4. Harapan Yang Kembali Tertolak

4.3K 373 16
                                    

Menerima perjodohan dari sang bibi bukanlah sesuatu yang sulit bagi Ayu.

Sejak dulu Ayu selalu mempercayai kalimat bahwa cinta akan tumbuh seiring berjalannya waktu. Dan benar karena perempuan cantik itu telah membuktikannya sendiri.

Enam tahun menjalin rumah tangga dengan Bian sudah sangat cukup membuat Ayu kembali merasakan perasaan meletup-letup bahagia. Dia memang tidak mengenal Bian sebelumnya, pun hanya bertemu beberapa kali sebelum memutuskan untuk menerima perjodohan. Tetapi kebersamaan mereka setelah beberapa bulan pernikahan sudah cukup untuknya menjatuhkan hati pada laki-laki itu. Singkatnya dia mencintai Bian karena kebersamaan mereka, juga beberapa alasan karena kebaikan laki-laki itu.

Awalnya ia juga tak mengira akan lebih cepat menjatuhkan hati pada suaminya. Namun karena kelembutan dan perhatian tulus yang selama ini Bian berikan mampu membuat hatinya luluh tanpa dikira.

Tetapi ia melupakan bahwa Bian belum tuntas menyelesaikan masa lalunya.

Awal pernikahan memang ia tidak mau tahu mengenai kisah cinta suaminya di masa lalu. Namun seiring bertambahnya usia pernikahan mereka sedikit demi sedikit perjalanan asmara suaminya mulai terdengar di telinganya.

Awalnya ia juga tak mau ambil pusing, karena, toh semua sudah berlalu dan kini Bian telah resmi menjadi suaminya.

Namun beberapa cerita yang sering kali teman perempuan suaminya singgung mampu membuat jiwa penasarannya bergejolak.

Ia tidak bertanya pada saat itu dan memilih untuk tetap diam mendengarkan percakapan mereka walaupun sama saja mengabaikan hatinya yang terluka. Berfikir bahwa diam adalah keputusan terbaik. Ia tak ingin sesuatu yang masih abu-abu itu menjadi boomerang untuk rumah tangganya dengan sang suami jika ia benar-benar nekad untuk mencari tahu.

Akan tetapi kecurigaanya selama ini memuncak karena bukti dari sahabatnya yang menunjukkan beberapa keanehan Bian juga perubahan laki-laki itu yang semakin nampak akhir-akhir ini.

Ia tak peduli dan berusaha menyanggah pada awalnya, namun karena tak bisa membohongi hati ia memilih menyerah dan membuktikan keresahan yang sahabatnya dan ia rasakan selama ini.

Hari demi hari berlalu dan ia benar-benar merasakan keanehan dan perubahan itu memang nyata terjadi.

Apalagi akhir-akhir ini suaminya sering menginap di luar dengan alasan pekerjaan. Tidak aneh sebenarnya namun kebiasaan itu mulai sering suaminya lakukan, apalagi saat kumpul keluarga suaminya memilih tidak hadir dengan berbagai alasan.

"Kenapa di luar malam-malam begini dek? Kamu nggak bisa tidur?"

Ayu menoleh dengan senyum lembut. Perempuan itu diam sejenak kemudian mengangguk kecil menjawab pertanyaan sang suami. Kedua matanya sayu menatap kedatangan Bian dengan rambut basah sehabis mandi. Laki-laki itu selalu seksi dan tampan seperti biasa.

"Kita ke dalam yuk, mas temani. Maaf karena baru kembali. Ada beberapa masalah yang harus mas selesaikan dulu."

Ayu tak menimpali namun memilih berjalan beriringan di samping Bian. Tangan mereka saling bertaut erat, menjalarkan kehangatan yang mampu membuat hatinya tenang kembali.

"Bagaimana hari ini?"

"Seperti biasa. Aku lebih banyak menghabiskan waktu dengan putri kita. "

Bian tampak menghembuskan nafas berat. Raut wajah laki-laki itu berubah murung dengan tangan yang tiba-tiba melingkupi tangan lembut istrinya.

"Mas banyak melewatkan waktu dengan Ila."

"Mas sibuk karena pekerjaan kan?"

"Kalau bukan karena pekerjaan, mas lebih memilih tinggal di rumah."

Ayu mencibir dalam hati. Kini ia merasa setiap ucapan yang keluar dari bibir suaminya tak lagi semeyakinkan dulu.

"Bekerja juga untuk masa depan kita."

Kali ini Bian diam. Ada ragu di wajah laki-laki itu sebelum berdehem mengiyakan ucapan sang istri. Untung saja Ayu tidak memperhatikan ekspresi sang suami.

"Mas."

Ayu memanggil Bian dengan ragu. Ada sesuatu yang ingin dirinya bicarakan, sesuatu yang sudah dipendamnya sejak lama tetapi belum ada keberanian untuk mengatakan, tetapi mungkin inilah saat yang tepat untuk jujur.

"Kenapa sayang?"

Bian meletakkan ponsel yang tadi digenggamnya. Laki-laki itu duduk dengan tegak, menatap wajah sang istri lembut dengan tangan yang kini sudah bertenger manis di kepala sang istri, mengelus surai Ayu lembut seperti biasa.

"Aku mau ngomong sesuatu yang mungkin saja mas nggak setuju dengan keputusanku."

"Mas mggak keberatan untuk kita berdiskusi sekarang. Jadi katakan apa yang mau kamu bicarakan."

Ayu lebih dulu menarik nafas panjang lalu dihembuskan perlahan. Ditatapnya kedua mata sang suami cukup lama kemudian mengangguk yakin.

"Aku rasa ini waktu yang tepat buat kasih Ila adik. Dia sudah cukup besar dan aku sendiri sudah siap untuk memiliki bayi lagi."

Bian terdiam. Nampak raut terkejut di wajah laki-laki itu.

Ayu sendiri sudah memperkirakan ini. Sudah sangat paham jika kembali mendapatkan penolakan.

Sudah sejak tahun lalu dirinya membahas masalah ini dengan sang suami tetapi Bian masih menggeleng menolak usulannya dengan berbagai alasan. Salah satunya karena usia Ila yang dirasa belum siap untuk memiliki adik. Dan sejak saat itu, malam ini adalah kali pertama ia membahas hal ini lagi.

"Mas? Bagaimana? Bukannya diawal pernikahan dulu kamu setuju dengan keputusan kita untuk memiliki dua atau tiga anak asal aku sanggup merawat mereka?"

"Anak itu titipan tuhan. Kita bisa saja berencana untuk memiliki anak lagi sayang tapi belum tentu rezeki itu diberikan kepada kita kan?"

"Mas lupa aku kb sejak Ila masih bayi dulu. Dan besar kemungkinan kita bakal punya bayi lagi asal aku lepas dan kita terus berusaha?"

"Mas ngerasa belum siap?"

"Kasih aku alasan?"

Ayu berusaha mendesak suaminya. Terlanjur kesal dengan segala kalimat penolakan sang suami. Di sini ia sudah sangat sabar menunggu persetujuan dari Bian namun selama masa penantian, suaminya tak juga memberikan izin.

Entah apa yang laki-laki itu takutkan.

Mereka sudah mapan, memiliki tempat tinggal, memiliki pekerjaan dan tabungan, lantas apa yang suaminya khawatirkan.

"Kita tunggu satu atau dua tahun lagi. Semoga tuhan kembali kasih kita keturunan."

Ayu tak lagi menimpali. Perempuan itu memilih berbaring membelakangi sang suami.

Kedua matanya dipejamkan rapat.

Ia tahu ini bukan waktu yang tepat untuk memiliki anak lagi disaat ia merasa ada yang tidak beres dengan sang suami. Tetapi percayalah bahwa dirinya sudah sangat lama menginginkan bayi lagi. Orang tua Bian juga menginginkan hal yang sama.

"Mas minta maaf. Kita bahas lagi lain waktu. Kamu tidur duluan saja karena mas mau ke kamar Ila dulu."

Ayu tak menjawab. Ia masih setia dengan keterdiaman.

Dan saat ranjang berderit ia tahu suaminya kembali meninggalkan dirinya setelah perdebatan tadi. Tak ada ciuman hangat seperti biasa sebelum tidur.

Menatap langit-langit kamar ia sadar jika tak semua kesepakatan di awal pernikahan mereka dulu bisa semuanya terpenuhi.

Bian tidak benar-benar sanggup menyetuji semua komitmen mereka.


Setelah sekian lama akhirnya bisa update lagi.

Siapa yang lupa alurnya?? Bisa dibaca lagi ya. Dan bagaimana chapter ini?? Tinggalkan komentar kalian.

Selamat membaca dan tunggu bab selanjutnya.

Pernikahan yang Ternoda (PDF/KARYA KARSA/DREAME)Waar verhalen tot leven komen. Ontdek het nu