Bab 2 || Mengintit

31 17 8
                                    

"Nyatanya bukan hanya kecantikan parasmu saja yang membuatku tertarik, melainkan kecantikann hatimu."

-Akmal Syahril Mutazan-
Dalam novel Unjuk Rasa

***

Ruangan bernuansa abu berpadu putih kini sangat berisik padahal hanya ada tiga penghuni di dalamnya. Umpatan dan teriakan saling bersahutan dari dua pemuda yang sedang bermain PS, sedang yang satu hanya duduk dengan satu buku yang dibaca.

"Ah, gak becus lo, Daf!" gerutu pemuda berkaus hitam menatap sekilas lawan mainnya.

Dafa mendengkus kesal. "Lo yang kagak becus!" Ternyata pemuda itu tak terima dibilang tak becus bermain game.

Pemuda bernama Akmal menoleh pada temannya yang sedari tadi tak terdengar suaranya. "Za, kuy, main!" ajaknya.

Mirza mengangkat pandangan lalu mengedikkan bahu. Pandangannya kembali pada buku yang sedikit lagi selesai dibaca.

"Biar seru, yang kalah dihukum," cetus Dafa yang kontan disetujui Akmal. "Yok lah, yok, Mirza ngikut lo!"

"Hukumannya apa dulu?" Menutup buku lalu menyimpannya di atas meja dekat ranjang miliknya, Mirza kemudian mendekat.

"Hand standing."

"Lima menit, deal?" Imbuh Mirza. Akmal dan Mirza mengangguk sembari berjabat tangan tanda menyetujui kesepakatan.

Dafa melotot mendengar ucapan bernada santai dari kedua temannya. Jika begitu, ia akan memilih mundur alon-alon, karena jika tetap memaksa ikut, yang ada dirinya yang akan melakukan hand standing selama lima menit.

"Gue kubu Mirza." Dafa melepas stik PS di tangannya lalu berpindah duduk di belakang Mirza sambil memijat pelan kedua pundak pemuda berkulit bersih itu.

"Yeee ... takut, kan, lo?" Akmal mencibir Dafa yang memang akan mundur jika bertanding dengan Mirza yang pro bermain PS. Temannya itu akan jadi sasaran utama jika bermain PS seperti sekarang.

"Siapa takut? Hajar, Za!" Pemuda yang kini duduk di atas kasur menepuk pundak kiri Mirza, memberi semangat. "Go Mirza go! Adek dukung Abang Mirza!"

Menepis pelan tangan yang menepuk-nepuk pundaknya, lalu melayangkan tatapan jijik karena ucapan Dafa.

Kedua pemuda dengan stik PS di tangan masing-masing kini fokus pada permainan. Di belakang, Dafa terus berkomentar dan berteriak heboh, padahal yang bermain tak seheboh dirinya.

"Keluar, kuy!"

Permainan usai dan skor seri, jadi tak ada yang melakukan hand standing. Akmal menggerakkan tubuh untuk merenggangkan otot yang terasa kaku akibat duduk terus.

"Kuy!" Dua pemuda menyusul berdiri. Mengambil barang masing-masing, lantas keluar dari kamar.

***

"Kenapa ke sini?" protes Dafa kala mereka sudah perpijak di sebuah restorant Jepang dalam pusat perbelanjaan.

"Sekali-kali napa, jajan di resto Jepang," sahut si pemilih tempat makan, sedang ingin makan shusi katanya.

Ketiganya duduk di meja paling sisi dekat jendela yang mengarah ke luar gedung setelah memesan beberapa menu yang diinginkan.

"Anjir, gue lupa!" Dafa menepuk jidatnya keras sampai terdengar bunyinya. "Gue harus beli kado buat sepupu," keluhnya.

"Terus?"

Dafa melipat kedua tangan di atas meja. "Lu pada bantuin gue, ya, nyari kado," pintanya menatap dua teman yang duduk di kursi sebrang secara bergantian. "Kira-kira ngasih apa?"

Unjuk Rasa ✔️Where stories live. Discover now