28: Separation Anxiety

714 84 26
                                    

...

..

.





"Apa dia masih belum mengangkat teleponmu?"

Minho menatap layar ponselnya lalu mengangguk pelan untuk menjawab pertanyaan Minsi. Entah sudah berapa kasi napas kasar keluar dari mulutnya. Kejadian ini cukup getir jika harus diingat dan dirasa.

"Tenanglah. Aku yakin dia masih mencintaimu. Dia hanya butuh sedikit waktu untuk terbiasa dengan keadaannya sekarang," ucap Minsi sambil menepuk-nepuk pundak Minho.

Minho mengangguk pelan sambil berusaha tersenyum. Mereka berdua sedang menemani Domin menjalani terapi bersama kedua orang tua Minsi di tempat praktek Bangchan. Sudah banyak kemajuan di antara hubungan kakek nenek dan cucu itu. Domin secara perlahan sudah mulai menerima orang tua Minsi.

Namun Domin kini sangat mudah menangis dan merajuk. Dia lebih sensitif dari biasanya. Sejak lima bulan ditinggal Jisung, dia selalu menanyakan soal Jisung setiap hari. Dia bahkan lebih memilih tidur di kamar Jisung dibandingkan tidur di kerajaan kelincinya.

"Kau juga masih mencintainya, kan?" tanya Minsi.

Minho menoleh ke arah Minsi yang duduk di sampingnya. Minho mengangguk. Walau tanpa status yang pasti, tak ada keraguan atas itu. Perasaan Minho masih sama untuk pria ceroboh yang dulu selalu tampak ceria. "Tentu saja. Sekuat tenaga aku berusaha mengontrol perasaanku padanya. Berusaha mengingat kalau dia adalah pengasuh Domin. Aku tak mau dianggap tak bermoral karena mencintai pengasuh anakku. Dan ... ketika aku sudah mengakui kalau aku mencintainya, keadaan malah berubah seperti ini."

Minho mendesah kasar sambil menutup matanya. "Minsi, apa aku salah ketika aku mempertahankan kebenaran di atas perasaanku sendiri?" tanya Minho pada Minsi yang sebenarnya tak perlu dijawab.

Minsi menggeleng. "Tidak. Kau tak salah. Itu adalah tanggung jawab dari pekerjaanmu. Lagi pula perusahaan itu memang benar miliknya." Minsi dengan cepat menjawab. Namun tak lama kemudian dia mendesah kasar. "Tapi ... aku juga tidak bisa menyalahkan Jisung." Minsi kembali mendesah panjang. "Aku tahu bagaimana rasanya ... harus berpisah dengan ... orang yang kita cintai," ucap Minsi lirih.

Minho yang menyadari perubahan suara Minsi langsung mengalihkan perhatiannya pada Minsi. Tadi malam adalah hari peringatan meninggalnya Dohyun—kakaknya Minho, suaminya Minsi, dan ayah kandung Domin. Wajah semringah harus dipajang demi Domin yang juga berulang tahun di tanggal yang sama.

Minho menarik Minsi ke pelukannya. Dia mengusap pelan pundak Minsi yang kini bergetar. "Maafkan aku, Minsi. Maafkan aku," ucap Minho penuh rasa bersalah.

Minsi melepaskan pelukannya. Dia menghapus kasar air matanya. Dengan segera dia memasang senyum semringah seolah tak terjadi apa-apa. "Tenang. Aku sudah menyimpan cinta itu di sini dengan rapat," ucap Minsi sambil menunjuk daerah jantungnya. "Aku hanya terbawa suasana tadi. Maaf kalau aku malah menambah pikiranmu," ucap Minsi sambil mengapit lengan Minho lalu menyandarkan kepalanya di bahu Minho.

Minho mengelus pelan lengan Minsi yang mengapit erat lengan kanannya. Dia berterima kasih karena sahabat kecil yang juga iparnya sudah tak lagi menyalahkannya. Rasa bersalah itu tetap ada dan tak akan hilang. Tapi demi Minsi, Minho menyimpan rasa bersalah itu. Minho berjanji akan terus menjaga Domin dan juga Minsi.

"Minho, ada baiknya kau temui Jisung. Bicaralah padanya. Aku yakin dia juga sama tersiksanya denganmu."

Minho mengembuskan napas begitu mendengar kalimat yang Minsi lontarkan. Minho sempat ragu dengan kalimat Minsi. Dia yakin Jisung sudah membencinya sekarang. Ribuan cara sudah Minho coba untuk menggapai Jisung. Namun hasilnya selalu nihil. Minho pun menyerah.

You've reached the end of published parts.

⏰ Last updated: Jan 28, 2023 ⏰

Add this story to your Library to get notified about new parts!

MINSUNG ― Little TroubleWhere stories live. Discover now