26: Kukis Pecah

437 98 12
                                    




***

**

*



"Apa kau pikir kami akan tinggal diam? Domin itu cucu kami! Kami memiliki hak atas tumbuh kembangnya!"

Suara barusan menggema dalam ruang persidangan. Ayah Minsi adalah si empunya suara. Laki-laki yang sudah memiliki lebih dari separuh rambut putih karena usia itu bahkan agak menggebrak meja yang ada di hadapannya ketika mengucapkan kalimat barusan.

Suasana sidang hak asuh Domin tidak pernah sedikit pun tenang dari interupsi orang tua Minsi yang notabene kakek dan nenek Domin. Sedangkan Minho dan Minsi hanya mengeluarkan suara seperlunya—cukup lelah untuk ikut menambah keributan.

Orang tua Minsi kembali meninggikan suara untuk berargumen mengenai Domin. Kali ini mereka membawa-bawa alasan kebutuhan akan kasih sayang kakek dan nenek. Minho hanya mengatur napas. Dia berusaha sebisa mungkin tidak memasang wajah malas. Bagaimanapun, orang tua Minsi juga orang tua baginya.

"Ma, Pa, sudahlah ... aku tidak suka kalian terus memaksa seperti ini!" Untuk pertama kalinya Minsi sedikit meninggikan suara kepada orang tuanya. Gurat sesal langsung tampak tak lama kemudian. Minsi tidak suka jika harus bersitegang dengan orang tuanya sendiri.

Suasana kembali ricuh karena orang tua Minsi juga tidak suka ketika Minsi cenderung membela Minho. Bahkan ketika Bangchan sebagai psikolog yang memeriksa Domin menjelaskan duduk masalahnya pun masih saja diinterupsi oleh orang tua Minsi. Mereka seolah terdesak dari berbagai arah dan mengeluarkan semua upaya agar bisa mengasuh Domin.

Minho mencoba mengerti. Namun, keinginan untuk mengerti itu masih kalah jika dibandingkan dengan amarah yang dia simpan karena dulu orang tua Minsi yang menolak kehadiran Domin. Ingin Minsi menata ulang hidup, katanya.

"Saya masih tetap dengan saran saya untuk tidak memisahkan Domin dari lingkungannya yang sekarang," ujar Bangchan lalu mengarahkan pointer ke tampilan hasil tes psikologi Domin. "Seperti yang bisa dilihat, kemungkinan untuk dia mengalami guncangan mental sangat besar," sambung Bangchan lagi. "Saya harap, Anda berdua bisa memikirkan ulang keinginan untuk mengasuh Domin. Saya yakin sebagai kakek dan nenek, Anda berdua igin Domin tumbuh sempurna, bukan?" tanya Bangchan pada orang tua Minsi yang kini duduk berdampingan.

Kebingungan mulai tergambar dengan jelas di wajah orang tua Minsi. Minsi terus menatap orang tuanya seolah meminta mereka untuk membatalkan tuntutan ini. Kedua telapak tangan Minsi menyatu dan terposisi di depan mulutnya yang sedang membisikkan kata, "tolong."

Air mata Minsi terus mengalir. Sesekali dia melihat ke arah Minho seolah meminta agar Minho membantu membujuk orang tuanya.

"Tapi ... kami ingin melihat cucu kami tumbuh. Kami ingin mendampinginya." Nada bicara ayah Minsi tak segahar awal persidangan.

"Ya, benar sekali. Sudah lama kami ingin memelihara Domin. Tapi akses kami seolah ditutup," sambung Ibu Minsi yang juga terdengar lirih.

Minho mengembuskan napas untuk kesekian kalinya. Dia akui memang dia membenci kedua orang tua Minsi. Dia juga pasti tak suka kalau kedua orang tua Minsi minta bertemu dengan Domin. Namun, semua itu belum pernah terjadi. Kedua orang tua Minsi tak pernah menunjukkan keinginan untuk menemui Domin.

Bangchan menganggukkan kepalanya. "Tentu saja kalian berdua bisa melihat cucu kalian berkembang. Kalian bisa mendampinginya. Tapi tidak dengan tiba-tiba memisahkannya dari lingkungan yang sekarang."

MINSUNG ― Little TroubleTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang