16. Calon Pengantin

4.6K 950 45
                                    

Bekas jeratan di leher. Lebam di sekitar wajah. Luka gores di garis rahang kiri. Beberapa ciri yang bisa Cantika pindai dalam 1 menit waktu berjalan. Selebihnya Pahlevi tidak menyibak kain penutup lebih jauh setelah ia berucap, "lukanya hanya ada di wajah."

"Kenapa masih di sini? Bukannya ... tadi?"

"Wasiat Pak Satya minta dimakamkan di samping istri pertamanya. Keluarga besar nggak setuju. Permintaan paman-paman Rais, almarhum harus dimakamkan di samping istri sahnya."

"Istri pertama? Maksudnya ... Rais? Dia anak istri yang mana?"

"Anak ibunya lah."

"Serius, Lev."

"Lo gali sendiri informasi ini. Gue nggak tahu dan nggak mau tahu urusan rumah tangga pasien gue yang seharusnya udah selesai dari urusan dunianya."

"Urusan dunia tetap harus dipertanggungjawabkan di akhirat. Siapa tahu ada hutang janji yang Pak Satya belum selesaiin?"

"Gue bilang lo telaah sendiri semua informasinya." Levi mendorong masuk jasad yang terbujur kaku, kembali ke dalam freezer. Menutupnya rapat. Mengunci handel pintu besi itu. "Udah. Gue mau pulang. Capek."

"Jadi ini nanti Rais ke sini lagi?"

"Iya. Lo tunggu aja."

-------------------

Lalu lintas mobil perkotaan tidak ada matinya. Pukul empat adalah masa yang tepat bagi sebagian besar pegawai korporat lepas dari ketegangan pekerjaan. Berganti bergelut dengan kemacetan, yang akan terjadi hingga minimal Isya berkumandang.

Cantika menyesap air mineral dari tumbler bermuatan 2 liternya. Ia mendapat kartu merah dari dokter karena konsumsi boba berlebihan. Selama seminggu ke depan, jadwal menikmati minuman kesukaan wajib dihentikan sementara. 

Pasang mata lentik itu sedang menunggui perwakilan pihak mempelai pria, sembari mengamati sibuknya jalan raya dari lobi hotel berdinding kaca. 

Lelah menggelayut.

Beberapa hari, mencari profil keluarga Maharaja Rais untuk bisa mereka cari celahnya. Rais sendiri disibukkan oleh agenda pemindahan kekuasaan. Meskipun telah dua sekali, Rais datang menyusul Cantika untuk beberapa menit. Meyakinkan lagi dan lagi tentang keseriusan lamarannya waktu itu di Jogja.

Cantika sampai harus kucing-kucingan menghindari Rais. 

Cantika telah kehilangan kepercayaan.
Cantika trauma akan hubungan.
Cantika jengah pada kehidupan percintaannya. 

Apapun yang Cantika lihat dari panutannya tentang cinta, sama sekali tidak pernah ia rasakan dan dapati. Tentang cinta Papa Miko pada Mama Hayati. Kesetiaan Baron pada adiknya, Tiara. Cinta mati Om Pram pada Tante Liana, Mama Baron. Juga, kepercayaan penuh sepasang hati yang terpisah antara Prita dan suaminya, Radit.

"Bisa kita mulai?"

Lamunan Cantika buyar. Kepala bertudung hitamnya menoleh kala suara familiar mengalun dari belakang posisi duduknya. 

"Nah. Ini Athar udah datang. Ayo masuk aja."

Mama Hayati yang justru berdiri dan menyambut Athar Pahlevi.

"Iya, Tante. Om Pram tadi telepon saya. Katanya, semua diserahkan ke saya saja."

Mama Hayati tersenyum teduh. Cantika malah mendengkus dalam hati. Tidak bisa membayangkan bagaimana bisa Baron sepercaya ini, melimpahkan segala urusan pernikahan di Jakarta hanya pada sahabatnya. 

Pernikahan Tiara dan Baron direncanakan akan berlangsung secepatnya setelah mereka pulang dari Zambia. Mereka sedang mengikuti program misi kemanusiaan yang diadakan sebuah lembaga swasta selama 6-8 bulan. Segala urusan di Indonesia diambil alih oleh Cantika dan Mama Hayati. Keluarga calon besan yang menetap di Surabaya, kesulitan mengatur jadwal jika harus mondar-mandir ke Jakarta.

(END) Senyummu Tampak Tak Baik-Baik SajaWhere stories live. Discover now