26. Jangan Menghalangi

4K 924 92
                                    

"Ngapain ke sini?"

Cantika membelalak ketika dirinya mendapati si Bocah Gondrong dengan rambut yang digerai asal-asalan, turun dari bangku kemudi mobil besarnya. Senyum paling indah, Cantika dapati dari pria itu di pagi buta. Sebelum Cantika memalingkan wajah. Menyembunyikan malu dibalik rasa kesal yang ada.

Pukul 5.30 pagi, di saat matahari saja masih malu-malu bersembunyi di timur, Cantika dan anak-anak sudah bersiap menjual Basreng ke pasar pagi dekat komplek. 

"Mau bantu Kakek Cantik. Juga Bu Wulan sama anak-anak," canda Pahlevi.

Cantika mendengus menyerah. Makin ditentang, sepertinya pria yang kini mengenakan atasan kaos putih polos, jaket parasut dan celana jeans, lengkap dengan sepatu sport, justru makin bebal. Cantika harus menemukan formulasi yang tepat untuk menyingkirkan Athar Pahlevi dari sekelilingnya. Seperti, mematahkan hatinya, mungkin?

"Pakai mobil gue aja. Gue sengaja bawa mobil ini memang untuk bantu kalian."

Pahlevi menunjukkan Fortuner hitam miliknya.

"Mobil gue aja. Gue juga sengaja pinjem Papa untuk ini."

"Om Leviiiii ... !!" teriak Edel dari ruang tamu. Anak itu langsung menghambur ke pelukan Pahlevi. Disusul kakak-kakaknya yang mondar-mandir, membantu Cantika memasukkan barang. Dari beberapa meja lipat, tikar, juga 5 plastik besar makanan ringan yang akan mereka jual. Termasuk satu kontainer ukuran sedang berisi bubuk aneka rasa Boba, setoples besar butir Boba siap racik, satu termos besar berisi es batu, gelas plastik, sedotan dan alat pengemas. 

"Jualan apa aja ini? Sama es-esan segala?"

"Iya. Bunda Tika kan suka Boba. Bunda jualan Boba sama Kak Mawar. Kak Manda, Bunda Wulan, sama Edel jualan Basreng."

Pahlevi mengangguk-angguk. Ia menjawab penuh semangat saat Bunda Wulan telah keluar dari pintu. "Oke!! Ayo!"

Semangat Pahlevi yang berkobar bak akan perang kemerdekaan, nyatanya tak sejalan dengan keraguannya akan diterima oleh Cantika. Selama janur kuning belum melengkung, ia akan berusaha. Termasuk, mulai diam-diam mengurus surat perceraian bersama Sarah di pengadilan. Tanpa diketahui siapapun kecuali dua insan yang terlibat.

Orang tua Sarah adalah rekan kerja terdekat Muchtar Diningrat sebelum menjadi Menteri Kesehatan. Sedang menderita penyakit berat yang memungkinkan Sarah enggan membawa permasalahan hidupnya pulang ke rumah. Pun, Jodi, lelaki terdekat Sarah, yang Pahlevi turut enggan mengungkit status mereka. Jodi bukan urusan Pahlevi. Seharusnya, Sarah juga.

Sarah menampakkan diri di pernikahan Andra kala itu, tepat ketika acara telah usai. Hanya sebentar untuk mengucap selamat. Terakhir kalinya, berpamitan sebagai bagian dari keluarga Muchtar Diningrat kepada mertua dan para adik ipar. Mereka sempat mendapat sidang berat Muchtar Diningrat yang kemudian memesan satu ruangan khusus untuk menanyai banyak hal. Nyatanya, nasehat sebanyak apapun tak berhasil mengubah keputusan. Sarah berjanji akan perlahan memberi pemahaman pada Drajat Ebrar, jika dirinya dan Athar Pahlevi tak lagi sejalan dalam visi misi rumah tangga. Terakhir kali, Pahlevi tampil sebagai suami di mata hukum bagi Sarah. Pahlevi akan bertahan hanya hingga pengadilan agama mengetuk palu perpisahan mereka.

Lantas, sekarang pantaskah ia mengejar kehidupan baru? Layaknya Sarah yang telah menemukan tambatan hati?

Kacaunya bahtera rumah tangga yang Athar Pahlevi bina, tidak menjadi ukuran ia akan kapok untuk kembali menikah. Permasalahan memang bercikal bakal dari mereka yang tak kunjung memiliki momongan. Segala upaya telah mereka tempuh bersama beberapa kali namun gagal. Sarah menimpakan segala kesalahan pada Pahlevi berdasarkan diagnosa medis. Bahkan, keluarga Muchtar Diningrat, terutama Mami Didi, tidak percaya alasan yang anak lelakinya ungkapkan. Ia akan membuktikan pada mantan menantunya, jika anggapan Sarah Ebrar adalah kesalahan besar. Keputusannya membuang Pahlevi akan membuatnya menyesal. Sesegera ... mungkin.

(END) Senyummu Tampak Tak Baik-Baik SajaWhere stories live. Discover now