1. Han

1.2K 186 23
                                    

***

**

*



Siang itu suara berisik bel rumah terus berbunyi. Namun, seperti rumah kosong tak berpenghuni, hingga menit berlalu tak ada respons sama sekali dari dalam rumah.

Seorang pria manis yang sedari tadi memencet bel masih berdiri di depan pintu. Jari telunjuk kanannya terus betah bertemu dengan tombol bel seperti robot yang disetel untuk terus mengulangi tindakan yang sama.

Wajahnya murung dan tatapan matanya hampa. Isi kepalanya berjubel dengan pikiran yang sibuk menyesali nasib malang. Baru saja dia dipecat dari kerja paruh waktu di sebuah kafe.

Bagaimana tidak? Dia memecahkan gelas mahal. Selain perihal gelas mahal yang pecah, tentu saja suara berisik yang dia hasilkan membuat pengunjung terganggu. Walau terasa agak aneh, dia terus menyalahkan sifat cerobohnya yang muncul karena tempat kerja yang begitu sempit.

Seharusnya hanya anak TK yang menyalahkan hal lain atas kecerobohan yang diperbuat. Namun faktanya dia memang ceroboh, bahkan kadang lebih parah dari anak TK.

Jadi, jangan heran jika dia tidak pernah bertahan lama dalam suatu pekerjaan. Pria manis itu memang masih sedikit teledor, ceroboh, dan terkadang kikuk di usianya yang sudah menginjak 24 tahun. Dalam setahun ini saja dia sudah bekerja di delapan belas tempat berbeda dengan bidang bisnis yang bermacam-macam.

Mulai dari pengantar koran yang hampir tiap hari salah lempar dan berakhir tersangkut di atap atau pohon, pengantar susu di pagi hari yang selalu saja telat, penjaga minimarket yang berakhir dengan ketiduran, hingga memakai kostum badut yang berakhir dengan pingsan karena kepanasan.

Hingga kini, pria manis itu masih menunduk di depan pintu. Kakinya yang terbalut sepatu kumal, menendang-nendang pintu rumah dengan pelan.

Sekali lagi pria manis itu memencet bel rumah kontrakannya. Kali ini memakai jidat, saking tangannya lelah dan tak bertenaga.

Namun, hingga waktu berlalu, hasilnya tetap sama: tetap tidak ada yang menyahut dan membukakan pintu.

Karena sudah cukup lelah berdiri, akhirnya dia memutuskan untuk menunggu di kursi teras. Dia terduduk lemas sambil mendesah kasar. Tangannya terulur untuk mengacak pelan rambutnya sendiri sambil memikirkan harus cari kerja di mana lagi.

Jika ingat masa lalu, kehidupannya saat ini terasa seperti mimpi buruk. Lima tahun yang lalu, orang tuanya meninggal saat sedang melakukan perjalanan bisnis ke Malaysia. Sebagai anak tunggal, pria manis itu tentu saja sangat terpukul. Belum lagi orang tuanya juga anak tunggal. Kakek neneknya pun sudah meninggal. Dalam waktu yang singkat dia benar-benar sendiri di dunia ini.

Setahun pertama, pria manis itu masih bisa hidup tenang dengan harta peninggalan orang tuanya. Namun, di luar dugaan, perusahaan sang ayah diambil alih secara paksa oleh orang kepercayaan ayahnya. Semua harta yang seharusnya menjadi miliknya pun turut diambil alih dengan memalsukan surat wasiat.

Karena orang-orang tak berperasaan itu, sang pria manis tokoh utama cerita ini berakhir hidup dengan seadanya. Mau tak mau ia berbagi rumah kontrakan kecil bersama dua sahabat yang ia kenal sejak kecil, Felix dan Hyunjin.

Lamunan pria manis itu buyar ketika mendengar suara pintu terbuka.

"Ya, ampun! Sejak kapan kau di situ?" Satu suara lantang memecah kesunyian.

Tanpa mengeluarkan sepatah kata pun, si pria manis masuk ke dalam rumah melewati sang sahabat yang memandangnya dengan wajah heran. Dia bahkan tak ambil pusing untuk menjawab pertanyaan yang tadi ditujukan padanya.

MINSUNG ― Little TroubleDonde viven las historias. Descúbrelo ahora