39. Empat Lelaki Pelindung

4.3K 770 53
                                    

Brak!

Pintu membentur keras pada dinding. Pahlevi terkesiap dari kursi putarnya. Ternyata, yang ditunggu datang juga. Pasalnya, Pahlevi telah ancang-ancang sejak jauh hari. Suatu saat, cepat atau lambat, ini akan terjadi. Banyak resiko yang mesti ia tuai karena aksi menyelamatkan wanita dari bara api pria bertahta di depannya ini.

"Lo bawa kemana istri gue!!"

Rais berdiri menggeram. Menahan amarah meluap-luap. Tanpa duduk, kedua tangan mengepal di atas meja kaca kantor bengkel mobil Pahlevi.

"Mas? Perlu kita kawal nggak nih?!" sahut seorang pemuda berseragam montir dari pintu. "Orang-orangnya banyak di depan!"

Pahlevi menggeleng sembari tersenyum dari duduknya.

"Nggak perlu. Harusnya sih tamu terhormat kita ini nggak akan ngajakin tawuran, benar kan, Pak Rais?"

Rais tidak menjawab. Tatapannya tajam pada pemuda di ambang pintu.

"Lo tunggu di luar aja. Customer jangan sampai terganggu."

Rais maju. Menarik kerah kemeja Pahlevi kasar. Menyudutkan si pria besar itu di kursinya.

"Tujuan lo apa? Mau rebut Cantik dari gue?!"

Satu tonjokan mendarat sempurna pada wajah Pahlevi. Pipi memerah, sudut bibir berdarah. Pun, satu tamparan balasan super keras dari tangan besar menghampiri pipi Rais. Jangan kira hanya Rais saja yang marah. Pahlevi lebih geram lagi. Ini hanya sekelumit hukuman yang ingin ia lampiaskan pada si pelaku. Bintang dunia yang sedang ia jaga selama ini, direbut hanya untuk disakiti.

"Cantika masih istri Anda. Saya nggak punya hak apa-apa untuk merebutnya. Kecuali, saat ikatan itu udah nggak ada lagi. Saya pastikan, ia nggak akan menderita lagi setelah ini."

Rais ingin membalas balik, tapi tangan besar sang lawan kemudian kuat menghadang.

"Dan soal Cantik dimana, saya nggak bisa ngasih info. Silakan telepon sendiri. Selesaikan masalah kalian baik-baik."

Pahlevi bangkit dengan mudah dari kungkungan musuh. Ia membenarkan kemeja agar rapi kembali, selagi Rais menata ledakan emosi yang tidak bisa dilampiaskan.

"Damn!!"

Maharaja Rais sekali lagi melukai tangannya pada kaca meja hingga retak. Sebelum enyah dan meninggalkan ancaman pada rivalnya.

Telunjuk berdarahnya mengacung bengis tepat di kedua mata Pahlevi.

"Gue pastiin, lo nggak akan dapetin Cantika. Cantika milik gue!! Sampai kapanpun!!"

-----------

Perempuan berkacamata hitam bersama saudara kembarnya, menghentikan mobil tepat di depan restoran Jepang langganan sang Papa. Little Tokyo.

Tangan dinginnya bergetar. Gamma sering menepuk-nepuk punggung Cantika demi memberi sedikit ketenangan dalam langkah memasuki restoran dengan banyak bilik itu.

Ketika pintu sliding berangka bambu itu dibuka, Cantika terkejut telah ada 2 tamu yang bertemu lebih dulu. Baron dan sahabatnya.

(END) Senyummu Tampak Tak Baik-Baik SajaWhere stories live. Discover now