27: Decision

412 90 21
                                    

(sebagai referensi, mungkin kamu bisa baca ulang episode 9)

...

..

.



Setelah perbincangan yang tak tuntas dan menyisakan tensi tinggi tadi malam, hari terasa cepat berlalu. Ketika Minho membuka mata tadi pagi, Jisung sudah tak ada di kamarnya maupun kamar Domin.

Domin merengek. Dia tak mau disentuh Minho. Dia terus meminta kehadiran Jisung. 

"Aku mau Jusing. Jusing di mana?" racaunya sepanjang pagi karena mengawali hari tanpa sapaan manis Jisung. 

Changbin sampai turun tangan dan bilang Jisung sedang bermain di rumah Felix. Dengan begitu Domin sedikit tenang dan mengekori ketika Changbin ajak ke rumah Felix. Dia tetap tak mau disentuh Minho hingga keberangkatannya.

Setelah urusan Domin selesai, Minho berusaha kembali menghubungi Jisung. Tak hanya sekali, melainkan berulang kali. Namun semua panggilannya selalu terhubung pada kotak suara. Semua itu menghasilkan Minho yang memulai hari dengan pikiran tak tenang. Padahal hari ini adalah hari penting—sidang kasus perusahaan yang seharusnya menjadi milik Jisung.

Sempat terpikir Jisung kabur. Namun barang-barangnya di kamar masih lengkap. Bahkan tas belel miliknya masih tergantung lesu di balik pintu kamar.

Telepon dari Jeongin membuat Minho lanjut bergerak ke kantor. Bagaimanapun juga, jadwal persidangan harus berjalan sesuai rencana. Tanggung jawab atas profesi menuntut Minho untuk tak asal melupakan agenda penting hari ini.

Dengan map dokumen yang sudah dia siapkan dia menuju ruang persidangan. Kata Jeongin, Jisung sudah datang dari pagi buta dan memilih untuk duduk di ruang tunggu. Bahkan ketika Jeongin tawari sarapan roti panggang, sang pengasuh anak itu hanya menggeleng.

Minho mendesah ketika mendengar kata-kata Jeongin. Tanpa diberitahu lebih detail, Jeongin tau kalau Minho sedang tidak baik-baik saja. dia menatap Minho dengan penuh perhatian. Seuntai kata-kata pemberi semangat Jeongin lontarkan. Anak magang itu pikir Minho tak tenang karena akan menghadapi sidang, dan Minho merasa tak perlu menjelaskan dengan detail.

"Jisung."

Suara Minho barusan disusul embusan napas lega begitu melihat satu sosok yang duduk dengan kepala tertunduk itu adalah benar sang pria ceroboh yang dia cintai. Pemuda yang dipanggil tadi kini menatapnya dengan lurus. Wajahnya tampak lelah.

Dengan perasaan yang menggebu, langkah kaki Minho membesar. Dia asal menaruh tas dan dokumennya lalu menarik Jisung dalam pelukan. Minho menikmati tubuh Jisung yang begitu lekat dengannya. Dekapan itu dia eratkan sebentar namun segera dia lepas karena tak ada balasan dari Jisung.

Minho tak mau mengakui. Tapi, kejadian barusan dengan telak menghadirkan rasa ngilu dan panas dalam tubuh Minho. dia merasa asing dengan Jisung yang bergeming dengan kehadirannya.

Minho berusaha untuk tenang. Tangannya terjulur untuk mengusap kepala Jisung lalu mengembuskan napas sedikit. dia berusaha tersenyum.

"Kau sudah sarapan?" tanyanya dengan lembut.

Dengan wajah yang tak seceria biasanya, Jisung mengangguk. Kali ini bukan wajah penuh amarah yang tampak. Namun wajah yang tak memiliki semangat. Dia tampak lelah.

Minho memosisikan diri untuk ikut duduk di bangku kayu panjang dan merapikan letak dokumen yang dia bawa. Beberapa lembar dokumen yang dia simpan dengan asal tadi tercecer di lantai. Dia bergerak memunguti dan merapikan kembali dokumennya.

Untuk beberapa saat keheningan tercipta. Jisung memainkan jemarinya sendiri sambil menggigit-gigit ujung bibir bawahnya. Dia tampak tenang untuk ukuran dirinya yang biasa. Bahkan kelewat tenang bagi Minho yang beberapa kali menyaksikan kekalutan Jisung ketika akan memasuki ruang sidang. Minho kira pemuda itu akan merengek dan sibuk mengatur napas sambil berjalan mengitari ruang tunggu seperti yang sudah-sudah.

MINSUNG ― Little TroubleTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang