Bab 12 || Pangeran Hati Katanya

21 14 7
                                    


Di Selasar koridor lantai satu yang ramai, Akmal berjalan bersama dua temannya menuju mushola sekolah. Adzan dzuhur baru saja berkumandang, awalnya Dafa ingin pergi ke kantin, tetapi langsung diseret ke koridor yang berlawanan oleh Akmal dan Mirza agar ikut pergi ke mushola, sebab jika dibiarkan maka akan berujung lama di kantin sampai waktu sholat menjadi mepet akibat jam istirahat kedua sudah usai.

"Gimana rasanya salah orang? Malu gak, tuh?" Dafa membuka suara, mengungkit kembali masalah di jam istirahat pertama yang mengundang tatap tajam dari Akmal.

"Apa, sih, ciri buat bedain mereka?" Akmal tak menanggapi pertanyaan Dafa, pemuda itu justtru bertanya hal yang terus berputar dalam otak.

"Kalo gue, ya, suka liat dari tas yang dibawa sama tempat  duduk mereka. Kalo si Afiqa pakai tas ijo, terus duduk di samping Naya," jelasnya tentang apa yang biasa ia jadikan bahan pembeda dari si Kembar identik itu. "Tapi kalo dari fisik, gue gak tau. Kata si Fira, bisa bedain dari tinggi mereka yang cuma beda satu centi doang." Pemuda yang berjalan di tengah-tengah temannya kembali menambahkan penjelasan.

Akmal sedikit mencondongkan kepala aggar bisa melihat Mirza yang terhalang Dafa lalu bertanya, "Lo tau gak, Za?"

Mirza hanya balas mengangkat satu bahunya sekilas pertanda ia juga tak tahu. Akmal langsung mengembuskan napas setelah menaruh harapan pada Mirza yang ia tahu cukup sering berinteraksi dengan Afiqa.

"Udahlah, jangan mikirin itu terus. Mikirin hal seperti itu hanya akan membuat pusing dan membuang waktu." Akmal dan Dafa menoleh pada Mirza yang sudah duduk di teras mushola. "Dahlah, sholat dulu, kita kebagian kloter dua, tuh," lanjutnya seraya berjalan menuju tempat wudhu laki-laki, melepas jam tangan lalu menyimpannya di saku celana seragam.

"Nanti kalo ketemu, bakal gue tanya dulu dia Afiqa atau Alfira," cetus Akmal, pemuda itu sudah selesai menaruh sepatu di rak lalu menyusul Mirza yang sudah masuk ke tempat wudhu, Dafa pun tak mau ketinggalan, ia bergegas membuka ikat sepatu sebelah kiri disusul membuka kaus kaki dan menyimpannya di rak seperti yang lain.

***

"Lo udah lama kenal si Kumel?" Amel bertopang dagu menatap Afiqa yang duduk di depannya.

Mendongakkan pandangan menatap lawan bicara, Afiqa tak mengerti siapa yang dimaksud oleh Amel. "Siapa?"

"Akmal."

"Enggak."

Amel mengangguk lalu kembali melontarkan pertanyaan karena tak puas dengan jawaban Afiqa yang hanya satu kata. "Tapi, keknya dia udah kenal lama, deh, sama lo." Perempuan dengan rambut yang dihiasi bandanaa biru itu mengeluarkan opini.

"Masa? Kalo aku liat, kayaknya enggak gitu." Naya ikut dalam pembicaraan setelah meneguk air mineral yang diambil dari meja Mirza. "Kalo udah kenal lama, gak akan salah orang gitu," sambungnya diiringi tawa kecil karena ingat dengan kejadian Akmal yang salah sangka akibat tak mengenali Afiqa secara detail.

"Udah, gak usah dibahas," pinta Afiqa dan langsung diangguki oleh dua temannya.

"Fiq." Alis Afiqa terangkat sebagai tanda respon dari bisikan saudara kembarnya. "Eh, nanti aja, deh," kata Alfira membuat kerutan kecil nampak samar di dahi Afiqa.

"Apa, ih?"

"Nanti aja."

***

Kelas Akmal bubar lebih dulu dari kelas yang lain. Pemuda itu bergegas keluar kelas sebelum si perempuan pengacau hidupnya akan mengulur waktu sambil merengek mencari perhatian dari Akmal.

"Akmal!" teriakan Winny membuat langkah Akmal kian lebar menyusuri koridor lantai dua menuju kelas Afiqa. Tadi sebelum bubar, ia sudah berpesan pada Putra, teman sebangkunya untuk membantu menahan si Winny the Pooh agar tak mengikutinya. Bisa kacau kalau hal tak menyenangkan dirasa saat sore seperti ini.

"Kamu Afiqa atau Alfira?" Pertanyaan tersebut sontak menarik perhatian dua perempuan yang baru keluar dari kelas.

"Aku?" Perempuan berkerudung putih menunjuk dirinya sendiri dan diangguki oleh Akmal. "Alfira."

"Heh, bisa-bisanya nanya dulu kek gitu?" Amel memutar bola mata malas mendengar perkataan pemuda di depannya.

"Biar gak salah orang," sahut Akmal cepat lalu tatapannya beralih pada Alfira. "Afiqa mana?"

"Mau apa?" Alfira balik bertanya. Bukan bermaksud mengulur waktu, hanya ingin memastikan apa keperluan pemuda bertubuh tinggi itu.

"Ada, deh." Akmal langsung berjalan ke sisi Alfira saat melihat Afiqa berjalan bersama Mirza sambil berbincang.

"Afiqa!"

Si pemilik nama mengarahkan pandang ke depan dan menangkap kehadiran Akmal. Sontak ia memundurkan langkah dan berdiri di belakang tubuh Mirza bersama Naya.

Mirza menaikkan satu alis melihat reaksi Afiqa yang nampak takut. Sebegitu menakutkan temannya di mata perempuan itu?

"Why?"

Orang yang memanggil Afiqa kini sudah berdiri tiga langkah di depannya dengan binar mata senang. Tangan kanannya terulur ke arah Afia yang justru menggenggam tangan Naya seolah menyalurkan apa yang sedang dirasakan.

"Kita belum kenalan secara resmi," katanya memulai percakapan. "Nama saya Akmal Syahril Mutazan. Kamu boleh panggil saya Akmal, Syahril, atau Syahyang juga boleh banget. Pemuda yang akan berjuang dalam unjuk rasa sampai bidadari hati menerima saya sebagai pangeran hati." Pemuda itu meninggikan senyum, geli sendiri dengan apa yang dikatakannya.

Tangan besar menyambut uluran tangan Akmal. "Baik, terima kasih atas perkenalannya, Wahai pejuang. Saya mohon jangan terlalu berangan terlalu tinggi, sebab di atas sana akan ada angin yang menerpa. Jika Anda tak bisa menghalau, maka akan jatuh ke dasar Bumi," tuturnya dengan bijak. Kedua bola mata pemuda yang berdiri berhadapan itu saling beradu.

"Ah, Za!" Akmal menghempas tangan Mirza yang menggenggamnya dengan wajah kesal sedangkan Mirza terkekeh kecil.

"Udah, yo, balik." Kini tangan Mirza merangkul pundak temannya, menggiring supaya berjalan lebih dulu.

"Mampus lo, Cup!" Di belakang Dafa sudah terbahak melihat kejadian yang baru saja terjadi diantara kedua temannya. Puas sekali melihat wajah kesal Akmal.

"Pangeran kodok kali, ah, Cup!" Ucapannya sontak mengundang tendangan tepat di tulang keringnya sampai Dafa memekik lalu berjongkok dengan tangan yang memegang bekas tendangan Akmal.

"Kualat, baru tau rasa lo, Nyet!" umpat Dafa disusul dengan sumpah serapah lainnya.

"Dasar Pangeran kodok bucin!"

***



Holla olala
Jumpa lagi, dong, sama Sinsin. 🙌  Bab 12 di tanggal 12 juga hihii.

Gimana bab ini?

Masih mau temani cerita ini? Jangan lupa kasih dukungannya, ya. 🙏

Terima kasih banyak buat kalian yang udah temani perjalan cerita ini. 💜 Sehat selalu di mana pun kalian berada. 🤗

Sampai jumpa lagi
Papay! 👋✨

Planet Bumi, 12, Februari 2022

Unjuk Rasa ✔️Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang