3. Mengambil Sikap

5.8K 558 64
                                    

Malam ini rumah utama penuh dengan anggota keluarga besar yang berkumpul.

Di ruang makan mereka duduk dengan tenang. Semua kursi terisi penuh namun Ayu merasakan kekosongan sebab sang suami belum bisa ikut bergabung karena alasan pekerjaan. Sesuatu yang sudah sering terjadi namun selalu berhasil membuat hatinya nyeri.

Ia berusaha tersenyum di depan banyak orang walaupun perasaan tak tenang sudah bersemayam sejak berhari-hari. Tapi ia pun tidak mungkin menampilkan muka masam saat tengah berkumpul dengan keluarga besar seperti ini.

"Makan Yu, suamimu itu mungkin lagi sibuk jadi tidak bisa ikut bergabung."

Bisikan itu membuat Ayu mengangguk kaku. Tak menyangka Tante Manda mengetahui isi fikirannya.

Walaupun lidah terasa sulit menerima makanan namun ia tetap memaksa butir-butur nasi itu masuk ke dalam perut. Tak mungkin membiarkan lagi orang lain menyadari kegundahannya.

Makan malam bersama berjalan lancar. Setelah membereskan meja ia berjalan ke lantai atas. Berniat mengambil ponsel yang tak tersentuh dari siang tadi.

Ayu mengernyit mendapati begitu banyak telepon masuk. Saat membaca pesan yang diterima perempuan itu mendesah lelah.

Sinta marah karena ia tak mengangkat panggilan.

Takut sahabatnya itu akan terus merajuk ia akhirnya memutuskan untuk menelpon balik.

"Assalamualaikum, Sin maaf dari siang gak pegang hp."

Disebrang sana Sinta tampak mendengus. Namun tak lama ia mendapat balasan.

"Waalaikumsalam."

"Ada apa telpon?"

"Ada yang mau gue omongin. Penting banget tapi kayaknya malam-malam begini bukan waktu yang tepat."

Ayu mengernyitkan kening. Walaupun begitu ia memberikan penawaran pada sahabatnya untuk bertemu besok setelah mengantar Ila ke sekolah yang tentu saja langsung Sinta sanggupi dengan mudah.

Pagi harinya Ayu sudah lebih dulu tiba di Kafe tempat mereka mengadakan janji temu. Suasana tampak lengang mengingat hujan menguyur Jakarta sejak Subuh tadi.

Cukup lama menunggu Sinta, hingga akhirnya perempuan itu tiba setelah dua puluh menit berlalu.

"Dingin banget."

Sinta merapatkan jaket yang membalut tubuh langsingnya. Perempuan itu lalu duduk di depan sang sahabat dengan ringisan kecil.

"Dari tadi?"

"Dua puluh menit yang lalu. Mau ngomongin apa?"

Sepersekian detik Sinta terdiam hingga hembusan nafas berat perempuan itu keluarkan. Sinta lebih dulu menatap sang sahabat sebelum kemudian mengeluarkan suara dengan nada pelan.

"Gue lihat suami lo Kamis kemarin."

Ayu tampak kaget namun wanita itu tak mengeluarkan suara. Membiarkan sahabatnya kembali melanjutkan cerita.

"Di Bali. Dan maaf, saat gue ikuti dibelakang, dia menemui seorang wanita. Ada anak kecil perempuan juga. Gue gak tahu mereka siapa, tapi dilihat dari interaksinya, gue yakin mereka bukan sekedar teman."

"Kita sudah sering membahas ini Sin."

"Yu, percaya kali ini aja. Lo sendiri pernah curiga kan sama aroma parfum Bian yang berubah, dari hal kecil itu saja kita patut curiga."

"Itu hanya kebetulan."

Ayu masih berusaha menolak, namun raut perempuan itu mulai berubah. Ada gelisah yang berhasil Sinta tangkap.

Pernikahan yang Ternoda (PDF/KARYA KARSA/DREAME)Where stories live. Discover now