21: Kalut

501 96 23
                                    





***

**

*



Minho berdiri di depan pintu yang bertuliskan angka 213. Sedikit sentimental, dia pun mengeluarkan ponselnya. Wajah ceria Domin yang menghiasi ponselnya dia tatapi. Dadanya mendadak terasa sesak. Dia belum siap untuk berpisah dengan Domin.

Untuk menenangkan diri, Minho mengatur napasnya.

Setelah itu dengan mantap dia memasuki ruangan pemeriksaan kasus perebutan hak asuh. Di sana sudah ada dua orang. Seseorang di antaranya adalah rekan kerja Minho yang sudah cukup senior bernama Junho, dan untuk kasus ini dia menjadi tim pemeriksa. Seorang pria lagi duduk di samping Junho dengan kemeja hitam dan celana krem.

Dalam hati Minho terus bertanya siapa pria itu. Yang jelas dia bukan orang kejaksaan.

"Minho, kenalkan dia psikolog yang mengambil data tentang anakmu minggu kemarin."

Pria asing itu segera berdiri lalu membungkukkan badannya.

"Perkenalkan, aku Bangchan. Seperti yang sudah disebutkan, aku psikolog anak yang minggu kemarin mengambil data tentang Domin."

Minho membungkuk sebentar lalu menjulurkan tangannya untuk berjabat. "Aku Minho. Mohon bantuannya."

Minho lalu duduk di hadapan Bangchan.

Tanpa membuang waktu, rekan Minho langsung membuka obrolan. "Ada yang perlu ditanyakan sedikit oleh Bangchan mengenai anakmu. Katanya dia mendapat data yang sedikit di luar dugaan mengenai Domin."

Alis Minho bertaut. Jujurnya dia gugup. Apa pun mengenai Domin selalu berhasil menjadi pemantik kekhawatirannya. "Apa itu?" tanya Minho lalu menoleh ke arah Bangchan.

Bangchan yang menangkap kekhawatiran Minho pun tersenyum. "Aku senang menemani Domin kemarin. Dia begitu ceria." Bangchan berujar sambil kembali tersenyum. Berusaha mencairkan suasana. Dengan santai dia mengeluarkan beberapa berkas dari dalam tasnya.

Kekhawatiran Minho pun ditangkap oleh rekannya. Dia kini berdiri, menghampiri Minho lalu menepuk pelan pundak kiri sang jaksa. "Ada baiknya aku tinggal kalian berdua. Kurasa Bangchan lebih paham mengenai yang satu ini. Lebih baik aku mengurus berkas yang lain." Rekan kerja Minho itu lantas keluar dari ruang pemeriksaan setelah pamit pada Bangchan.

"Tuan Minho—"

"Kau bisa memanggilku dengan lebih santai. Cukup Minho kalau kau mau. Dengan sapaan resmi kau membuatku merasa makin tua. Lagi pula, tampaknya kita sebaya," ucap Minho memotong pembicaraan Bangchan.

Bangchan lalu tertawa renyah. Minho pun terheran-heran mendengar suara tawa Bangchan. Seperti mendengar tawa orang yang menularkan energi positif, pikir Minho.

"Oke, Minho." Bangchan mengacungkan jempolnya sambil tersenyum lebar.

Minho pun tanpa sadar ikut tersenyum, walau sedikit tampak dipaksakan.

"Jadi begini, di luar dugaan aku mendapat pengakuan dari Domin kalau kau sebenarnya bukan ayahnya. Apa benar kau membiarkan Domin tahu ini semua?" tanya Bangchan

Minho mengangguk pelan. Bangchan pun hanya ikut mengangguk.

Riak keheranan dengan jelas terpampang di wajah Minho. "Ada apa?" tanya Minho penasaran.

"Sebenarnya tidak ada masalah yang serius. Hanya saja Domin terlalu cepat untuk tahu hal seperti itu. Dia bahkan mengungkapkan pendapatnya tentangmu dan Mamanya."

Minho membulatkan matanya. "Apa yang dia katakan?" tanya Minho lagi.

"Dia bilang tak masalah baginya siapa pun ayahnya. Yang penting bisa terus bersamanya dan Mamanya. Dia bilang kalau dia punya dua Ayah. Dan sebentar lagi akan mempunyai tiga Ayah." Bangchan berbicara sambil sesekali membolak-balik data tentang Domin yang dimilikinya.

MINSUNG ― Little TroubleWhere stories live. Discover now