Ia berjalan menuruni anak tangga dan terus memanggil mamanya.

"Gesper di laci lemari, kaus kaki yang mana lagi?" Mama membalas dari arah dapur tanpa menatap putranya. Masih sibuk mengaduk sayur sop dan mengiris tempe yang akan dilumuri bumbu sebelum terjen bebas ke dalam minyak panas dalam wajan.

"Yang kemarin aku pakai," sahutnya.

"Ya, di rak sama sepatunya. Makanya jangan taruh barang sembarang!" Nah, kan, kalau sudah begini Akmal akan kena omel Mama karena kebiasaan buruk menaruh barang-barang sembarangan. Jika sudah begini, Mama juga yang repot.

Akmal memutar arah berjalan, kembali naik ke lantai dua untuk mencari ikat pinggang sekolah sesuai arahan dari Mama barusan. Seingatnya, kemarin menaruh benda itu di ... sofa ruang tamu! Pantas saja saat mencari di gantungan balik pintu kamar tak ada, sudah dipastikan Mama yang menyimpannya di laci lemari. Ketika menarik laci, benar di sana ada ikat pinggang yang dicari, Akmal segera mengambil dan memakainya. Kini tinggal menata rambut yang masih basah, berjalan menuju cermin besar, meraih sisir. Sembari melakukan kegiatan menyisir rambut, pemuda itu bersiul-siul menirukan nada lagu 'Bentuk Cinta'.

"Rambut warna-warni-" Akmal menjela nyanyinya, ada yang aneh dari lirik itu. "Kan, Afiqa pakai jilbab, mana bisa tau rambutnya warna-warni atau enggak." Akmal. Cekikikan sendiri lalu kembali bernyanyi.

"Bagai gulali imut lucu walau tak terlalu tinggi.
Popi chubby dan kulit putih
Senyum manis gigi kelinci."

Akmal jadi teringat senyum manis milik pujaan hatinya tempo hari. Memang senyum itu tak tertuju padanya, tetapi bagi Akmal senyum itu mampu membuat debat jantung kian terasa tak karuan, inikah rasanya jatuh cinta?

"Membuatku tersadar. Bentuk cinta itu ...."

"Ya, Fiqa!" Akmal tersenyum lebar lalu melambungkan sisir ke udara yang langsung mendarat di tempat semula.

Akmal itu hobi bernyanyi, suaranya juga bagus. Selain itu, ia juga berbakat dalam memainkan alat musik berupa gitar, suling, dan piano. Sejak menginjak bangku SMP, Akmal mulai tertarik dengan alat musik bernama piano. Dulu ia pernah ikut kursus piano yang didukung penuh oleh keluarga. Pernah ia bermimpi menjadi seorang pianis atau gitaris yang akan mengadakan konser tunggal yang dihadiri dan dinikmati oleh orang banyak. Akan membungkuk bangga disertai tepuk tangan meriah dari penonton.

Unjuk Rasa ✔️Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang