20. Harus Terbiasa

7.5K 470 46
                                    

Ila masih asing di tempat tinggal baru mereka di Jogja. Gadis kecil itu bahkan belum mau keluar rumah hingga berhari-hari karena belum mampu beradaptasi. Keadaan yang tentu membuat Ayu sedih dan juga digerogoti rasa bersalah.

Seperti pagi ini. Ayu menatap putrinya dari jauh yang tengah menyendiri di taman belakang rumah mereka. Gadis kecil itu hanya diam dengan ponsel di atas meja yang Ayu yakini, Ila kembali berusaha menghubungi ayahnya setelah kemarin ponsel suaminya tak bisa dihubungi.

Ayu tak ingin mendekat karena tahu putrinya sedang tak mau di dekati. Berada Jauh dari Jakarta membuat Ila menyadari satu hal. Putrinya sadar jika dirinya tengah menghindari Bian dan keluarga mereka disana.

"Susul gih Yu."

Ayu menoleh, mendapati Sinta yang juga tengah memperhatikan putrinya. Sahabatnya itu sangat paham dengan kondisi Ila.

"Biarin dulu Sin, anak gue masih butuh waktu sendiri kayaknya."

"Sampai kapan? Ila cuma perlu dimengerti dan dirayu perlahan. Dia gak sekeras itu kok buat ngerti keadaan mamanya."

Ayu tak perlu diminta dua kali. Dengan langkah hati-hati perempuan yang tengah hamil muda itu duduk di samping sang putri, tersenyum kecil saat Ila sama sekali tidak menoleh ke arahnya. Putrinya benar-benar tengah merajuk padanya.

"Malam nanti mau jalan-jalan gak sayang?"

Ila masih diam. Bocah cantik itu malah mengerucutkan bibir. Sangat menggemaskan.

"Mama lagi tanya loh sama Ila. Masak gak dijawab."

Ila akhirnya menoleh. Gadis kecil itu tidak menjawab pertanyaan mamanya melainkan terisak dengan kedua tangan yang kini melingkupi tubuh Ayu.

"Nggak apa-apa kalau mau nangis, ada mama disini. Ila boleh sedih tapi ingat jangan cemberut terus, nanti cantiknya ilang."

Ayu berusaha melucu. Berada dalam situasi seperti ini akan turut membuatnya ikut menangis juga jika ia tak mengalihkan ke hal lain. Ia paling tidak bisa melihat Ila menangis karena merasa bahwa kesedihan putrinya berasal dari kesalahan orangtuanya, kesalahannya.

"Nanti malam ke Malioboro yuk? Mama lagi pengen bakso Malang langganan kita dulu. Ila mau kan?"

Ila terdiam sesaat namun setelahnya gadis kecil itu mengangguk semangat.

Air mata yang tadi menganak sungai kini diusap kasar. Kedua mata yang tadi memancarkan kesedihan kini berbinar cerah saat sudah tersusun rencana di kepala mungilnya.

"Mau mau. Boleh beli boneka sama balon yang besar warna-warni kan ma? Dulu kan mama udah janji sama Ila mau beliin tapi belum dibeliin juga sampai sekarang?"

Ayu menghembuskan nafas lega. Perempuan itu mengangguk semangat. Senang dengan respon Ila yang diluar dugaan karena sebelumnya ia berfikir jika putrinya akan sulit dirayu seperti sebelum-sebelumnya.

"Sekarang kita sarapan yuk. Mama tadi masak soup sapi sama goreng tempe. Ila kemarin sore belum makan lho."

"Ayuk, tapi Ila mau makan satu piring sama mama, boleh?"

"Boleh dong. Apa sih yang enggak mama kasih buat Ila."

Ila terkikik kecil. Gadis itu melompat turun dari kursi, mengambil ponsel dan memasuki rumah dengan menggandeng tangan mamanya.

Disepanjang menuju dapur, Ila tak henti bercerita membuat Ayu diam-diam tersenyum lega.

Malam harinya Ayu benar-benar memenuhi janjinya.

Mereka jalan-jalan ke sekitar Maliboro. Menikmati malam minggu dengan jajan sepuasanya.

"Maliboro masih sama ya Sin, rame. Langitnya juga masih seindah dulu."

Pernikahan yang Ternoda (PDF/KARYA KARSA/DREAME)Where stories live. Discover now